Didi mengetuk pintu ruang guru kemudian melangkah masuk hendak menemui Bu Mawang, guru yang katanya memanggil Adhit. Ruangan ini terlihat sepi mungkin karena sekarang waktu jam mata pelajaran terakhir sudah dimulai, guru-guru pasti sedang mengajar. Ia celingak-celinguk mencari ruangan yang hendak ditujunya. Ada satu pintu ruang yang tidak tertutup. Didi mengintip di luar tanpa bermaksud untuk masuk dulu. Di dalam Bu Mawang terlihat sedang berbicara serius dengan seorang tamu.
"Sebenarnya kami berat pak melepaskan siswa berprestasi seperti Adhit, tapi kalau itu sudah keputusan pihak keluarga kami tidak bisa apa-apa."
Didi mengerutkan keningnya, mendengar ucapan Ibu Mawang. Ia semakin mendekat tanpa memperlihatkan dirinya.
"Maaf bu, sepertinya dia memang harus pindah ke Jakarta."
Didi terbelalak, siapa laki-laki yang tengah mengobrol dengan Bu Mawang di dalam, mengapa ia mengatakan bahwa Adhit akan pindah ke Jakarta. Didi hendak kembali ke kelas memberitahukan hal ini pada Adhit, tapi baru saja ia berbalik, kakinya tak sengaja menyenggol tempat sampah di belakangnya.
"Siapa di luar?" tanya Bu Mawang dari dalam. Mau tidak mau, Didi harus masuk karena jika tidak Bu Mawang akan curiga.
"Didi bu," jawabnya cengengesan sembari masuk ke dalam ruangan.
"Ada apa Aryadi? Kok kamu ada di luar?"
"Anu bu, sebenarnya tadi saya sudah mau masuk, tapi gak enak karena ibu ada tamu."
"Oh begitu, memangnya ada apa?"
"Tadi katanya ibu panggil ketua kelas, nah kebetulan ketua kelasnya lagi gak ada bu. Makanya saya yang mewakili."
"Adhitama kemana?"
"Hmm, anuu bu. Ke itu..."
"Kemana?" laki-laki yang duduk di depan Bu Mawang ikut bertanya.
Sebenarnya Didi sedang khawatir, jika ia memberitahu keberadaan Adhit bisa-bisa Adhit dibawa pergi sekarang. Tidak, itu tidak boleh terjadi. Ia sudah tahu, Adhit tidak suka dengan Jakarta dan apa-apa yang ada di sana itulah mengapa ia memilih pindah ke Bandung.
Flashback
Pagi itu adalah hari pembagian nilai hasil ujian semister genap itu artinya besok dan dua minggu kedepan Ayesha dan semua murid di sekolahnya tidak diperkenankan ke sekolah alias libur. Harusnya semuanya bahagia tapi, Ayesha terlihat murung. Tak ada yang bisa menebak penyebab kesedihan gadis itu kecuali, Adhit. Semua tentang Ayesha tak mungkin luput dari pengetahuannya.
"Udah dong, kok sedih gitu. Semister depan kita berusaha lebih keras lagi deh."
Ayesha diam tak merespon sampai akhirnya Adhit menggenggam tangannya dan memaksa gadis itu menatapnya.
"Bukannya kata bunda kita berlomba dan menjadi yang terbaik bukan bertarung dan saling menjatuhkan. Mungkin usaha kita belum maksimal, Sha. Jadi, jangan berpikir untuk menjatuhkan Yardan."
"Kurang maksimal gimana lagi Adhit? Aku begadang tiap malam untuk kuasain materi, tapi lagi-lagi Yardan masih nomor satu."
"Kamu hebat bisa mempertahankan peringkat kedua. Daripada aku cuman nomer empat."
"Karena kamu tidak berusaha."
Kali ini Adhit diam, di semister lalu Adhit ada di posisi tiga, tapi di semister ini nilainya menurun dan posisi ketiga direbut teman lain. Bukan tidak mau berusaha, semister ini dia hanya fokus membantu Ayesha belajar tanpa ikut belajar. Ia sudah tau target pencapaian sahabatnya itu. Harus ada di peringkat pertama dengan nilai fantastik yang akhirnya bisa membawanya menjadi salah satu penerima beasiswa kedokteran di Universitas Indonesia. Ia hendak membanggakan bunda katanya, ingin belajar keras hingga kelak bisa sukses dan membalas semua pengorbanan bunda selama ini. Ia harus bekerja lebih keras seperti bunda.
![](https://img.wattpad.com/cover/220255805-288-k565001.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
R A S A
Novela JuvenilKisah ini tentang Ayesha, si gadis penyuka sepi namun juga bukan pembenci ramai. Bersama sahabat-sahabatnya kisah SMA dilaluinya dengan banyak cerita. Prinsipnya laki-laki idaman itu yang seperti ayah, humoris dan romantis. Jadi, jangan heran jika a...