•
•
•
"Sebenernya gue..""Pas kejadian itu, gue langsung berangkat ke rumah sakit buat mastiin keadaan lo sama Haiva, emm...Nathan juga"
"Ta-tapi kita kecelakaan"
"Mobilnya terjun ke sungai, dan Na-Nathan.."
"Hilang"
Suasana hening sejenak. Raut wajah Adiba yang datar semakin terlihat mengerikan dengan wajahnya yang pucat pasi. Dadanya tiba tiba naik turun. Air mata perlahan kembali menetes dari matanya.
"GUE BUTA!! GUE PEMBUNUHH!! Hahahahahaha...GUE EMANG PEMBAWA SIAL!!..GUE GAK PANTES BERNAFAS LAGI!"
"GUE PEMBUNUH..HAHAHAHAHH!!"
"Hiks"
"Adiba..tenang..lo-lo bukan pem-"
"GUE EMANG PEMBAWA SIAL!! GUE UDAH BUAT LO KECELAKAAN!! NATHAN HILANG NAL!! ITU SEMUA GARA GARA GUE!!"
"Gue..pembunuh..hikss..pembunuh" Suara Adiba memelan. Tentu Haikal dan Salma tidak diam saja, Haikal langsung memecet tombol di kepala brankar Adiba.
Tak berselang lama seorang dokter dan beberapa suster datang ke ruangan. Melihat Adiba yang semakin tak terkontrol, Dokter itu kemudian berniat menyuntikkan lagi obat bius pada tubuh Adiba.
"KENAPA HAH?! SAYA MAU DIBIUS?! SUNTIK MATI AJA SEKALIAN!! SAYA PEMBUNUH!! SAYA HARUS Mati.."
Perlahan kesadaran Adiba menurun. Dan tubuhnya terbaring di atas brankar. Beberapa suster membenarkan tubuh Adiba agar lebih nyaman.
"Baik saya permisi" Dokter itu pun keluar, diikuti beberapa suster.
"A-Adiba?" Nala masih tak mempercayai apa yang menimpa Adiba. Ia menatap pilu sahabatnya yang terbaring di kasurnya.
"Pulang"
"Gak!"
"Pulang ke ruangan kamu Nal" Ucap Akbar.
"Gak! Adiba bang! Adiba buta! Abang cinta kan sama Adiba?! Abang gak khawatir?"
Bohong jika Akbar tidak mencintai gadis itu. Dan sangat amat bohong juga jika ia tidak khawatir.
Saya cinta dan saya khawatir tapi saya tidak berhak untuk itu semua..
"Ke ruangan kamu sekarang" Akbar masih mencoba untuk membujuk Nala dengan halus. Jangan biarkan dirinya dibuat emosi oleh Nala.
"Gak mau ih!"
"Aaaaaaaa! Abang turunin!!" Akbar langsung membopong tubuh Nala seperti membawa karung beras. Tak peduli tatapan bingung Haikal yang melihatnya.
•••••
Beberapa hari sudah berlalu semenjak kejadian naas itu terjadi. Adiba hanya tidur kemudian bangun dan menangis, bahkan sangat sulit membujuknya untuk makan. Hari ini, Haikal dipanggil untuk menemui dokter yang menangani Adiba.
"Seperti yang saya diagnosis kemarin, pasien mengalami kebutaan akibat kornea matanya yang tergores. Kami bisa saja melakukan operasi kornea mata tapi rumah sakit kami tidak memiliki pendonor untuk anak bapak"
"Jadi anak saya bisa melihat lagi?" Senyum tipis tercetak di wajah Haikal. Ia seperti menemukan setitik cahaya untuk menyembuhkan putrinya.
"Tergantung dari kecocokan kornea mata dari pendonor nantinya untuk anak anda"
KAMU SEDANG MEMBACA
ADIBA
Teen FictionAda kalanya kamu menangis dalam keheningan seolah mencurahkan isi hati pada gelapnya malam, dan ketika terbangun bantalmu masih basah. Ada kalanya ketika kamu ingin menyerah, frustasi akan segala sesuatu yang memberatkan langkahmu. Ada kalanya kam...