Mata Batin

18.7K 456 14
                                    

"Ke- Kek?" Gadis itu sekali lagi bertanya, memastikan apakah dia salah dengar atau tidak. Tapi, Kakek Sanjaya mengangguk dan mengulangi sekali lagi persis perkataannya. Kaiapun menggigit bibir. "Mmmmm...." Wajahnya memerah. Setiap hari sebelum ini, Kaia saja saat mandi selalu merasa dilihat seutuhnya oleh makhluk-makhluk tak kasat mata yang menghuni pohon besar di depannya, dan itu saja sudah membuatnya mau berteriak. Sekarang, dia malah diminta untuk melakukannya di hadapan dua manusia yang dengan nyata bisa ia lihat.

"Kakek tahu itu terdengar.... Aneh. Tapi percayalah, memang seperti itu ritualnya." Kakek Sanjaya mulai mengelus-ngelus ayam hidup yang tampak mau berontak ditekannya. "Dengan melepas semua bajumu, Kaia sudah kembali menjadi kodrat manusia sebagai mana mestinya dan menyatu dengan alam. Dengan begitu, Kaia lebih mudah untuk menerima energi yang akan melindungi Kaia." Ucap Kakek Sanjaya tersenyum, yang selalu berhasil membuat Kaia merasa hangat, seakan seperti sedang melihat senyum orang tuanya.

Kaiapun tertunduk. Melindungiku......? Kaia kembali teringat kejadian tadi pagi... Setiap kalimat yang dilontarkan sosok wanita mengerikan berkebaya hijau itu sangat jelas diingat Kaia. Dia tidak bisa lari... Bahkan Kakek Sanjayapun tak akan bisa melindunginya. "Kek.... Apa benar ini bisa melindungi Kaia dari... Ratu itu?" Tatapan Kaia yang berbinar membuat Kakek Sanjaya tahu, gadis cantik itu ketakutan, dan memang itu wajar.
"Iya... Tapi tidak selamanya.... Semakin kita mendekati ulang tahun Kaia, sosok Ratu itu akan semakin kuat pengaruhnya untuk sampai ke sini. Tapi, setidaknya perlindungan ini bisa melindungi Kaia dari gangguan tentaranya yang jahil, sampai Kakek... Menemukan cara untuk menghentikan Ratu itu seutuhnya." Pat... Kakek Sanjaya menepuk pundak Kaia. "Jangan khawatir... Pasti ada jalan. Pasti ada harapan. Ini salah satu usaha kita, Kaia."

Kaiapun menelan ludahnya dan mengangguk. Gadis itu memerah melihat ke Septa dan Kakek Sanjaya yang kemudian berpaling, mempersilahkan Kaia mendapat waktu sendirian untuk melepas pakaiannya. Srek... Srek... Gadis cantik berkacamata itu melepas kaos dan celana pendeknya, hingga berpakaian dalam. "Se- Semuanya Kek?" Tanya Kaia sekali lagi memastikan.
"Iya Kaia." Sahut Kakek Sanjaya yang balik badan membelakanginya. Hah... Kaia menark nafas seperti mau menyelam lalu lanjut melucuti kain terakhir yang melekat di tubuh.
"Mmmmhhhh..." Gadis itupun sudah tak berbusana. Kaia duduk merapatkan paha dan mengangkat tangan menutupi area dada dan selangkangannya. "Ke- Kek..." Panggil Kaia yang kemudian membuat Kakek Sanjaya dan Septa balik badan.

Septa lalu mendatangi mereka dan memungut pakaian Kaia, mengamankannya di teras belakang. "Balik badan, hadap ke sumur ya Kaia." Kaia mengangguk dan dengan hati-hati, malu tubuhnya bakal kelihatan, gadis itupun balik badan menghadap ke sumur. Kakek Sanjaya kemudian berdiri berjalan pergi ke sisi lain sumur. Sekarang, di antara Kaia dan Kakek Sanjaya terdapat sumur tempat Kaia biasanya mandi, hanya saja sekarang sudah dipenuhi bunga-bunga. Septa lalu ikut mendatangi Sang Kakek. Ayam yang ia belipun diangkat tepat di atas sumur, lalu, Cras!!! Septa menyembelih hewan itu.
"Nngghh..." Kaia memalingkan muka, tak tega melihat ayam itu tampak sedikit berontak ketika darahnya deras mengalir ke sumur. Ayam itu sempat mengejang lalu melemas hingga tam bergerak sama sekali.

Septapun menyingkir ke samping sambil membawa ayam mati yang barusan di sembelih. Cekrek... Kakek Sanjaya menyalakan dupa-dupa yang ada di sekitaran bunga-bunga yang bertebaran di sekitar sumur. Kakek itu mulai memejamkan mata, tangan keriputnya terangkat ke arah Kaia. Mulutnya komat-kamit, tapi Kaia sama sekali tak bisa mendengarnya. "Septa...." Kemudian, setelah membaca mantra, Kakek Sanjaya memanggil Sang Cucu yang mengangguk mengerti. Duk... Septa lantas duduk tepat di belakang Kaia.
"Eehh!!? Se- Septa!?" Kaia gelagapan. Dalam kondisinya yang tak berbusana seperti ini, Septa, teman sekelasnya itu duduk tepat di belakang punggungnya yang terbuka.

Panggilan Ratu Laut SelatanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang