Ada Yang Mengamati

14.5K 483 13
                                    

"Hmmmm...." Ngek... Ngek... Alis Septa mengkerut ketika pagi ini, saat ia benar-benar baru bangun dari tidurnya dan bahkan belum membuka matanya, tangannya terasa seperti menggenggam sesuatu yang empuk-empuk seperti bola-bola surga. Ngek... Ngek... Sekali lagi Septa meremasnya, dan pikirannyapun semakin bingung. Aneh... Memangnya sejak kapan aku punya bantal begini? Ngek... Ngek...
"Se- Septa...." Septapun membuka matanya ketika ia tiba-tiba mendengar ada suara seorang gadis yang halus memanggilnya dari samping. Pertanyaanpun semakin banyak di dalam kepala Septa. Huh? Kenapa ada suara cewek di kamarku? Apa dia setan?
"Mmmmhh..." Septapun berbalik memiringkan badan ke arah suara yang memanggilnya. Dengan mata yang masih bengkak benar-benar baru bangun dan mulut yang menguap, Septa terdiam melihat Kaia di sampingnya.

"Se- Septa...." Wajah cantik Kaia terlihat memerah. Gadis yang bahkan tidurpun berkacamata itu memandang Septa sambil menggigit bibirnya. Mata Septa yang melihat mata indah Kaiapun menurun dan akhirnya ia mendapati kalau sesuatu empuk-empuk yang ia kira bantal dan diremasnya daritadi ternyata adalah dada Kaia.

Hening.

Septa terdiam dan kembali menatap mata Kaia. Gadis cantik itu juga sama-sama terdiam tak bersuara. Tangan Septa masih ada di atas dada Kaia saking canggungnya situasi ini, membuat keduanya tidak tahu harus bertindak apa. Kaia menghisap bibirnya, ini baru pertama kalinya bagi gadis cantik itu ada lelaki yang menyentuh tubuhnya seperti ini.
"Aku tidak sengaja." Ucap Septa setelah menarik nafas.
"M- Mmm..." Kaia mengangguk mengerti. Ia tahu betul, saat Septa meremas dadanya tadi, cowok itu masih tertidur pulas, Kaiapun merasa tidak bisa menyalahkan Septa atas ketidak sengajaan ini. Tapi.... Kaia juga mau angkat bicara, kenapa tangan Septa masih saja ada di atas dadanya!? "Se- Septa..."
"Oh iya, Maaf." Septa yang mengerti menarik tangannya. Cowok itu kemudian bangkit duduk di atas kasur sambil menghembuskan nafas. Hah... Reaksi Septa yang datar dan biasa-biasa saja itu diluar dugaan Kaia. Tapi setidaknya, reaksi Septa yang datar itu membuat kejadian ini bisa cepat tidak dibahas lagi oleh mereka berdua. "Kamu cepetan mandi. Cewek mandinya lambat. Jangan sampai aku telat sekolah gara-gara kamu." Ucap Septa yang beranjak pergi dari kasur keluar kamar.

Blam... Pintu tertutup meninggalkan Kaia seorang diri di kamar Septa. "Aaaaaaaaaa!!!" Kaia meremas-remas dadanya. "Apa yang terjadi!!!?" Wajah gadis itu mendidih merah. Rasa malu yang membara gara-gara kejadian tadi akhirnya memecah ketika Kaia ditinggal sendiri. "Mmmmm!!!" Gadis itu membenamkan kepalanya di bantal dan mengamuk di sana. Buk! Buk! Buk! Kakinya menendang-nendang kasur mencoba melampiaskan rasa malu dan gregetannya. "Aaaaaaa!!!!" Untung saja mulutnya tertutup bantal, sehingga teriakannya tidak terdengar keluar. Hah... Hah... Kaia lalu berusaha menenangkan diri. Mencoba mengatur nafas sedemikian rupa agar pikirannya kembali tenang. "Tenang...." Gumam gadis itu dengan wajah masih terbenam di bantal.

Setelah tenang, Kaia lalu bangkit dari kasur. Gadis itu melihat jam dan memang benar, ia harus segera mandi karena hari ini ia mesti datang ke sekolah. Tak ada lagi kata bolos untuk gadis itu. Minggu lalu, ia sudah berhari-hari bolos karena menunggu kabar kedua orang tuanya. Krek... Kaia membuka pintu lalu pergi ke ruang tengah. Barang-barang dan pakaian gadis itu semuanya masih tergeletak di sana. Saat membuka tas dan mengambil handuk, Kaiapun baru sadar sesuatu. "Oh iya... Toilet dan kamar mandinya memang ada di mana?" Gadis itupun pergi mencari Septa atau Kakek Sanjaya untuk ditanyai lokasi rumah yang sekarang ditinggalinya ini. Apa boleh buat, gadis itu belum diajak berkeliling untuk melihat lokasi-lokasi di rumah Kakek Sanjaya.

"He- Hei... Septa..." Sapa Kaia malu-malu, masih teringat kejadian bangun tidur tadi.
"Apa?" Sahut Septa datar. Cowok itu saat ini sedang memasak sarapan di dapur. Kali ini, selain untuk Kakeknya, masakan cowok itu terpaksa bertambah satu porsi lagi untuk Kaia.
"Kamar mandinya di mana ya? Ehehe..." Kaia cengengesan menggaruk pipi. Septa yang mendengar itupun sadar kalau memang Kaia belum tahu ruangan apa saja yang ada di rumah Kakeknya ini. Trek... Alat masakpun ditaruh sebentar, dan api kompor dikecilkan. Tanpa sepatah kata, Septa berjalan, dan Kaiapun mengikuti ke mana cowok itu melangkah.

Panggilan Ratu Laut SelatanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang