Aku Ingin Berguna!

12.1K 360 25
                                    

"Kamu ingin menjadi murid Mbah? Kenapa?" Mbah Kasmirah yang belum tidur itu bangkit duduk dan bertanya dengan serius ke Kaia. Gadis cantik itu duduk di lantai, agar sejajar dengan Mbah Kasmirah. Tangan Kaia mengepal erat, dan tatapannya bulat tak goyah, menunjukkan keyakinan dan kebulatan tekadnya.
"Kaia ingin bisa seperti Mbah." Kaia menunduk, "Waktu itu Mbah mampu melawan para jemaah penyembah Ratu. Ajari Kaia Mbah! Kaia juga ingin punya kekuatan seperti itu!" Mata Mbah Kasmirah menyipit menatap semangat Kaia.
"Kamu tahu sendirikan? Kalau kekuatan Mbah yang kamu maksud itu berasal dari makhluk lain? Yang melawan mereka waktu itu adalah genderuwo panggilan Mbah." Wajah Kaia tidak berubah. Gadis cantik itu tahu betul apa yang terjadi kemarin, dan apa sebenarnya kekuatan Mbah Kasmirah yang ia ingin untuk diajarkan kepadanya.

"Mmm!" Kaia mengangguk. "Kaia ingin bisa seperti Mbah! Bisa mengendalikan genderuwo seperti waktu itu!"
"Kenapa?"
"Karena kali ini, Kaia ingin bisa melindungi Septa! Kaia tidak ingin Septa suatu saat disakiti Ratu dan Kaia hanya bisa diam saja. Seperti ..." Kaia menggigit bibirnya, "Seperti Kaia yang diam saja ketika Lulu diseret Ratu ke alam lain." Mata Kaia yang sayu menunjukkan ke Mbah Kasmirah, kalau gadis itu jelas sedang emosi bercampur aduk antara murka, dan sedih karena tidak bisa melakukan apa-apa demi Sang Sahabat. Sama. Hal itu juga sama-sama dirasakan Mbah Kasmirah. Berat juga bagi wanita tua itu untuk melihat Lulu diseret Ratu seperti kemarin.
"Kalau kamu mau menjadi murid Mbah, kalau kamu mau bisa memanggil dan mengendalikan genderuwo seperti Mbah, apa kamu sanggup menjalankan latihan dan ritualnya?"

Kaia menarik nafas lalu mengangguk tanpa keraguan. "Apa pun itu, akan Kaia hadapi! Kaia sudah ..." Kaia mengepalkan tangannya, "Kaia sudah lelah menjadi tidak berguna dan tidak bisa melakukan apa-apa!"
"Kamu yakin? Sekali mulai, kamu tidak bisa berhenti atau akibatnya akan fatal."
"Mm!" Kaia mengangguk. "Iya! Kaia yakin!" Melihat tatapan Kaia yang tanpa keraguan membuat Mbah Kasmirah menghembuskan nafas panjang lalu menekan kepalanya yang sedikit sakit.
"Baiklah." Jawab Mbah Kasmirah menggangguk. "Kamu tahu lokasi gedung kosong atau semacamnya? Karena di rumah ini ada penunggunya, maka latihan dan ritualnya tidak bisa dilakukan di sini. Takut ada bentrokan."

"Hmmmm." Kaia bergumam dan menunduk, berpikir sambil mengapit dagu. Bangunan kosong? Di mana? Setelah Kaia berpikir jauh lebih dalam, gadis itu langsung mengangkat kepalanya ketika sudah menemukan jawaban. "Kaia tahu!" Seru Kaia, "Kita bisa melakukannya di rumah Kaia nanti Mbah!" Sekalian lama juga tidak ke sana. Mau bagaimana pun, itu rumahku. Rumah orang tuaku. Harus kujaga dan kurawat.
"Baik. Kalau begitu nanti setelah pulang sekolah besok kita akan ke sana. Sekalian, Mbah harus membeli beberapa sesajen dulu." Kaia menggangguk dan gadis cantik itu pun kembali ke kamar Septa, tak mau lebih lama mengganggu tidurnya Mbah Kasmirah.

Keesokan paginya, ketika Kaia sudah beres-beres, mandi dan memakai seragam sekolahnya, Mbah Kasmirah memanggil gadis cantik itu untuk pergi berbincang berdua di ruang tengah. Septa yang juga sudah siap bersekolah sedang memasak di dapur, dan Kakek Sanjaya masih ada di kamarnya. "Ada apa Mbah?" Tanya Kaia yang kemudian membuka mata lebar melihat Mbah Kasmirah menunjukkan sesuatu kepadanya. "A- Apa itu Mbah?" Kaia sampai menelan ludah melihat Mbah Kasmirah sedang menggenggam sebuah boneka jenglot hitam, berambut panjang dan mempunyai taring serta kuku-kuku tajam di tangannya.

 "A- Apa itu Mbah?" Kaia sampai menelan ludah melihat Mbah Kasmirah sedang menggenggam sebuah boneka jenglot hitam, berambut panjang dan mempunyai taring serta kuku-kuku tajam di tangannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Panggilan Ratu Laut SelatanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang