duapuluh lima | niat Adnan

49 7 0
                                    

"aaa...Ampun bang!nanti Atha ganti deh suer.. Aduh duh.."

"gaada yang jual kek gini Atha!"

"eh,eh..ada apa sih ini bang?! Lepasin itu adik kamu udah merah kupingnya!" lerai Ayu melihat Adnan menjewer telinga adiknya.

"itu bun, Atha ngambil cireng punya abang!" kesalnya.

"orang masih ada sisanya!" balas Atha sewot membuat Adnan melotot.

"berisik!!!" teriak Ayu jengah mendengar pertengkaran kedua anaknya itu.

"beli aja deh atau suruh si bibi bikin gausah ribut!" saran Ayu.

"gabisa bun! Ini dari Lidya spesial buat abang"

"yaudah nanti bunda suruh Lidya kesini,kalo perlu jadi mantu bunda sekalian!" putusnya final. Sembari kembali ke dapur. Adnan mengekori bundanya hendak bertanya sesuatu.

"bun.."

"hmm.."

"Lidya kapan lulus sekolah?"

"bunda bukan kepala sekolahnya bang!kenapa tanya ke bunda sih"

"abang mau khitbah Lidya" ucapnya santai.

"ohh.. APA?!"pekik bundanya kaget.

"kok bunda kaget gitu? Dari dulu aja kepengen banget" cibirnya.

"ya allah bang bunda ga nyangka, akhirnya abang mau juga"

"dulu sih abang biasa-biasa aja, tapi pas udah ketemu beberapa kali rasanya tiap hari ada aja di pikiran abang. Apalagi bunda bahagia banget kalo sama Lidya"

"ya gimana ga seneng bunda dapet menantu kayak Lidya yang shalihah pinter masak pula" "tapi bang,Lidya masih remaja lho masih labil pemikirannya apa abang siap hadapin istri yang masih panjang masa depan nya?" tanya Ayu khawatir.

"bun,abang nikah bukan berarti menghalangi semua cita-cita Lidya, abang bakal bolehin dia kuliah atau kerja asal dia tau tugas istri. Lagian abang juga gamau terus zina pikiran tiap hari" jelasnya panjang lebar.

"biar Atha juga bisa makan cireng sama bakwan jagung buatan kak Lidya lagi bun!" timpal sang adik.

"hmm alhamdulillah kalo gitu nanti bunda mau tanya sama Lidya atau tante Laras buat ngomong tentang ini, abang juga obrolin ini dulu sama ayah nanti" jelas Ayu.

"iya bun" balasnya sambil tersenyum.

******

"lo pada udah mulai belajar buat UN belum?" tanya Husnul pada keempat wanita didepannya. Mereka saat ini sedang berkumpul di ruangan rohis.

"gw sih udah coba Download ruang guru buat belajar" ucap Dinda.

"belajar kok di ruang guru, itu belajar atau ulangan susulan?" celetuk Anita enteng membuat yang lain terbahak.

"kita udah kok, ya'kan Lid?" ucap Izza yang dihadiahi acungan jempol oleh Lidya.

"ga kerasa yah tinggal tiga bulan lagi kita UN udah itu perpisahan trus ga sama-sama lagi" ucap Anita sambil menatap langit biru lewat jendela.

Mereka mendadak diam,sibuk dalam pikiran masing-masing. Entah mengapa sangat berat untuk mereka harus berpisah tak lagi berada dalam satu atap sekolah.

Serasa baru kemarin mereka memakai atribut layaknya orang gila saat MOS. Topi yang terbuat dari separuh bola plastik, kerudung yang dihiasi belasan pita warna-warni dengan kalung rempah-rempah khas indonesia bertengger di leher yang membuat orang merasa geli melihatnya.

"kalian mau kuliah atau gimana setelah lulus?" tanya Dinda memecah keheningan yang terjadi dari beberapa menit.

"gw,Anita sama Dinda niatnya mau masuk pesantren satu tahun baru deh kuliah" ucap Izza.

"gw kayaknya mau kerja sambil kuliah deh orangtua gw udah ga muda lagi soalnya" tambah Husnul.

"kalo lo Lid?"
Gadis itu mengembuskan nafas pelan. Ia jadi terpikirkan sang mamak di rumah.

"Dya sih pengen kuliah,itupun kalo ada beasiswa tapi Dya juga gamau jauh-jauh dari mamak." ucapnya sambil menunduk.

Lidya ingin sekali kuliah,namun mengingat Laras yang tak lagi muda dan hanya bekerja sendiri membuat gadis itu berfikir dua kali untuk kuliah dengan biaya yang tidak sedikit.

Ayahnya dulu hanya bekerja di salah satu tambang pasir milik temannya meskipun tidak banyak uang yang ia dapatkan namun dapat membeli rumah yang Lidya dan keluarganya tempati saat ini,juga berhasil membawa dua anaknya mengenyam bangku perkuliahan.

Saat itu terkadang Ayahnya Lidya yang sering disebut babeh oleh putri bungsunya itu rela tak pulang ke rumah selama berhari-hari hanya untuk anak dan istrinya. Pekerjaannya itu telah mengubah kulit Rasyid yang tadinya putih menjadi hitam terpapar sinar mentari yang terik.

Perjuangan Ayahnya tidak mudah, sejak saat itu Lidya bertekad untuk belajar sekeras mungkin agar sang ayah bangga padanya hingga ia suksen nanti. Namun takdir berkata lain, sebelum lulus masa putih abu nya,Rasyid harus pergi meninggalkan Lidya bersama 2 kakaknya dan tentunya Laras yang baru merintis bisnis catering miliknya.

Namun Lidya sadar, bahwa menangisi takdir saja tidak akan merubah atau mengembalikan Rasyid ke sisinya. Gadis itu berusaha kuat ditengah hiruk pikuk kota yang semakin bertumbuh pesat. Sang mamak dan 2 kakaknya selalu memberi kekuatan pada Lidya bahwa gadis itu tidak sendirian. Masih ada Orang-orang yang menyayangi nya hingga sekarang.

"ehh Kira-kira siapa yang bakal nikah duluan coba?"

"pikiran lu udah ke nikah aja" ucap Dinda menoyor kepala Husnul.

"Lidya kali" balas Anita.

"aamiin.. " kompak semua menoleh kearah Lidya yang mengaminkan ucapan Nita tadi.

"kenapa? Itu kan doa,baik pula kenapa ga diaminkan? Padahal Dya mau bilang kalo Nita yang bakal duluan sama komeng" ucapnya diakhiri senyum membuat pipi Nita merona.

"Dih najis lo malah blushing gini Nit?" ujar Husnul,"dasar tukang latah!"

Semua tertawa menonton adegan konyol tersebut.

******

Saat ini motor Lidya bukan berada pada jalan pulang. Gadis periang itu hendak mampir sebentar ke suatu tempat. Obrolan soal apa yang akan mereka lakukan setelah lulus beberapa bulan lagi membuat Lidya perlu untuk mencurahkannya pada seseorang.

Ia telah sampai ditujuan kemudian memarkirkan motornya. sedikit berjalan menuju tempat yang dimaksud, disinilah Lidya berada. Gadis itu menatap sendu gundukan tanah merah yang terpasang nisan atas nama Rasyid bin Jasman.

Lidya membersihkan makam babeh nya yang ditumbuhi rumput-rumput kecil, mengirimkan alfatihah berserta doa-doa lain yang ia persembahkan untuk Cinta pertamanya itu.

"Suatu ketika saya sedang duduk-duduk bersama Rasulullah ﷺ. Tiba-tiba ada seorang laki-laki dari sahabat Anshar sowan. Ia bertanya kepada Rasul, 'Ya Rasul, apakah saya bisa berbaik budi kepada kedua orang tua saya yang sudah meninggal?' Rasul lalu menjawab, 'Iya, ada empat hal, yaitu (1) mendoakan mereka, (2) memohonkan ampunan untuk keduanya, (3) menunaikan janji mereka dan memuliakan teman mereka, dan (4) menjalin silaturahim dengan orang-orang yang tidak akan menjadi saudaramu kecuali melalui perantara ayah-ibumu. Itulah budi baik yang harus kamu lakukan setelah mereka meninggal'." (Musnad Ahmad: 16059)

Https://islam.nu.or.id

"Beh.. " Lidya menyapa gundukan tanah didepannya.

"Dya disini beh,babeh apa kabar?"

******

Sekian jazakumullah khairan..
Kalian baca cerita ini gratis kok bayarnya cuman pake vote hehe..

Jangan lupa bersyukur ^^

Pelangi Untuk Lidya (Completed✔️) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang