Bahan Ritual

19.2K 469 17
                                    

"Turun." Ucap Septa menghentikan laju motornya di pinggir jalan. Kaia yang diboncengnya pun memiringkan kepala, kenapa ia mesti turun di sini? Sekolah merekakan ada di sana? Tatap Kaia ke gedung sekolahnya yang berjarak sudah cukup dekat.
"Kamu mau ketahuan kita tinggal bareng?"
"O- Oh... Iya... Benar juga... Ehehe..." Kaia kelupaan soal itu. Gadis itupun turun dari motor di trotoar pinggir jalan, dan Septapun kembali memacu motor lebih dulu masuk ke dalam sekolah melalui gerbang. Hah... Kaia menghembuskan nafas panjang. Begini amat... Gumam gadis itu dengan bahu yang menurun. Sebenarnya, apa buruknya kalau orang-orang melihatnya datang ke Sekolah bersama Septa? Kaia merasa tidak ada masalah dengan itu. "Tapi ya...." Kaia menunduk, "Kalau ketahuan sekarang tinggal bareng sih, bakal buat ribut..."

"Kaiaaaaaaa!!!!!" Lulu, seorang gadis SMA yang merupakan sahabat Kaia di sekolah itu langsung menghampiri Kaia dan memeluknya erat. "Akhirnya kamu datang juga!!!" Pelukan gadis itu begitu erat sampai-sampai Kaia sedikit kesulitan bernafas.
"Eh Kaia sudah datang!?"
"Selamat datang kembali Kaia!" Baru saja Kaia melangkah masuk ke dalam ruang kelasnya, seisi kelas langsung heboh menyambutnya. Teman-teman kelas, dari penghuni bangku depan berisi anak-anak ambisius pengejar nilai, penghuni bangku tengah para pecinta damai, dan penghuni bangku belakang tukang rusuh dan badut kelas semuanya menghampiri Kaia yang ada di depan kelas.
"Ehehe... Makasih semuanya..." Kaia tersipu manis, membuat siapa saja yang melihat terpesona.

Sambil masih dipeluk Lulu, Kaiapun berjalan menuju bangkunya yang ada di tengah. Gadis itu tepat duduk di pinggir kelas menyender ke dinding dan di sebelahnya ada Lulu, Sang Sahabat. Model kursi mereka terpisah masing-masing, sehingga tak ada istilah kawan sebangku. Kalaupun mau dipaksakan ada, mungkin Lululah yang paling pantas disebut kawan sebangku Kaia. "Aku khawatir banget lo kamu enggak masuk-masuk sekolah..." Wajah Lulu tampak mengerucut layaknya bunga yang layu. Kaiapun tak bisa menyembunyikan kebahagiaannya, di antara semua masalahnya yang semakin menjadi-jadi, gadis itu masih memiliki sahabat yang mengkhawatirkannya dan sebaik Lulu.
"Ehehe..." Kaia cengengesan sambil mengeluarkan buku untuk pelajaran pertama mereka.
"Kalau kamu ada apa-apa, cerita ya...." Tangan Kaiapun digenggam Lulu. Hangat dan menenangkan. Rasanya sama seperti ketika Kakek Sanjaya menggenggam tangan Kaia, menenangkan gadis itu kemarin-kemarin.
"Iya Lulu...." Sahut Kaia tersenyum.

Di saat itu, Kaia baru sadar sesuatu. Gadis itu melihat Septa yang duduk sendirian menyender ke sisi dinding lain. Cowok itu sendirian, padahal teman-teman kelas Kaia yang lain semuanya sedang sibuk bergerumbul bercanda gurau. Seperti biasa, yang cowok sedang membicarakan sepak bola yang tidak Kaia mengert, sedangkan anak cewek berbicara mengenai drama yang mereka tonton. Di antara keriuhan itu semua, Septa seolah menjadi bagian puzzle yang ditinggalkan dan belum dipasang. Kaia juga ingat, cowok itu tadi tidak menyambutnya ketika masuk ke dalam kelas. Benar-benar, seolah-olah tak ada yang terjadi di antara mereka berdua. Begitu di kelas, Septa tetap menjadi siswa apatis yang seolah tak pernah berbicara dengan siapapun, termasuk Kaia.

"Pagi anak-anak!" Seorang wanita masuk ke dalam ruang kelas. Wanita berumur 30 tahunan itu tampak sedikit kesulitan membawa buku pelajaran yang tebal di tangannya.
"Pagi Bu!" Sahut Kaia dan teman-temannya serempak. Wanita itu lantas memiringkan kepala, kaget melihat kursi kelas Kaia sekarang lengkap semua, tak ada yang absen.
"Wah! Kaia sudah masuk!?" Wanita itu tampak tersenyum lebar ke arah Kaia yang membalasnya dengan senyuman manis tersipu. Hmh... Nafas wanita itupun terhembus berat. Berita tentang kedua orang tua Kaia tentu saja sudah diketahui oleh semua guru-gurunya, bahkan, guru-guru Kaia juga ikut melayat ke rumah gadis itu. Syukurlah... Batin guru Kaia itu melihat Kaia sudah masuk dan sekarang bisa tersenyum. "Oke, kita mulai ya!"

Ting! Tong! Bel tanda istirahat berbunyi. Semuanya tentu ingin langsung berhamburan keluar kelas menuju kantin. Termasuk Septa yang diperhatikan Kaia gerak-geriknya. Aneh... Kok aku jadi ngeliatin dia terus ya? Bukannya sebelum ini, dia itu kayak enggak ada di kelas? Batin Kaia melamun melihat kepergian Septa yang melangkah keluar kelas. "Hei! Kaia!" Lulu menyentikkan jari di depan wajah Kaia yang tampak melamun memandang dengan pandangan kosong.
"E- Eh!? A- Apa!?" Sahut Kaia terbata-bata seperti orang tersedak. Fuh... U- Untung Lulu kayaknya enggak sadar aku lagi ngeliatin Septa. "Gimana? Gimana?" Saat ini, hampir semua sudah pergi keluar, kecuali Kaia dan Lulu, serta beberapa anak penghuni kursi depan lainnya.

Panggilan Ratu Laut SelatanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang