Adiba 14 : Pilihan

550 56 0
                                    

Assalamua'laikum readers!

Hari ini adalah hari minggu. Hari yang paling dinanti untuk orang pemalas seperti Adiba. Buktinya Adiba sekarang hanya uring uringan diatas kasur. Kamarnya sudah seperti kapal pecah. Bungkus makanan berserakan dimana mana. Untung saja semua orang lagi tidak ada dirumah. Hanya ada seorang satpam dan dua orang pembantu di rumah ini.

Salma sedang mengikuti arisan ibu ibu komplek. Dan Farhan sedang hang out bersama teman teman kampusnya. Serta Haikal yang sedang ada urusan bisnis dengan rekan kerjanya.

Adiba duduk di kepala ranjang kasurnya sambil memangku laptop yang menayangkan film action luar negeri. Dan tak lupa sambil ngemil keripik singkong.

Ting!

Sebuah pesan masuk di hp Adiba. Namun ia tak memerdulikan itu. Ia berfikir itu hanya pesan pesan tidak penting yang bisa ia balas nanti setelah filmnya selesai.

Nanggung lima belas menit lagi Batin Adiba sambil melihat durasi waktu film di layar laptopnya.

Setelah film itu habis. Adiba lupa akan pesan tadi. Hari sudah menunjukkan pukul sebelas siang. Ia berniat untuk membersihkan diri di kamar mandi. Bisa dikatakan Adiba adalah seorang yang pemalas dan jorok.

Setelah 10 menit mandi, kini Adiba sudah terlihat lebih fresh. Adiba baru saja ingat bahwa tadi ada pesan yang masuk di hpnya. Ia berjalan ke atas kasur mencari hpnya yang tenggelam di antara selimut dan bantal. Setelah mendapatkannya, Adiba membuka hp itu.

Nala ceking
5 menit lagi gue sama bang Akbar mau ke rumah lo
10:45

Adiba terkejut, bahkan sangat amat terkejut. Ia dengan cepat melihat jam yang menempel di dinding kamarnya.
Jam 11:10 Batin Adiba membaca arah jam. Jarak rumah Nala dari rumahnya tidak terlalu jauh. Jadi waktu yang diperlukan untuk pergi kesini pasti sedikit. Dan itu artinya...

Ting! Tong!

Suara bel itu, bagai petir di siang bolong. Ia yakin Nala dan Akbar pasti sudah ada di depan rumahnya sekarang. Adiba sudah dilanda kepanikan yang luar biasa. Ia buru buru mengganti pakaiannya dengan gamis polos serta memakai jilbab instant. Adiba berlari keluar kamarnya dan turun tangga dengan cepat. Melihat Bi Surti pembantunya berjalan ke arah pintu, Adiba semakin mempercepat langkahnya. Saking terburu burunya, Adiba menginjak ujung gamisnya sendiri.

"Bi Surti ja..!"

Bruukk!

Terlambat. Tepat saat Adiba jatuh di tangga, Akbar dan Nala sudah berdiri di ambang pintu. Mereka sangat terkejut dengan Adiba yang sudah tergeletak di tangga. Akbar diikuti Nala dan Bi Surti langsung berlari mendekati Adiba.

Adiba sangat malu sekarang. Posisi jatuhnya kini sangat memalukan. Bisa dibilang posisi Adiba sekarang seperti cicak yang jatuh dari atas. Dirinya ingin berdiri, namun rasanya sangat sakit. Kakinya mungkin sedikit keseleo.

"Bibi, Nala tolong bantu Adiba berdiri" Ujar Akbar yang diangguki Bi Surti dan Nala. Keduanya sudah siap disamping kanan dan kiri Adiba.

"Eh bawa kemana bang? Kamarnya aja kali ya?" Ucapan Nala membuat Adiba menggeleng dengan cepat. Membuat ketiganya di buat heran dengan itu. Mereka menatap Adiba seolah bertanya kenapa?

"D..di sofa aja, iya di sofa" Ucap Adiba sambil menunjuk sofa di ruang tamu. Tak mau ambil pusing, akhirnya Bi Surti dan Nala langsung memapah tubuh Adiba ke atas sofa panjang dan mendudukkannya.

"Nala, tolong kamu siapin air dingin sama kompres" Nala mengangguki ucapan Akbar. Nala berjalan ke arah dapur, namun itu di hentikan Bi Surti.

"Maaf non Nala, biar saya aja" Ucap Bi Surti. Nala sangat sering ke rumah Adiba, jadi Bi Surti cukup mengenal gadis di depannya ini.

"Bibi, pasti masih banyak kerjaan kan? Gini doang aku bisa kok, hehe" Keinginan Bi Surti ditolak halus oleh Nala. Bi Surti pun izin ke belakang rumah, ingin menuntaskan pekerjaannya yang tertunda tadi. Dan Nala segera pergi ke dapur untuk menyiapkan apa yang diminta abangnya tadi.

Nala membawa baskom berisikan air dingin dan handuk kecil kemudian menaruhnya di meja ruang tamu. Ia ikut duduk di samping Adiba.

"Kok abang diem sih?! Itu kompresannya udah Nala siapin" Nala mendadak bingung dengan Akbar yang tak melakukan apa apa.

"Ya kamu aja yang kompresin" Nala mendengus mendengar penuturan abangnya itu. Namun Nala tetap melakukannya. Entah apa yang ada dipikiran Akbar saat ini.

"Ohh Nala tau! Pasti abang gugup kan kalo megang kaki Adiba hahahaha ngaku aja bang!" Goda Nala yang sebenarnya memang sangat benar. Akbar takut jantungnya tak bisa dikontrol saat memegang kaki Adiba.

"Gak boleh pegang yang bukan mahram" Alibi Akbar yang membuat Nala semakin tertawa, kemudian menggelengkan kepalanya.

"Biasanya di rumah sakit juga sering kok pegang pegang anak gadis trus mukanya biasa aja tuh" Goda Nala lagi. Akbar tak habis pikir dengan adiknya yang satu ini. Ia mengingat sesuatu. Akbar tadi ada membeli sesuatu untuk di bawa ke rumah Adiba. Namun sepertinya tertinggal di mobil. Kesempatan ini bisa digunakannya untuk kabur dari godaan Nala sebentar.

"Itu niatnya pengen ngobatin orang, bukan main pegang pegang. Keluar bentar ya ada yang diambil" Ucap Akbar sebelum berdiri dan keluar dari rumah Adiba. Adiba mengangguk.

"Akhhh! Sakit, pelan pelan Nal" Ringis Adiba tak kala handuk dingin itu mengenai kakinya. Nala tak mendengarkan itu. Ia terus menekan nekan kaki Adiba dan tentunya di sahut ringisan Adiba yang semakin keras.

"Aaaaaa! Udah Nal" Teriak Adiba bahkan lebih nyaring dari sebelumnya, membuat Akbar tersentak. Ia buru buru menutup pintu mobilnya, dan berlari menghampiri Adiba dan Nala.
"Nala! Pelan pelan ngompresinnya" Nasehat Akbar yang membuat Nala tersenyum Jahil.

"Cieee, khawatir banget ya bang" Akbar membuang mukanya. Ia berusaha memasang wajah setenang mungkin. Kemudian menaruh barang yang ia ambil dari mobil tadi di atas meja lebih tepatnya di depan Adiba.

"Buat saya dok?" Akbar mengangguk menjawab pertanyaan Adiba. Akbar membawakan berbagai macam buah untuk Adiba. Sebuah pernyataan melintas di benak Adiba.

Emang beda ya, kalo ketemu dokter dibawain yang sehat sehat Adiba membatin.

"Orang mah biasanya bawain coklat atau bunga, lah abang malah bawain buah ck!" Nala kembali berucap. Membuat Akbar berkali kali dibuat kesal oleh adiknya sendiri. Hingga balasan dari Adiba tanpa disadari membuat sebuah senyuman manis terbit di wajah Akbar.

"Tapi buah bagus loh, banyak vitaminnya" Adiba hanya berniat ikut bicara, karena sedari tadi ia hanya diam melihat perdebatan antara Akbar dan Nala. Namun ucapannya itu membuat jantung Akbar berdetak bahagia.

"Iya iya deh, ada yang belain ya sekarang" Balas Nala yang terdengar seperti sindiran. Akbar menggaruk tengkuknya yang dapat dipastikan tidak gatal.

Gini ya rasanya dibelain orang yang spesial Batin Akbar.

Bersambung

ADIBA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang