duapuluh sembilan | fitnah yang kejam

44 7 0
                                    

Senin bisa dibilang hari yang tidak disukai banyak orang. Hari Senin pula mengharuskan libur mereka harus berakhir dan memulai aktivitas seperti biasanya.

Apalagi bagi para murid yang sangat tidak menyukai upacara bendera yang dianggap membosankan ditambah terik matahari dengan sombongnya menyinari bumi membuat gerah hingga keringat membasahi pelipis.

Lain bagi Lidya,ia tak membenci namun tidak pula menyukai. Gadis itu hanya bersyukur dapat merasakan kembali Senin yang cerah namun tak dipungkiri ia juga sedikit merasa gerah apalagi dengan kerudungnya yang 2x lebih lebar dari siswi yang lain.

"Pintu-pintu Surga di buka pada hari Senin dan Kamis. Maka semua hamba yang tidak menyekutukan Alloh dengan sesuatu apapun akan diampuni dosa-dosanya, kecuali seseorang yang antara dia dan saudaranya terjadi permusuhan. Lalu dikatakan, 'Tundalah pengampunan terhadap kedua orang ini sampai keduanya berdamai, tundalah pengampunan terhadap kedua orang ini sampai keduanya berdamai, tundalah pengampunan terhadap orang ini sampai keduanya berdamai." (HR. Muslim)

Gadis itu fokus mendengarkan nasihat kepala sekolah yang ditujukan kepada kelas 12 yang beberapa bulan kedepan akan melaksanakan ujian nasional. Di depan sana pak Suparman selaku kepala sekolah memberikan wejangan yang cukup panjang membuat beberapa murid berdecak sebal.

"ehh astagfirullah!" Lidya tersentak mendapati Qori teman sekelasnya jatuh pingsan tepat di depan matanya.

Lidya dengan segera melepas jarum pentul yang mengaitkan kerudung Qori. Melonggarkan dasi serta sabuk agar Qori dapat leluasa bernafas.

"David! Tandu!" ucapnya sedikit berteriak.

Sebenarnya Lidya saat kelas 10 mengikuti ekstra kulikuler PMR hingga saat serah terima jabatan gadis itu terpilih menjadi Ratu PMR atau bisa dibilang ketua wanita di PMR. Maka dari itu ia mengetahui tindakan yang harus dilakukan jika seseorang pingsan dan memanggil adik kelasnya yang bertugas jaga di barisan belakang tadi.

Kesibukannya saat kelas 12 mengharuskan Lidya untuk mengurangi aktivitas nya yang padat dan memutuskan untuk berhenti di kenaikan kelas kemarin.

"satu, dua, tigaa.." aba-aba yang Lidya ucapkan ketika hendak memindahkan Qori keatas tandu.

"tolong buka sepatu sama kaoskaki nya" perintah Lidya pada adik kelasnya yang berada di samping kaki Qori.

Empat pria dua wanita termasuk Lidya mengangkat Qori menuju ruang Uks menggunakan tandu untuk diberikan pertolongan lebih lanjut.

"permisi, permisi" ucap Lidya membelah kerumunan agar memberikan jalan untuk mereka membawa korban.

Mereka akhirnya sampai di ruang Uks yang untungnya tidak jauh dari lapangan.

"ini kak" ucap adik kelas sembari menyerahkan minyak kayu putih kepada Lidya.

"makasih"
Lidya menuangkan beberapa tetes ke telapak tanganya kemudian mengoleskan ke arah kening dan tangan Qori. Tak lupa ke pangkal hidungnya berharap Qori segera sadar.

Perlahan mata Qori terbuka namun masih terlihat lemas. Lidya yang melihat itu langsung mengambil air hangat untuk Qori agar keadaannya semakin membaik.

"minum dulu.." dengan lemah Qori mengangguk.

"belum sarapan ya?" tebak Lidya yang dijawab senyum tipis Qori.

"mau sarapan?" tanya Lidya namun Qori menggeleng.

"ini saya ada roti kak" ucap David menawarkan sebungkus roti.

"makasih ya tapi jangan makan roti ah,ga baik buat pencernaan" tolak Lidya yang sedikit tahu bahwa roti tidak kaya serat yang dapat menyebabkan sembelit. Gadis itu juga sering menolak sarapan roti kecuali jika waktu mendesak.

Pelangi Untuk Lidya (Completed✔️) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang