Adiba 18 : Mantan

531 69 1
                                    

Tak terasa tiga bulan telah berlalu. Hari ini adalah pembagian nilai hasil kerja keras Adiba selama bersekolah selama tiga tahun di SMA Cendekia. Namun selain itu, ada satu hal lagi yang membuat kepala Adiba berkecamuk. Ia sedang dilanda kebingungan yang tak ada habis habisnya. Sudah satu minggu terakhir ini ia juga sudah tidur. Makan pun tak selera. Bahkan ketika Nala menyinggung soal Akbar, Adiba memilih menjauh. Bukan bermaksud untuk apa apa, tapi itu semua hanya akan membuat Adiba semakin bingung dan bingung. Adiba meluapkan itu semua dengan belajar yang giat. Ia ingin sungguh sungguh di ujian terakhirnya ini.

"Wihh gak nyangka gue, bisa bisa nya lo balap gue jadi peringkat tujuh, abis ketelen biji apa lo? ato gurunya kelilipan kali ya waktu ngisi rapot lo?" Nala terheran heran dengan peringkat yang di dapatkan Adiba. Biasanya Adiba selalu mendapat peringkat belasan. Dan sekarang tiba tiba naik drastis bahkan lebih tinggi dari Nala yang hanya mendapat peringkat sepuluh.

"Lo juga! Kok peringkat lo satu terus sih?! Turun sekali kali gak papa kali Haiva" Nala terus mendumel tidak jelas. Dan sekarang Haiva ikut kena imbasnya. Mungkin Nala sedang mendapat tamu bulanan.

"Makanya belajar dongg" Ucap Adiba sambil menaruh jari telunjuk dan jempol di dagunya.

"Aelahh baru juga sekali masuk sepuluh besar, udah sombongnya gak ketulungan" Sindir Nala membuat Adiba menurunkan tangannya. Keduanya saling menatap kemudian memalingkan wajahnya bersamaan lengkap dengan tangan yang bersedikap di dada.

"Eehh gak boleh marahan, apalagi kalo sampai tiga hari gak tegur teguran. Kalian tu harusnya ja.."

"Iya ustadzah Haiva" Ucap Nala dan Adiba bersamaan.

®®®

Adiba terus menuntun sepeda motornya yang mogok. Sinar matahari seolah tak pernah lelah untuk menyinari bumi. Lain dengan Adiba yang beberapa kali menyeka keringat yang membasahi wajahnya.

"Duhh, bengkel dimana sihh?! Kok gak ketemu ketemu?!" Adiba terus mendumel sepanjang jalan. Perutnya yang lapar semakin menambah penderitaan Adiba hari ini. Belum lagi baju seragamnya yang basah plus bau karena keringat.

Tinn tinn tinn!

Entah kenapa Adiba merasa klakson mobil itu tertuju padanya. Benar saja, mobil itu berhenti tepat di depan Adiba. Adiba pun memarkirkan motor matic nya. Adiba meneliti mobil yang ada di depannya. Ia agak sedikit kenal dengan mobil berwarna abu abu itu. Belum lagi stiker tengkorak besar yang ada di bagian kanan mobil. Stiker yang sama dengan mobilnya yang meledak kemarin. Hanya ada satu nama yang terlintas di pikirannya.

Nathan bukan sih? Batin Adiba menerka nerka. Ia masih ingat dengan mobil itu. Mobil dengan model yang sama dengannya. Dua sejoli yang menempelkan stiker yang sama di mobil mereka. Sebagai tanda perayaan satu bulan mereka menjalin kasih. Namun itu semua hanya tinggal kenangan.

Nathan keluar dari mobil dan berjalan mendekati Adiba. Sedangkan Adiba dengan cepat membuang pandangan ke sembarang arah.

"Pio! Kenapa? Motornya mogok yaa?" Tanya Nathan sambil melirik motor Adiba.

"Tuh tau! Pake nanya lagi, minggir" Balas Adiba ketus. Ia berniat untuk kembali menuntun motornya dan mencari bengkel. Namun ucapan Nathan menghentikannya.

"Bengkel disini masih jauh" Ucap Nathan seolah paham keinginan Adiba. Nathan merogoh sakunya mengambil hp. Kemudian mencari sebuah nama dan menelfonnya.

Tut

"Bawain motor She..Adiba ke bengkel trus antar ke rumahnya"

"..."

ADIBA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang