Sesajen Untuk Ratu Laut

7.9K 370 16
                                    

"A- Apa yang terjadi Lulu!?" Tangan Kaia digenggam erat dua orang pria berpakaian adat serba hijau. Gadis itu ditarik untuk mengikuti mereka berjalan keluar rumah tetangga Mbah Kasmirah. "Lu- Lulu!!!?" Seru Kaia memanggil Sang Sahabat yang berjalan di depan berdampingan dengan Mbah Kasmirah. Berbeda dengan Kaia yang dipegang, diseret paksa untuk berjalan, Lulu berjalan bebas di depan malah beberapa pria berpakaian adat serba hijau di dekat Lulu itu terlihat seperti sedang mengawal Lulu. "Nnghhh!!!! Lepasin!!! Lulu!!!" Kaia merintih mencoba melawan, tapi tenaga gadis cantik SMA itu bukan tandingan tenaga dua pria dewasa yang memeganginya ini. Kaia juga melihat sekeliling, dirinya yang sudah diseret keluar rumah itu tak menemukan Septa di mana pun. "Se- Septa!!? Septa mana!!"

"Tenang Kaia, Septa baik-baik saja." Lulu balik badan dan wajahnya terlihat sayu, walau sedikit tersenyum terpaksa.
"Apa yang terjadi Lulu! Kamu belum menjawab!!" Kaia tidak pernah menyangka dirinya akan bersuara setinggi ini kepada Sang Sahabat yang sekarang balik muka tak menjawab pertanyaannya.
"Ikuti saja Kaia, jangan melawan. Jangan...." Bahu Lulu yang membelakangi Kaia itu terlihat menaik dan menurun lemas, "Jangan mempersulit ini, Ok?" Lulu lantas lanjut melangkah.
"Ngghhh!!!! Nngghh!!!" Kaia yang diseret tetap berusaha meronta dan melawan walau tak ada hasilnya. Meskipun ia bisa membebaskan diri dari dua pria berpakaian adat yang menangkap tangannya ini, orang-orang berpakaian adat lain yang mengawal Lulu di depan serta mengikuti di belakang akan segera menangkap Kaia jika terlepas.

Gadis cantik berkacamata itu ditarik ke pantai. Orang-orang berpakaian adat serba hijau lainnya yang melihat Kaia serta Lulu datang langsung menolehkan kepala mereka semua ke arah Kaia. Alunan musik gamelan menghiasi langkah kaki Kaia yang diseret. Suara ombak menderu dan angin pantai yang menerpa pagi juga tak kalah ribut, seakan mnyambut Kaia. Kiri, kanan, Kaia melihat sekeliling. Di pantai selatan itu saat ini hanya ada orang-orang berpakaian adat serba hijau. Memang ada beberapa orang berpakaian biasa yang tampaknya adalah warga yang tak terlibat, menonton dari jauh. "Tolong!!!!!! Tolong!!!!!" Kaia menyeru kepada para warga yang menonton upacara adat di pinggiran pantai. Tetapi, entah kenapa suara Kaia tidak sampai ke arah mereka. "Tolong!!!!!" Pita suara gadis cantik itu bergetar sampai serak, namun suaranya tetap tak terdengar.

"Tolonnngmmmhhh!!! Mmmhhh!!"
"Ssshhh... Jangan berisik, kita mau mulai." Salah satu dari pria yang menyeret Kaia mendesis dan mengeluarkan secarik kain yang dipakainya menutup mulut Kaia.
"Mmmmhhh!!! Mmmmhhh!!!" Kaia geleng-geleng berusaha menggoyang ikatan kain yang menutup mulutnya. Duk! Bahu gadis cantik itu kemudian ditekan dan ia pun dipaksa duduk di tengah-tengah kumpulan orang-orang berpakaian adat yang memperhatikannya dengan seksama. Srek... Setelah mulutnya yang dibelenggu, kini giliran tangn Kaia yang ditarik ke belakang dan diikat. "Mmmmm!!!!" Kaia menggoyang badan tak terima dirinya dikekang seperti ini.
"Kaia..." Lulu ikut duduk di samping Kaia lalu menggandeng tangan Kaia, memeluknya erat ke dada. Kaia yang dibelenggu dari mulut hingga ke tangan tak bisa bangkit berdiri lagi, tertahan oleh pelukan Lulu yang ikut duduk di sampingnya.

"Mm! Mmm!!" Kaia yang berteriak memanggil nama Lulu tak bisa mengeluarkan suaranya dengan jelas. Kaia jelas ingin meneriaki Sang Sahabat di sampingnya ini. Ada apa!? Kenapa orang-orang berpakaian adat ini mengekangnya seperti ini!? Lalu, yang lebih penting, siapa mereka-mereka ini!!!? Kaia yang melotot menatap ke arah langit yang mulai mendung. Sedikit bunyi gemuruh guntur melatari suara pantai. Orang-orang berpakaian adat itu lantas ikut duduk seperti Kaia, di atas tikar yang sudah dibentangkan di pasir putih pantai. Mereka semua duduk menghadap seorang kakek-kakek yang duduk di sebuah panggung, yang di kiri dan kanannya dinaungi payung. Di depan kakek-kakek berpakaian adat dan berhias perhiasan berkilau itu ada beberapa kotak dari anyaman bambu yang di dalamnya memuat sesuatu.

Hah... Kaia menarik nafas menenangkan diri agar bisa melihat dengan jelas apa isi kotak anyaman bambu itu. Salah satunya, Kaia melihat isi kotak itu adalah buah-buahan, sayur mayur serta beberapa kue daerah yang tidak pernah Kaia cicipi sebelumnya. Lalu, di kotak yang lain mulai meleber darah merah dari sela-sela anyaman bambu. Mata Kaia melotot melihatnya. A- Apa itu!? Gulp... Kaia yang melihat dengan seksama, mendapati di dalam kotak anyaman bambu itu terdapat hewan-hewan mati. Ayam, bebek, tikus, dan entah mayat hewan macam apa lagi yang ada di sana. Bertumpuk mengundang serangga yang tertarik dengan bau busuk mayat.

Panggilan Ratu Laut SelatanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang