Part 18

90 14 1
                                    


Pagi tadi dan beberapa pagi sebelumnya aku selalu dibangunkan bunda, kadang terlambat dan kadang bangun juga saat mataku memang sudah enggan dipaksa terpejam. Lalu sarapan dengan percakapan yang irit, berpamitan kemudian menunggu metro mini di pinggir jalan. Meskipun Yardan dan Fazaira selalu datang membujuk agar aku mau diajak berangkat bersama, tapi aku enggan. Joni juga kuanggurkan di bagasi, melihatnya membuatku merasakan sakit mungkin dia juga terluka sebab ditinggal pemiliknya.

Hm, Dia yang asing masih saja datang seperti parasit. Kukira dia bekerja sampingan menjadi radio rusak di metro mini yang tak bosan-bosannya berbicara tanpa lawan. Entah apa yang dia inginkan, jika hendak berbuat jahat terhadapku mengapa tidak melakukannya langsung saja tak perlu mengajakku berbasa-basi di metro mini. Iya, hanya di metro mini sebab jika sudah turun di sekolah dia akan berubah. Menghilang dan menjadi tak ramah berbeda ketika kami sedang duduk di kendaraan umum yang sudah tua itu.

Aku sedang berada di kantin, duduk di bangku pojok sendiri untuk menengggelamkan diri dari keramaian. Aku sudah tak marah lagi pada Fazaira hanya saja ia dan Yardan sedang terlihat sibuk dengan urusan osisnya jadi tidak menemaniku duduk di sini. Aku menundukkan wajah di antara kedua tanganku yang kulipat di atas meja. Aku belum memesan apa-apa, tapi ketika mengangkat kepala, segelas jus Alpukat tanpa gula sudah ada di atas meja itu lengkap dengan sobekan kertas dengan tulisan di bawahnya.

"Jus Alpukat tanpa gula untuk Queen Aurora. Tak perlu berterima kasih, cukup minum dan tersenyumlah atau semesta akan marah!"

From: kawan semesta-

Siapa yang sedang tak ada kerjaan melakukan hal ini. Mengajak bermain-main saat moodku sedang tak baik. Aku menatap sekitar, semua sibuk dengan aktivitas masing-masing. Siapa yang bisa kutuduh melakukan ini? Tunggu, ada yang menatapku, tersenyum lembut meskipun terlihat bersembunyi. Apa ini ulahnya? Tapi dimana dia tahu minuman kesukaanku yang selalu dianggap aneh oleh Kang Ucup. Katanya jika semua pembelinya sama sepertiku memesan minuman tanpa gula, dia akan cepat kaya dan bisa naik haji. Harga gula kan memang sedang mahal.

"Aku gak butuh ini dan berhenti menggangguku!" ucapku datar lalu mengembalikan gelas berisi jus itu di hadapannya. Dia kaget, jelas. Mungkin menurutnya aku akan luluh lalu meminum jus itu dan mati di tempat sebab sudah ada racun mematikan yang telah ditaburkan di dalamnya.

"Maksudnya apa?" Reza yang sebenarnya bukan lawan bicaraku malah angkat bicara saat salah seorang kawannya kuperlakukan tak ramah.

"Bilang sama temanmu, berhenti menggangguku," jawabku tegas. Dia menatap kawannya seolah meminta penjelasan, tapi bukannya menjawab dia hanya diam dan terlihat tak tahu harus melakukan apa. Dugaanku benar bukan, dia pelakunya. Aku pergi meninggalkan mereka yang masih sama-sama diam.

Sudah beberapa hari ini aku tidak melanjutkan menulis kisah tentang raja dan ratu. Semangatku hilang. Semenjak Adhit pergi, aku juga sudah tak pernah lagi duduk di pinggir telaga, ada di sana akan membuatku menangis dan semesta tak suka itu, aku pasti akan dimarahi. Aku takut. Jadi, kuputuskan pulang cepat, duduk melamun di metro mini lalu mengunci diri di dalam kamar tanpa melakukan apa-apa. Novel-novel tebalku tidak lagi mau kusentuh. Banyak diantara novel itu kubeli bersama Adhit.

Sore ini aku akan melakukan hal yang sama, pulang cepat dan menolak ajakan Fazaira untuk mengantarku pulang.

"Yesha, di angkutan umum itu banyak banget kejahatan yang bisa terjadi. Lagian, kamu pasti gak nyaman naik kendaraan itu. Sumpek, Sha. Mending pulang bareng kami aja."

"Gakpapa Ra, aku seneng kok bisa naik metro mini. Lagian, aku gak mau nyusahin kalian. Rumah kita kan gak searah."

"Sampai kapan mau keras kepala begini? sangat kekanak-kanakan!" ucap Yardan datar yang berhasil dihadiahi injakan kaki oleh Fazaira.

R A S ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang