Putri Keraton

8.5K 432 34
                                    

Bruk! Bruk! "Ughhh!!!!" Septa membenturkan badannya ke pintu kayu berkali-kali sampai bahunya terasa nyeri dan mungkin kemerahan andai saja cowok itu membuka bajunya dan melihat kondisi tubuhnya itu. "Gghhh!!!" Bruk!!!! Sekali lagi cowok itu mencoba mendobrak tapi tetap usahanya tak membuahkan hasil. "Sial!" Hah... Hah... Septa terduduk dengan keringat deras mengucur dan nafas terbata-bata. Cowok itu kemudian melihat ke arah jendela kayu lapuk sebagai satu-satunya sumber cahayanya saat ini. Dari pagi sampai langit sudah menjingga, cowok itu terus berusaha mendobrak pintu sampai sekarang terduduk kehabisan tenaga. Beruntung, dia sempat sarapan sehingga perutnya tidak terlalu lapar. Tapi, terus menerus mencoba mendobrak dari pagi sampai sekarang tentu saja menguras tenaganya.

Kaia.... Septa sempat mendengar suara gadis cantik berkacamata itu menyeru tadi pagi. Dari suara Kaia, Septa tahu kalau gadis itu sepertinya sedang dipaksa untuk ikut entah ke mana. Septa juga mendengar banyak suara-suara orang yang tampaknya adalah orang-orang yang menyeret paksa Kaia tadi pagi. Siapa mereka!? Septa mengepalkan tangan mencoba berpikir. Septa tahu kalau memang berbahaya membawa Kaia yang sedang diincar Ratu itu ke sarang jemaah penyembah Ratu di daerah pantai selatan ini, tapi... Harusnya mereka tidak tahu hal itu! Harusnya mereka tidak tahu kalau Kaia diincar Ratu! Kalau pun Ratu sendiri yang memberikan instruksi kepada para jemaahnya, tapi untuk apa!? Seharusnya Ratu tidak membuat pergerakan mengambil Kaia karena Kaia belum berumur 18 tahun!

Septa terdiam. Setelah berpikir, cowok itu pun mulai mendapatkan kesimpulan yang membuat bahunya menurun lemas. Hanya ada satu orang di daerah ini yang tahu cerita Kaia diincar Ratu itu, dan orang itu adalah Mbah Kasmirah. Tch! "Sial! Jadi dia berbohong waktu itu!? Lalu sekarang menjebak kami begini!?" Dipikir, Mbah Kasmirah juga yang membawa mereka ke rumah tetangganya dan mengunci Septa seperti sekarang ini. Apa yang diinginkan Mbah itu dengan menculik Kaia!?

Tok... Tok... Tiba-tiba terdengar suara ketukan dari arah luar jendela kayu lapuk tempat Septa terkunci saat ini. Jendela itu juga sama terkunci rapatnya dengan pintu kamar. Septa juga berusaha untuk mendobraknya karena terlihat sudah lapuk, jadi seharusnya akan lebih mudah untuk di dobrak. Tapi, setelah Septa mengintip dan memeriksanya lebih lanjut, di balik jendela kayu lapuk itu terdapat teralis besi yang membuat Septa mengurungkan niatnya untuk lanjut mendobrak jendela dan fokus ke pintu. Tok... Tok... Sekal lagi suara ketukan si kayu lapuk itu terdengar. "Siapa?" Gumam Septa berdiri dan berniat mengintip keluar.

Tuk... Disaat Septa ingin menempelkan matanya di sela-sela kayu lapuk, tiba-tiba sosok di luar itu mememasukkan sesuatu ke dalam kamar Septa. Cowok itu lantas menunduk dan melihat benda apa yang barusan dimasukkan ke sela-sela jendela dan jatuh ke lantai. "Kunci?" Septa terdiam beberapa detik menatap sebuah kunci dan secarik kertas di sana. "He- Hei!" Ketika Septa sadar dan berniat mengintip keluar, sosok yang memasukkan kedua benda itu sudah menghilang dari sana. Septa kemudian memungut kunci dan secarik kertas yang ternyata berisi sebuah pesan tertulis di sana. "Temui aku di belakang gudang beberapa rumah dari sini, dan pastikan tidak ada yang membuntutimu." Setelah membaca surat itu, Septa kemudian terdiam memandang sebuah kunci di tangannya. Pikirannya pun tersambung, dan cowok it bergerak menuju pintu kamar yang dari tadi terkunci dan tak berhasil didobraknya. Klak... Kunci itu masuk ke lubang kunci dan bentuknya membuat mekanisme logam di gagang pintu mampu bekerja.

*****

"Kaia...." Suara bisik-bisik seorang wanita masuk ke dalam telinga Kaia yang masih terpejam.
"Nnghhh..." Gadis cantik itu mengkerutkan alisnya dan kesadarannya perlahan kembali.
"Kaia... Bangun..." Dengan lembut, suara panggilan itu berhembus dan memberikan kehangatan ke tubuh Kaia, yang menemukan kekuatan untuk menggerakkan otot-ototnya dan perlahan membuka kelopak matanya.
"Nghhh..." Pandangan Kaia masih kabur, namun perlahan mulai semakin jernih mengikuti dengan telinganya yang mampu mendengar dengan jelas banyak suara-suara manusia mengelilinginya. "Huh!!!!???" Kaia langsung terbelalak mendapati dirinya sedang berada di tengah-tengah sebuah ruangan dan dikelilingi banyak orang berpakaian adat serba hijau yang tampak sedang komat-kamit membaca sebuah mantra dalam bahasa yang tidak dimengerti Kaia.

Panggilan Ratu Laut SelatanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang