Study Tour Ke Pantai Selatan

9.2K 373 11
                                    

"Apa kamu pikir malah enggak bahaya?" Lulu yang duduk di samping Kaia menatap gadis berkacamata itu dengan tatapan khawatir. "Inikan... Sama saja ibaratnya kamu pergi ke sarangnya... Si Ratu itu?" Druduk! Druduk! Suara Lulu disahuti suara roda kereta yang bergesekan dengan suara rel di bawah. Saat ini, Kaia, Septa, dan Lulu sedang berada di dalam sebuah kereta yang melaju pesat, mengantarkan mereka ke arah timur, tempat pantai selatan yang menjadi tujuan study tour mereka. Sebenarnya, Kaia tidak memilki hak untuk ikut. Gadis itu sengaja bolos dengan alibi masih sakit gara-gara kejadian kesurupan masal kemarin. Meski tidak tahu sakit apa, yang jelas Kaia yang pingsan kemarin itu sempat membuat heboh guru-guru makanya Kaia yang tidak masuk sekolah hari ini sedikit dimaklumi. Tapi juga sebenarnya, Kaia tidak sepenuhnya berbohong. Tubuhnya memang masih sedikit lemah.

"Hmmm!" Kaia menggeleng. Tentu saja ia tidak bisa membiarkua Lulu berangkat sendiri untuk mengurus masalahnya ini. Mau bagaimanapun, ini masalahnya dan ia juga melibatkan Lulu dalam hal ini. Lagipula... "Firasatku sih enggak apa-apa." Kaia tersenyum lalu membenarkan kaca matanya.
"Kenapa?" Tanya Lulu tidak mengerti, kenapa gadis cantik berkacamata di hadapannya ini tampak yakin keadaan bakal baik-baik saja. Padahal, kalau Lulu jadi dia, diincar sosok Ratu seperti itu tentu membuat Lulu tidak akan tenang. Apalagi sekarang mereka sedang menuju suatu wilayah yang katanya tempat tinggal sosok Ratu itu.
"Kalau dipikir..." Kaia menunduk sambil merapikan rambutnya ke atas daun telinga. "Aku mendengar sesuatu waktu dia kemarin merasukimu. Katanya... Andai saja perjanjiannya tidak menunggu aku berumur 18 tahun, dia saat itu sudah mengambil tubuhku. Jadi.... Karena ulang tahunku masih lama, kurasa semua akan baik-baik saja sekarang. Mungkin. Hehe..." Kaia cengengesan sedikit dengan pipi yang memerah.

Hah... Lulu menghembuskan nafas panjang. "Jadi kamu enggak yakin juga?" Menanggapi pertanyaan Lulu, Kaia hanya cengengesan lalu memeluk lengan Lulu. Kedua gadis itu lantas menatap sosok Septa yang duduk diam di hadapan mereka. Sebuah headphone menutupi telinga cowok itu, dan matanya juga tampak terpejam. Entah tidur atau cuma pura-pura, berusaha tidak mau terlibat ribut-ribut Kaia dan Lulu di depannya. "Tapi... Untung sih kamu ikut. Kalau aku cuma berduaan sama dia... Aku pasti kebingungan!" Bisik Lulu ke telinga Kaia.
"Hahaha... Ya, aku mengerti perasaanmu." Kaia manggut-manggut, ingat pertana kali ketika ia tinggal serumah dan harus tidur sekamar dengan Septa. Bagaimana kelakuan cowok itu sempat membuatnya kebingungan juga, tapi lama-lama jadi terbiasa.

"Eh!" Tiba-tiba Lulu seperti disengat sesuatu. Melihat Kaia dan Septa, ia jadi teringat kalau kedua orang ini tinggal serumah! Dan... Sejak kemarin, sebenarnya ia ingin menanyakan hal ini, tetapi tidak sempat. "Kaia..." Lulu berbisik sambil melihat keadaan sekitar, terutama Septa. Memastikan kalau cowok itu masih asyik sendiri. "Kamu sudah ngapain saja sama si Septa?"
"Hu- Huh!?" Lulu yang sedang memeluk Kaia itu bisa merasakan kalau gadis cantik berkacamata itu barusan bergidik kaget dengan pertanyaan acak yang datang dari mulutnya. "Ka- Kamu ngomong apaan sih!" Gerutu Kaia memerah sebal lalu mulai menarik diri, tak ingin dipeluk Lulu lagi.
"Hehe... Mumpung sekarang ada waktu ayolah cerita! Kaliankan tinggal serumah? Masa enggak ada yang terjadi di antara kalian?"

Pertanyaan Lulu itu membuat Kaia jadi melihat Septa. Benak gadis itupun jadi terpancing mengingat momen-momen apa saja yang sudah ia lalui bersama Septa semenjak tinggal bersama. "Mm..." Wajah Kaia makin memerah. Ingatannya yang terpampang entah kenapa malah momen di mana ia melakukan ritual penutupan mata batin di belakang rumah kala itu. Bibir Kaiapun terhisap. Ia ingat betul saat itu ia tidak berbusana dan tangan-tangan Septa menggerayangi dirinya mencari titik mata batinnya berada.
"Heeee..." Melihat ekspresi Kaia, Lulupun terkekeh-kekeh. Wajah memerah Kaia yang mengigat kejadian memalukan itu terbaca sangat jelas. "Kenapa kamu memerah? Hayo... Kamu ngapain saja? Hmmm?" Lulu mencondongkan badan makin menekan Kaia agar sahabatnya itu mau bercerita.
"Berisik! Kepo banget sih! Sudah ah!" Kaia mendorong badan Lulu menjauh.

Panggilan Ratu Laut SelatanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang