Hari libur ini Reza dan kawan-kawannya berkumpul di rumah Reza. Bukan untuk membicarakan perihal turnament basket yang akan mereka hadapi sebentar lagi. Tapi mereka sedang menyusun rencana licik untuk memberi pelajaran pada Ayesha, gadis yang menurut mereka sudah membuat sahabatnya berubah. Memukuli Arbian habis-habisan seperti beberapa waktu yang lalu sepertinya tidak membuat mereka puas.
Mereka sudah menemukan cara, tinggal menunggu tanggal mainnya saja. Reza memang terkenal licik, kekuasaan papanya di sekolah selalu dijadikan alasan. Dia hanya punya beberapa teman yang lebih mirip kacung-kacungnya. Dia suka melihat orang tersiksa karenanya.
***
Sore ini aku pulang dengan perasaan yang tak bisa kutebak. Seharusnya aku bahagia sebab tidak ada alasan yang bisa membuatku bersedih. Benar, aku harus terlihat bahagia. Sore ini aku pulang diantar Arbian dengan sepedanya. Sengaja dia membawa sepeda karena aku yang meminta.
"Makasih yah untuk hari ini," ucapnya sebelum pamit pulang setelah kami sudah tiba di depan rumahku.
"Terima kasih kembali. Kamu gak mau mampir dulu?"
"Udah sore banget. Lain kali aja deh. Aku pulang dulu yah."
"Ohiya oke. Hati-hati."
"Sampai besok Putri Ayesha," ucapnya kemudian berlalu. Putri Ayesha lagi? Sebenarnya aku lebih suka dia memanggilku Queen Aurora. Dasar, kawan semesta sulit sekali ditebak.
Aku memarkirkan Joni di tempat biasa sembari bersenandung pelan. Aku tidak perlu membuka pintu sebab Fazaira sudah menyambutku di sana dengan tangan yang dilipat di dada juga tatapan tak suka.
"Eh, kamu Ra. Udah lama?"
"Dari mana aja?"
"Hm, dari Taman. Muka kamu kenapa sih, ditekuk gitu. Habis dimarahi Tante Syida?" tanyaku saat melihat wajahnya yang tak ada ramah-ramahnya.
"Itu tadi beneran anak kelas sebelah?"
"Arbian? Iya. Itu dia. Emang kenapa?"
"Pokoknya kamu utang banyak penjelasan sama aku. Sini masuk cepetan." Fazaira menarik tanganku masuk. Memintaku buru-buru mengikuti langkahnya.
"Bunda Yesha udah pulang," itu bukan aku yang berteriak, tapi Fazaira. Saat kutatap dengan tatapan tak terima dia hanya tersenyum lalu mengatakan, "Aku wakilin."
Kami masuk di kamarku lalu dia mendudukkan aku di kursi meja hias. Anak ini kenapa lagi.
"Yesha, aku udah bilang berhenti berteman sama Arbian kalau kamu gak mau kenapa-kenapa!"
"Aduh, udah berapa kali sih aku bilang. Dia beda Ra. Dia gak sejahat Reza," balasku membela Arbian. Dia menggaruk kepalanya frustasi. Kemudian melangkah ke meja yang isinya adalah kumpulan bunga matahari yang selama ini dikirimkan Arbian. Lengkap dengan surat-surat yang menyertainya.
"Oke. Kita bahas yang lain. Bisa jelaskan tentang ini? kalian mulai semua ini sejak kapan?"
"Hmm, sejak aku memutuskan untuk naik sepeda lagi," ucapku sembari menghampirinya dan meraih satu tangkai bunga matahari dan menciumnya.
"Ini dari..."
"Iya. Dari Arbian. Dia baik Ra, kamu hanya perlu mengenalnya lebih dekat," ucapku cepat memotong kalimatnya.
"Arbian?" tanyanya dengan tatapan tak percaya.
"Gak nyangka yah?" dia menggeleng cepat.
"Sudah kubilang kan, kamu gak perlu khawatir dia bakal jahat sama aku. Orang dia manis gini kok," ucapku bangga.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
R A S A
Teen FictionKisah ini tentang Ayesha, si gadis penyuka sepi namun juga bukan pembenci ramai. Bersama sahabat-sahabatnya kisah SMA dilaluinya dengan banyak cerita. Prinsipnya laki-laki idaman itu yang seperti ayah, humoris dan romantis. Jadi, jangan heran jika a...