Flashback
Ayesha Aurora Dipta adalah seorang gadis pecinta sepi, dia sangat suka sendiri meskipun tak juga membenci ramai. Hobinya membaca buku. Ia lahir tanpa pernah melihat ayah sebab Tuhan lebih mencintainya. Hanya seorang perempuan tangguh yang sering dipanggilnya Bunda yang selalu ada untuknya. Sejak kecil, bundanya sangat khawatir Ayesha tak bisa ia beri banyak pengetahuan sebab ia harus bekerja keras untuk kehidupan mereka yang lebih baik. itulah mengapa, sejak kecil Ayesha dibiasakan membaca buku agar ilmu bisa ia dapatkan dari sana. Buku memang temannya yang paling setia, teman baik yang selalu mengajarkan banyak hal.
Sore ini dia duduk di taman sekolah, sengaja ia belum pulang sebab sedang menunggu Adhit. Padahal mereka bersamaan keluar kelas hanya saja tadi Adhit bilang mau membeli minum dulu di kantin. Sudah beberapa menit Ayesha menungg, tapi Adhit tak muncul juga. Laki-laki itu seperti biasa harus meladeni fans-fansnya yang meminta foto atau sekedar berbasa-basi dengannya. Adhit memang hampir dikata sempurna, untuk orang yang tak begitu akrab dengannya ia akan melihat sosok Adhit yang ganteng dan juga ramah. Senyumnya mampu memikat hati kaum hawa yang memandanganya.
Untuk mengusir bosan saat menunggu, Ayesha mengeluarkan novel tebal juga kacamata bulatnya. Ia mulai membaca buku itu yang sudah hampir di penghujung lembaran. Saat ini sekolah masih ramai, Fazaira dan Yardan juga masih ada di ruang osis, juga beberapa teman lain yang masih asik ber-ekskul. Ayesha tidak mengikuti oraganisasi di sekolah, tapi rutin mengirim tulisan yang kemudian dipajang di mading sekolah.
BRAKKK!
"AWWWW!" aduhnya kesakitan.
Ayesha memegangi kepalanya saat benda keras tiba-tiba menghantam entah dari arah mana. Kacamatanya jatuh, tapi tak dipedulikan lagi, kepalanya memberat. Hampir ia terjatuh untung saja tangan kekar Adhit tiba-tiba datang menopangnya dari samping.
"Eh. Kamu gakpapa?" tanyanya dengan nada khawatir.
Ayesha tak menjawab, matanya masih terpejam dengan bibir yang terus meringis. Adhit memperbaiki posisinya meminta ia bersandar di bangku yang sedang didudukinya.
"Bentar yah."
"Eh, Dhit. Kamu mau kemana?" cegah Ayesha saat ia melihat Adhit dengan kilatan emosi mengambil bola basket yang tadi mengenai kepalanya. Adhit tak menjawab, karena keseimbangan Ayesha belum pulih ia tak bisa berbuat banyak.
"Adhit, aku gakpapa!" teriaknya namun, tak dipedulikan oleh Adhit.
Adhit mempercepat langkahnya menuju tiga orang di tengah lapangan. Ia tampak sangat marah, rahangnya mengeras juga sorot mata yang membara. Ia menghempaskan bola itu kuat yang hampir saja mengenai seorang di antara mereka.
"Wetss, bro! Santai dong," ucap Reza, orang yang sepertinya mengetuai kelompok itu. Dia anak kelas sebelah yang terkenal sok berkuasa sebab papanya kepala sekolah.
"Sekarang ngaku, siapa yang tadi lemparin bola ini ke gadis yang duduk di sana?" tanyanya dingin.
Mereka saling memandang.
"Siapa nih?" tanya Reza dengan senyum jahil ke arah teman-temannya.
"Siapa yah?" yang lain ikut bersuara.
"Kalau dijawab dapat hadiah kulkas dua pintu gak? Hahahah," mereka tertawa. Dipikirnya ini lelucon apa.
"Gua serius!" ucap Adhit tegas sembari menggenggam kuat kerah baju Reza. Ia tak seperti Adhit biasanya yang ramah dan suka bercanda, kali ini ia sedang serius.
"Wets, anak Jakarta marah nih," ucap Reza masih meledek.
Adhit benar-benar dibuat geram, ia hampir saja melayangkan kepalan tangannya ke wajah Reza andai saja tak ada Yardan yang menahan.
"Apa-apaan sih. Kalian kayak bocah aja. Ada apa?" tanya Yardan. Semua juga mengenal Yardan, siapa yang tidak kenal dengan ketua osis.
"Ini loh, ada yang marah karena pacarnya kena bola. Hahah."
"Apa yang lucu? Bukannya minta maaf kalian malah diam di sini. Laki bukan lo?!" teriak Adhit yang masih saja emosi.
"Udah-udah. Dhit, lepasin. Sabar dong," ucap Yardan. Ia melirik ke arah taman, Ayesha masih di sana menggenggam kepalanya yang tak kunjung membaik.
"Eh, yang salah itu cewek kamu. Ngapain juga duduk di sana sambil baca. Membaca itu di perpustakaan jangan di taman," balasnya.
"Eh, mau-mau dia dong mau baca di mana. Ini tempat umum, bukan tempat yang dibangun pake uang bokap lo!"
"Stop! Oke, sorry. Aku minta maaf, tadi aku yang gak sengaja lempar bolanya ke arah sana," ucap Arbian orang yang memang tak sengaja mengenai kepala Ayesha dengan bola basket.
"Gak gak gak! Dia gak minta maaf, Arbian tarik kata-kata kamu. Kita gak salah. Ceweknya aja yang gak tahu tempat," Reza memotong kalimat Arbian.
"Urusan kamu apa ngelarang orang minta maaf?" kini Yardan juga sudah terlihat emosi.
"Duh, udah dong! Adhit ayok pergi. Aku gakpapa kok," ucap Ayesha saat sudah berdiri dengan keseimbangan yang belum sepenuhnya baik.
"Sha, kenapa berdiri sih. Tunggu aja di sana."
"Gak Adhit. Ayo kita pulang!" paksa Ayesha sembari menarik lengannya menjauh.
"Urusan kita belum selesai yah," ucap Adhit seperti sebuah ancaman.
"Gak.Udah selesai, gak usah minta maaf," timpal Ayesha.
Mereka pergi, tapi Yardan masih di sini. Pertanyaannya belum dijawab.
"Arbian, saya saranin kamu minta maaf langsung saja sama Ayesha. Dia pasti memaafkan," ucapnya datar. Arbian mengangguk, tapi Reza buru-buru bersuara.
"Gak ada yang bakal minta maaf."
"BRUKK!" satu tinjuan berhasil melayang ke wajah Reza. Hanya sekali, tapi sudah mampu membuat cairan merah dari sudut bibirnya keluar. Reza yang tiba-tiba mendapat pukulan itu tak terima, ia hendak membalas namun Arbian mencegah.
"Udahlah Reza! Minta maaf juga gak bakal bikin miskin. Biarin aku minta maaf."
"Harga diri bro! Harga diri!"
"Yardan, kamu gak usah sok jago deh. Arbian bakalan minta maaf kalau kalian menang lawan kami three on three!"
Yardan yang memang sudah kesal, dengan mudah menerima tantangan dari Reza. "Oke!"
***
![](https://img.wattpad.com/cover/220255805-288-k565001.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
R A S A
Teen FictionKisah ini tentang Ayesha, si gadis penyuka sepi namun juga bukan pembenci ramai. Bersama sahabat-sahabatnya kisah SMA dilaluinya dengan banyak cerita. Prinsipnya laki-laki idaman itu yang seperti ayah, humoris dan romantis. Jadi, jangan heran jika a...