Adiba 17 : Bukti?

527 58 1
                                    

Assalamua'laikum readers!
Aku update ADIBA karena besok hari lebaran yee hehe:)
Jadi aku mau ngucapin...

Minalaidzin walfaidzin mohon maaf lahir dan batinn🙏🙏

Glek

Adiba memperhatikan satu persatu wajah mereka. Dan ternyata raut wajah mereka sama. Raut wajah yang menurut Adiba sangat menjengkelkan. Raut wajah yang seolah tak mempercayai perkataannya barusan.

"Ppfffttt..."

Farhan menertawakannya. Membuat Adiba benar benar kesal sekarang. Ia masih ada satu harapan lagi. Ya, foto yang ia ambil secara diam. Foto yang menampilkan kebersamaan Azram bersama wanita itu.

"Tunggu bentar! Adiba ada buktinya" Ucap Adiba sambil berdiri dari duduknya. Farhan segera menghentikan tawanya kala melihat wajah serius Adiba. Sedangkan Adiba sudah berlari menaiki tangga, mengambil hp yang tertinggal di kamarnya.

Entah kenapa Farhan yakin bahwa omongan adiknya barusan tidak benar. Farhan memang baru sebentar mengenal Azram. Tapi ia tahu dari sikap Azram. Azram bukan lelaki yang suka bermain wanita. Terlihat dari kecanggungannya saat melihat Adiba.

Adiba datang dengan nafas yang tidak teratur. Ia membuka hpnya dengan cepat kemudian menampilkannya di depan wajahnya mereka.

"Eh!" Salma yang pertama kali terkejut melihat foto yang ditunjukkan Adiba. Dan Adiba bersorak ria di dalam hati. Akhirnya ada juga yang percaya dengannya. Ternyata bukan hanya Salma, Haikal pun juga percaya. Terbukti dengan dirinya yang langsung menelfon Azram.

Tut

"..."

"Waalaikumussalam"

"..."

"Om minta kamu sekarang ke rumah om, ada yang pengen om tanyakan. Ditunggu secepatnya"

"..."

Haikal mematikan hpnya. Wajah Haikal kembali datar. Sulit untuk Adiba menebak pikiran ayahnya saat ini. Salma dan Farhan pun juga ikut diam.

Tak sampai sepuluh menit suara bel rumah Haikal terdengar. Dapat dipastikan itu adalah Azram. Salma lah yang membukakan pintu dan menyuruh Azram untuk mengikutinya menuju ruang keluarga. Begitu melihat batang hidung Azram, Haikal langsung menyuruhnya duduk. Azram pun duduk tepat di samping Farhan.

"Assalamualaikum" Salam Azram yang dijawab semua orang yang ada disana.

"Kamu habis dari mana?" Tanya Farhan yang hanya sekedar basa basi melihat Akbar yang memakai baju koko lengkap dengan sarung dan peci. Azram tersenyum.

"Abis sholat isya di mesjid" Mendengar jawaban Azram, Haikal semakin meragukan ucapan Adiba yang menuduh Azram bersama wanita lain.

"Gini jadi om mau nanya, tadi siang kamu ngapain aja?" Tanya Haikal dengan hati hati.

"Saya makan siang om di rumah makan padang" Jawab Azram. Kebingungan tiba tiba melandanya. Apakah itu yang membuat Haikal menyuruhnya kesini? Pikir Azram.

"Trus?" Kini Farhan ikut menambahi.

"Maksudnya?" Akbar malah bertanya balik. Jujur, ia semakin bingung sekarang. Apa hubungannya makan siang dirinya dengan keluarga Haikal.

"Ya kamu sama siapa makannya gitu, sama perempuan?" Farhan memperjelas maksud ucapannya sebelumnya.

"Iya perempuan" Jawab Azram. Adiba bertepuk tangan membuat semua mata memandangnya aneh. Adiba sudah berdiri sambil memberikan tatapan merendahkan untuk Azram. Ia sudah tak peduli status Azram yang notabennya adalah guru di sekolahnya.

"Tuh kan apa Adiba bilang?! Dia itu makan siang sama cewe! Berdua lagi!" Adiba sudah berkoar di ruang keluarga. Akhirnya ia bisa lepas dari jeratan perjodohan yang mengurungnya. Namun ucapan Azram selanjutnya membuat Adiba mati kutu.

"Yaa Hanum, Hanum kan perempuan" Jawab Azram dengan tampang polosnya. Farhan sudah tak tak dapat lagi menahan tawanya. Ia sudah tertawa tanpa suara sambil menepuk nepuk punggung sofa.

Wajah Adiba merah seketika. Bukan karena marah melainkan malu luar biasa. Ia segera berlari menuju kamarnya. Sudah tak ada lagi yang bisa ia lakukan. Semua kejadian hari ini terasa begitu lambat.

Benar kata orang, jika kita 'menunggu' waktu, waktu akan terasa lebih lambat berjalan. Namun jika kita menjalaninya tanpa ada rasa tekanan, waktu akan terasa biasa saja bahkan mungkin terasa lebih cepat.

Adiba membanting pintunya dengan keras. Membuat suasana di ruang keluarga canggung seketika. Azram sekarang sedikit paham dengan apa yang terjadi disini. Ia pun memutuskan untuk pulang ke rumahnya. Tak lupa dengan bersalaman dan mengucapkan salam. Farhan juga beranjak dari duduknya dan pergi ke kamarnya setelah Azram pulang.

Kini tinggallah Haikal dan Salma yang sama sama termenung.

"Yah, Bunda tau kenapa Adiba jadi begini" Ucapan Salma membuyarkan lamunan Haikal. Kemudian menatap Salma menunggu kelanjutan ucapan istrinya.

"Adiba berusaha menggagalkan perjodohan yang kita buat, karena dia sama sekali gak cinta dengan Azram" Ucap Salma lagi. Haikal termenung lagi.

"Bukannya cinta datang karena terbiasa ya? Kita dulu juga di jodohin kan? Sampe sekarang anteng anteng aja tuh. Ayah yakin suatu saat Azram dan Adiba pasti akan saling mencintai" Balas Haikal kemudian berdiri dan berjalan meninggalkan Salma seorang diri.

Dasar Ayah, sekali bilang ini ya harus diturutin gak bisa di nego sama sekali Gerutu Salma di dalam hati. Sejujurnya ia takut kalau Adiba akan tersiksa nantinya. Pernikahan bukanlah perkara yang sepele. Ia tak ingin pernikahan Adiba tanpa dilandasi rasa cinta. Pernikahan yang merenggut masa remajanya.

***

Adiba menatap bintang yang bertaburan di langit. Lengkap dengan bulan yang menjadi pemandangan primadona di malam hari. Hatinya masih dilanda gemuruh luar biasa. Angin malam yang sejuk seolah memberi ketenangan pada diri Adiba.

Mata Adiba masih meratapi indahnya bintang bintang yang diciptakan Sang Pencipta. Tiba tiba ada sesuatu yang ia ingat. Nasihat Akbar saat di atas perahu waktu itu.

"Wiih bagus banget" Puji Nala terhadap pemandangan yang ia lihat. Dan tak lupa memotret untuk kesekian kalinya. Adiba juga melakukan hal yang sama seperti Nala. Sedangkan Akbar tak henti hentinya memuji sang pencipta yang membuat pemandangan secantik ini.

"Subhanallah, bukan 'wihh bagus banget'" Nasihat Akbar. Adiba dan Nala hanya cengengesan dan mengucapkan kalimat itu bersama sama dengan pelan.

"Subhanallah..." Pujian itu keluar dari mulut Adiba. Ia harus merubah sedikit demi sedikit kebiasaan kecilnya. Tapi Adiba merasa tak ada perubahan di dirinya. Adiba sekarang tetaplah Sherly yang dikenal orang dulu. Mungkin yang berubah hanya penampilan. Sikapnya masih sama. Sikap buruk yang tak dimiliki wanita muslimah yang lain. Ucapan yang lembut serta tata krama pun mungkin tak melekat di diri Adiba.

Ohh iya gue belum sholat isya, sholat dulu deh Batin Adiba kemudian masuk ke kamarnya dan menutup pintu balkon.

Adiba menggerai sajadahnya menghadap kiblat setelah berwudhu. Kemudian memasang mukena dan mulai mengerjakan kewajibannya sebagai seorang muslim.

Setelah selesai, Adiba berdzikir. Lalu mengangkat kedua tangannya untuk memohon pada YANG KUASA.

"Ya Allah berilah hambamu keampunan atas segala dosa yang pernah hamba buat. Dan berilah hamba petunjuk untuk kemana hambamu ini harus melangkah. Juga limpahkanlah setiap keputusan yang hamba ambil dengan ridho Mu ya Allah"




ADIBA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang