tigapuluh tiga | berhasil jadi matahari

44 7 0
                                    

"mas es?" Lidya terperangah melihat siapa yang baru saja mengucap salam kedalam rumahnya.

Semua menoleh kearah Lidya yang menggumamkan panggilan untuk Adnan.

"ma-maksud Dya kak Adnan" Lidya menepuk-nepuk bibirnya yang tak tahu tempat saat bicara.

"duduk Nan" titah Laras pada pria yang masih berdiri disamping sofa.

Adnan terseyum, "maaf telat"

"jadi, kedatangan kami disini hendak mengkhitbah nak Lidya untuk anak sulung saya Adnan"

"uhukkk...uhukkk..!

Lidya tersedak salivanya sendiri mendengar ucapan Thariq yang to the point. Wajahnya sudah memerah akibat terbatuk tadi.

"bagaimana sayang? Kamu mau kan?" tanya Ayu penuh kelembutan pada Lidya yang membuat gadis itu kikuk.

"bukanya Lidya sudah memberi jawabannya Yu?" tanya Laras pada Ayu.

Batin Lidya ingin sekali berteriak ia tidak menyangka seorang Adnan Rahman yang baginya sangat dingin tiba-tiba datang untuk meminangnya di usianya yang baru 18 tahun ini.

Ada rasa aneh yang menyelusup kedalam tubuhnya yang belum ia pahami ditambah debaran jantungnya yang bertalu-talu saat ini.

"takutnya Lidya berubah pikiran mbak" jawab Ayu sambil terkekeh.

"cantik ya bang kak Lidya" bisik Atha pada Adnan segera menutup mata adiknya dengan paksa membuat sang adik menepak tangan abangnya itu.

"saya setuju saja tapi gatau deh kalo Lidya" ucap Laras melirik anaknya.

"em-anu boleh Dya ngobrol bentar sama kk-kak Adnan?" ijin Lidya dengan hati-hati namun mengundang senyum penuh arti dari semua yang sedang duduk di ruang tamu.

"ngobrolnya di depan aja, biar kita masih bisa pantau tapi ga kedengeran kok" ucap Hesti menggoda.

Adnan mengangguk kemudian berdiri hendak menuju halaman depan rumah diikuti Lidya dibelakang nya.

"ngomong apa?" tanya Adnan sambil memandang lurus jalanan kompleks didepannya.

"ah, iya hmm..t-tapi kakak jangan marah ya" Adnan hanya tersenyum. Senyum yang masih sama. Begitu manis dan mampu menambah debaran jantung Lidya yang semakin menggila. Gadis itu segera mengalihkan pandangannya menahan rasa panas di pipinya.

"kenapa kakak pilih Lidya?" pertanyaan yang membuat alis tebal Adnan bertaut. Tak kunjung dapat jawaban Lidya meneruskan kalimatnya.

"M-maksud Dya, kan kakak sama Dya sama-sama belum lulus, k-kenapa memutuskan untuk menikah muda?" gadis itu menghela nafas lega setelah berhasil melontarkan pertanyaan tadi meskipun dengan sedikit gugup.

"kamu takut saya belum mapan? Saya sudah punya res-.."

"bb-bukan itu!" sanggah Lidya sebelum Adnan menyelesaikan kalimatnya.

"Dya udah tau kakak punya restoran sebelum Dya tau kalo kak Anan juga yang khitbah Dya" ucapnya sambil menunduk.

"lalu?"

"Dya.. Merasa ga sebanding sama kakak" cicitnya namun masih bisa didengar oleh Adnan.

Gadis itu merasa tidak pantas menjadi pendamping Adnan. Pria itu terlalu sempurna bagi Lidya yang hanya seorang yatim yang hidup sederhana sedangkan Adnan dengan wajah rupawan dan harta yang bisa dibilang bergelimang ia layaknya pangeran dalam dunia nyata.

Bagi Lidya Adnan seperti gedung tinggi menjulang. Rasa minder itu entah mengapa membuat Lidya ragu akan keputusannya kali ini.

"saya tidak peduli status kamu" ucapnya tegas.

"tapi itu yang bikin Dya ragu, apa wanita seperti Dya yang kekanak-kanakan dan status Dya yang beda bisa jadi istri kakak?" ucapnya parau.

Adnan terdiam, mengapa Lidya yang ceria bisa merasa rendah diri seperti ini. Demi apapun Adnan tidak mempermasalahkan status mereka. Adnan ingin bersama Lidya bukan untuk gadis itu merasa semakin rendah.

"Lidya.." panggil Adnan membuat gadis itu menoleh.

"saya ingin menjadikan kamu pelengkap iman saya, menjadi makmum saya, jadi ibu dari anak-anak saya, jadi pendamping ibadah terlama bersama saya, jadi sumber kebahagiaan dan semangat saya. Bukan sebagai orang yang saya kasihani

saya pilih kamu karena agama kamu, akhlak mu, kecerdasan kamu, sifat kamu yang penyayang dan senyum kamu yang membawa kebahagiaan pada orang lain terutama saya" penjelasan Adnan yang panjang lebar, tegas dan tanpa bertele-tele membuat Lidya seakan terpana. Bagaimana bisa sikap dinginnya mencair secepat itu meskipun wajahnya masih datar.

Ada rasa hangat yang menjalar ditubuh Lidya. Darahnya berdesir mendengar jawaban Adnan yang begitu yakin.

"apa Dya berhasil kak?"

"berhasil?" Adnan membeo.

Gadis itu mengangguk yakin namun belum dimengerti Adnan.
"berhasil jadi matahari nya kakak, tadi aja udah cair sikapnya hehe.." ucapnya tanpa beban.

Ya tuhan, Adnan dibuat specless pada sikap Lidya yang sudah jadi ceria. sekarang ia malah bertanya hal menggemaskan seperti tadi.

"iya berhasil" singkatnya sambil tersenyum. Meskipun bukan pertama kali melihat senyum itu hati Lidya tetap saja menghangat.

"yaudah yuk masuk lagi" ajak Lidya merasa keraguan nya telah hilang setelah berbicara dengan Adnan.

"wah serius bener ngobrol nya bang" celetuk Ayu saat dua sejoli itu kembali ke ruang tamu.

"kan mau diseriusin ngomong aja harus serius ya'kan dek?" goda Hesti.

"teh..!" Laras memperingati.

"jadi, mau tanggal berapa nih?" Thariq mulai bertanya tanggal pernikahan.

"seminggu setelah Ujian Nasional gimana?" saran Ayu.

"boleh tuh, setuju ga dek?" Laras ikut bertanya.

Lidya sedikit melirik Adnan yang ternyata sedang menatapnya meminta jawaban.

"hmm.. Segimana baiknya aja Dya ikut"

"abang?" Ayu menoleh kearah Adnan. Pria itu hanya mengangguk saja.

"Lidya mau minta mahar apa?" tanya Thariq pada calon mantunya.

"huh? Em-emang harus?"

"minta aja sayang, insyaallah Adnan sanggup"

"jangan minta seperangkat alat shalat sama masjidnya lo dek!" canda Hesti membuat semuanya terbahak kecuali Lidya yang kini melotot kearah sang kakak.

"Dya mau seperangkat alat shalat sama buku aja bun" jawab Lidya simple.

"Masyaaallah sederhananya mantu bunda ni" puji Ayu dan yang gadis itu lakukan adalah hanya tersenyum.

"aku yakin, keraguanmu akan status sosial itu bukan murni dari dirimu. Kamu hanya takut cibiran orang lain yang mungkin menganggapmu seorang yang gila harta. Namun lihatlah mahar yang kau pinta saja hanya alat sholat dan buku. Sangat menggambarkan bahwa dirimu bukan wanita yang haus akan emas permata"
Batin Adnan terseyum.

"teruntuk kak Adnan Rahman Athariq, terimakasih telah memilih Dya yang berisik, Dya yang gamau diem, Dya yang suka minder, Dya yang kadang pengecut, Dya yang oon dan banyak lagi kekurangan Dya yang mungkin membuat kepala kakak panas. Semoga dengan semua kekurangan Dya tidak membuat kakak mundur untuk terus bersama Lidya Khalida Larasati"

*****

Jazakumullah khairan udah baca..
Makin gaje aje ye'kan
Sempet ga mood nulis karena dihujat kakak sendiri wkwk. Suwer deh aku mending ga di beri dukungan Nulis atau keluarga tau tapi diem-diem aja menurut ku lebih baik daripada ngehujat tulisan aku dan ga percaya readersnya udah ratusan meskipun ga sebanyak Orang-orang yang udah ratusan ribu atau milyaran wkwk..✌

Yok lah bagi yang ga di dukung tetep semangat! Buktiin kalo penulis amatir kayak aku atau kalian yang baru-baru nulis bisa bikin tulisan yang layak untuk dibaca dan kalo bisa dinovelkan muehehe..

Dah ah jadi curhat aja!
Jangan lupa fhalaw wattpad dan ig aku yak
@DinaLarasatiii
@dina_larasatiii

Pelangi Untuk Lidya (Completed✔️) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang