Prolog

46K 818 10
                                    

Kaia

Hiks

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hiks... Hiks... Gadis cantik berkaca mata itu menangis tersedu-sedu. Rumahnya sekarang dipenuhi nuansa berkabung, ketika dia tidak seorang diri menangis. Beberapa orang berpakaian hitam yang tidak ia kenal sekarang berkumpul di rumahnya dan sama-sama bersedih tersedu menatap kedua peti mati yang sekarang ada di tengah rumah dan ditaburi bunga-bunga. Kabar duka itu datang tiba-tiba, ketika Kaia masih berada di Sekolah. Siswi cantik berkaca mata kelas 12 SMA yang berusia 17 tahun itupun segera pulang ke rumah begitu seseorang yang mengaku kolega Sang Ayah menelponnya tadi siang.

"Pa.... Ma...." Kaia menyapu air matanya, tapi usahanya itu seakan percuma karena air matanya tak kunjung berhenti jatuh membasahi pipinya yang merona. Pergi. Kedua orang tuanya pergi tanpa ada firasat apapun. Tanpa ada tanda apapun. Tiba-tiba, Kaia yang sedang sekolah ditelpon dan mendengar kabar, kalau kedua orang tuanya yang sedang berada di Laut Selatan karena tugas kantornya mendapat kecelakaan. "Mmm... Mmm..." Gadis itu menangis seorang diri. Tangisannya semakin kencang, karena saat ini, yang ditangisinya hanyalah dua peti mati kosong tanpa ada jasad apapun di dalamnya. Kedua orang tua Kaia, satu-satunya keluarga gadis itu di kota ini tenggelam setelah kapal yang mereka berdua tumpangi tiba-tiba dihantam ombak yang begitu tinggi di Laut Selatan.

Jasad kedua orang tua Kaia tak pernah ditemukan, sejak 72 jam kejadian kapal terbalik itu. Yang ditemukan hanyalah bongkahan pecahan kapal, dan beberapa potongan tubuh yang diidentifikasi merupakan milik penumpang kapal yang lain. Kaia menggeleng. Gadis itu sempat menolak untuk percaya kalau dirinya sekarang sendirian di dunia, ketika ia baru awal-awal menerima kabar kecelakaan itu. Tapi, setelah membolos sekolah menunggu kabar, sekarang setelah tiga hari berlalu, sesuai prosedur pencarian korban, maka kedua orang tuanya dinyatakan telah meninggal. Hik... Hik... Gadis itu terus terisak tanpa ada seorangpun yang mendatanginya. Dia benar-benar sendirian sekarang.

Teman-teman Sekolahnya sempat datang ikut melayat, tapi setelah itu, sama seperti teman-teman kedua orang tuanya, mereka semua pada akhirnya pergi dan meninggalkan Kaia sendirian di rumah. Kedua peti mati orang tuanya itupun dikubur. Beruntung, ada seseorang dari kolega orang tuanya yang mengurus semua hal itu. Kaia yang masih terpukul, tentu tak bisa berpikir apa-apa. Pandangan gadis itu saja masih kosong dan sesekali tubuhnya masih bergidik ketika isak tangis tak kunjung pergi. Bahkan, ketika rumahnya sudah kembali kosong dan semua yang melayat pergi.

Kaia menghisap bibir. Baru beberapa jam ia sendirian di rumah rasanya ia sudah tak sanggup memikirkan bagaimana nantinya dia hidup seorang diri. Gadis itu kemudian pergi ke kamar kedua orang tuanya. Hik... Hidungnya tersumbat tangis. Kaia juga sempat melepas kaca matanya yang mulai berembun basah akibat isak tangisnya. Bruk.... Gadis itu duduk di atas kasur orang tuanya dan kemudian perlahan berbaring di sana. Bibirnyapun mengkerut. "Papa... Mama...." Gumam Kaia masih belum bisa lepas dari kabar buruk yang memukulnya ini. Berbaring di atas kasur kedua orang tuanya membuatnya bisa mencium aroma kedua malaikat yang menjaganya tanpa pamrih sejak kecil itu. Bukan cuma aroma. Kenangannya waktu kecil, ketika mereka masih tidur bertiga juga datang menghampiri. Sekali lagi, air mata jatuh mengalir hingga membasahi bantal.

Panggilan Ratu Laut SelatanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang