Rencana Lulu (1)

7.3K 283 6
                                    

"Dia masih belum bangun?" Mbah Kasmirah mendatangi Kaia yang sedang menyeka Ibu Lulu. Wanita itu direbahkan di ruang tengah, bersebelahan dengan tempat Mbah Kasmirah biasanya tidur.
"Sepertinya masih butuh waktu agar bisa pulih dan sadar." Jawab Kaia yang menyimpulkan setelah memegang tangan Ibu Lulu masih tergeletak tanpa tenaga dan juga masih dingin. Sepertinya, Ibu Lulu kehilangan darah yang cukup banyak, sehingga membuat wanita itu menjadi kurus. Karena kurang darah itu jugalah yang membuat Kaia merasakan kulit Ibu Lulu masih dingin, belum dialiri darah yang hangat.

Srek... Kaia menaruh handuk yang telah dibasahi air hangat itu kembali ke baskom. Gadis cantik itu pagi ini sudah siap, lengkap berpakaian seragam sekolah. Hanya tinggal berangkat setelah memakan sarapan yang sekarang sedang dibuat Septa. Hah... Lalu, Kaia pun menghembuskan nafas panjang dan menatap Mbah Kasmirah. Dari raut wajahnya, Mbah Kasmirah tahu ada sesuatu yang berat yang ingin disampaikan Kaia. "Mbah... Temani Kaia malam ini ya?"

Mata Mbah Kasmirah pun menyipit, "Temani untuk apa?" Sebuah pertanyaan yang sebenarnya tidak perlu dikeluarkan Mbah Kasmirah, karena wanita tua itu tahu apa yang dimaksud Kaia.
"Temani Kaia ke rumah Kaia." Jawab Kaia.
"Kamu kemarin meminta bantuan Mbah Gowo ya?" Kaia memejamkan mata dan kemudian mengangguk. "Oke. Akan Mbah temani." Puk... Mbah Kasmirah menepuk pundak Kaia.

Setelahnya, Kaia dan Septa berangkat bersama-sama ke Sekolah. Saat Kaia memasuki ruangan kelas, ia melihat sosok Lulu sudah duduk terlebih dahulu di sana. Sendirian. Tidak melakukan apa-apa. Hanya menatap lurus ke papan tulis yang masih kosong tidak terisi. Kaia yang berjalan ke kursinya pun tidak menarik perhatian sosok Lulu. Gadis itu benar-benar diam, menatap lurus tanpa berkedip. Hmh... "Mmh!" Kaia mengerucutkan hidung. Benar apa yang dikatakan Septa. Setelah berjalanan melalui Lulu dan kemudian berfokus menghirup udara membuktikan ucapan Septa, Kaia bisa mencium aroma busuk yang mau membuatnya muntah.

Aroma busuk itu tidak salah lagi cuma datang dari satu arah, yaitu Lulu. Hmh! Aroma ini ... Mencium aromanya, Kaia jadi teringat kejadian kemarin, di mana dia menemukan Ayah Lulu yang sudah meninggal membusuk, menyender ke dinding kamar. Bau yang Kaia hirup saat ini busuk, pekik, menusuk tajam, sama persis dengan bau mayat yang telah membusuk.

Kaia kemudian duduk di kursinya dengan mata yang tak kunjung lepas dari sosok Lulu. Hingga akhirnya, Lulu pun tersenyum menanggapi kehadiran guru yang menandakan telah dimulainya jam sekolah.

Aneh... Gumam Kaia sepanjang waktu pelajaran, sambil terus sesekali memperhatikan Lulu dengan tatapan curiga. Orang tuamu meninggal Lulu! Ayahmu mati mengenaskan di rumah! Tapi kenapa dia ... Kaia yang daritadi menatap Lulu tak melihat ada perubahan ekspresi di wajah gadis itu. Daritadi, Lulu hanya menatap lurus ke papan tulis dengan senyuman yang sepertinya menyembunyikan maksud tersendiri.

"Wajahnya tidak kelihatan seperti wajah orang yang baru saja ditinggal orang tuanya." Gumam Septa mengapit dagu. Dia dan Kaia saat ini pergi ke kantin berdua untuk makan siang sekaligus membicarakan tingkah Lulu yang sangat aneh. Saat jam istirahat berbunyi tadi, Kaia, Septa, dan Lulu adalah yang paling terakhir keluar. Dua remaja itu sengaja menunggu pergerakan apa yang ingin dilakukan sosok Lulu ketika jam istirahat tiba. Tapi, saat jam istirahat sudah separuh hampir habis, melihat Lulu tidak bergerak sedikit pun dari kursinya membuat Kaia dan Septa memilih untuk meninggalkan gadis itu.

"Apa dia tidak tahu bagaimana kondisi rumahnya?" Gumam Kaia yang kemudian langsung disahuti Septa setelah cowok itu menelan makan siangnya.
"Atau bisa jadi dia yang membuat rumahnya begitu?"
"Hah ..." Kaia menghembuskan nafas panjang dan mengangguk. Lulu yang sekarang sudah tidak ia kenal. Membunuh kedua orang tuanya dengan cara mengerikan seperti itu? Kaia yang mencoba untuk menolak keras pemikiran kalau ada kemungkinan Lulu sendiri yang melakukannya tidak bisa membohongi diri kalau sebagian dirinya percaya saja hal itu bisa terjadi. "Kita masih tidak tahu apa tujuannya. Lagipula, saat kemarin kita membuntuti dia, menghilang ke mana dia? Sudah jelas dia tidak ke rumahnya. Kalau begitu, ke mana dia?"

Panggilan Ratu Laut SelatanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang