Ratu Melawan Ratu

8K 371 15
                                    

"Kaia... Kaia..." Suara hembusan angin yang bertiup sayup-sayup terdengar memanggil Kaia yang sedang berjalan mendekati sebuah istana di depannya. Mungkin ia salah dengar. Mungkin itu hanya perasaannya. Tapi... Perasaannya bisa jadi mungkin benar. Ada sesuatu dari dalam istana yang memanggil, dan tahu betul kalau Kaia sedang dalam perjalanan ke dalam.

Istana itu tak kunjung mendekat. Gambarnya di pantulan mata Kaia masih berukuran kecil karena jarak yang tak menyempit. Megah dan besar. Berdiri di tengah lautan yang sekarang terbelah secara tak kasat mata, memberi jalan untuk Kaia dan Kakek Sanjaya.

"Graaaaa!" Akibat ulah Kaia yang menghancurkan batu sumpah pengabdian lelembut ke Ratu, gadis itu melihat ada banyak setan yang tampak terbang keluar dari Istana. Kabur. Lari. Seperti kawanan lebah yang meninggalkan sarangnya karena Ratu mereka telah tidak ada.

Makhluk-makhluk mengerikan yang jumlahnya tak terhitung itu memenuhi langit sampai menghalangi sinar matahari. Kuntilanak-kuntilanak terbang layaknya angin puyuh. Raksasa-raksasa berlarian keluar menggetarkan tanah dan membuat laut mengamuk. Bagi orang biasa yang tak mampu melihat apa-apa, sekarang, cuaca sedang memburuk. Awan menghitam dan ombak bergejolak makin tinggi, persiapan badai. Orang-orang yang masih ketakutan dengan ombak tsunami susulan segera menyingkir dari pantai.

"Mbah! Ayo! Jangan di sini! Cuacanya mau memburuk! Bisa jadi ada tsunami susulan!" Seorang petugas evakuasi menghampiri Mbah Kasmirah yang terduduk di pantai.
"Ayo Bu De!" Ibu Lulu juga ikut panik menarik tangan Mbah Kasmirah. Bibir wanita tua itu mengkerut. Sekujur tubuhnya merinding. Ibu Lulu yang sebenarnya tidak bisa melihat apa yang sebenarnya terjadi cukup tahu, kalau di laut sedang terjadi sesuatu yang mengerikan, dilihat dari ekspresi Mbah Kasmirah dan juga bulu-bulu wanita tua itu yang menegak.

Lalu, dengan berat hati, dan tubuh yang masih sakit, Mbah Kasmirah pun ikut pergi dari pantai. Yang tersisa di Pantai Selatan sekarang hanyalah petugas evakuasi ribut berkeliling memastikan pantai telah kosong.

"Ini bagus Kek!" Seru Kaia. Ia melihat banyak sekali setan yang pergi keluar dari Istana. Seandainya saja ia ke Istana Ratu tanpa menghancurkan batu sumpah pengabdian tadi, jangankan masuk ke dalam. Di perjalanan saja mungkin riwayatnya sudah tamat. "Ayo kita selamatkan Septa!" Kaia melihat ke belakang. Semua pasukannya masih setia membuntuti.

Rasanya seperti berjam-jam. Kaki Kaia saja sudah serasa mau lepas, apalagi kaki tua keriput milik Kakek Sanjaya. Nafas gadis cantik itu juga habis, tak beraturan keluar masuk menarik udara yang makin menipis. Jauh. Sangat jauh. Mereka berdua berjalan begitu jauh menuju ke tengah laut sampai-sampai langit yang tadinya gelap karena ditutupi setan yang berterbangan sekarang menjadi gelap sungguhan. "Kaia..." Suara bisikan itu kembali terdengar.
"Nghhh! Lepaskan Septa dan teman-temanku!" Kaia yang sudah kesal dan kelelahan meledak dan berteriak.
"Kahaha! Ayo... Ke mari Kaia..." Angin dari belakang mendorong tubuh Kaia bergerak maju.

"Ughh!" Bruk! Kakek Sanjaya yang tidak sanggup berjalan jatuh terduduk.
"Kek!? Kakek tidak apa-apa!?" Kaia pun berhenti lalu berbalik.
"Mmmm..." Kakek Sanjaya mengangguk. Dengan bantuan Kaia, pria tua itu duduk di atas sebuah batu berlumut yang ada di pinggir.

Hah... Hah... Nafas Kaia ngosngosan. Benar. Dirinya memang lelah tapi masih bisa melanjutkan perjalanan. Tapi, itu dirinya. Kakek Sanjaya yang telah renta sudah menemui batasnya. Dengan wajah pucat kelelahan, pria itu menoleh menatap Istana Ratu yang akhirnya tampak mendekat. "Sepertinya... Ratu ingin kamu ke sana sendirian, Kaia..." Gumam suara tua itu serak.
"A- apa yang Kakek bilang?"
"Daritadi kita berjalan tapi tak pernah sampai. Sepertinya memang yang bisa ke sana hanya kamu, Kaia..." Kakek Sanjaya lalu menarik tangan Kaia. "Kakek akan mencoba menyusul setelah mengembalikan tenaga Kakek."

"T- tapi..." Kaia terdiam. Lelaki tua di depannya itu benar-benar sudah mencapai batas. Gadis itu tidak ingin meninggalkan Kakek Sanjaya sendirian di sana. Ia juga sedikt takut untuk maju sendirian. Tapi, dari tatapan Kakek Sanjaya, Kaia mengerti persamaan mereka berdua, kalau mereka, sama-sama ingin menyelamatkan Septa. "Kaia mengerti. Kaia akan pergi menyelamatkan Septa!"
"Mmmm..." Kakek Sanjaya mengangguk, lalu, sebelum Kaia pergi, pria itu menarik tangan Kaia dan menggenggamnya erat untuk terakhir kali, "Hati-hati. Kakek tidak ingin kehilangan dua cucu Kakek." Bibir kering Kakek Sanjaya menukik khawatir.

Panggilan Ratu Laut SelatanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang