Satu Langkah Ke Depan

8K 383 16
                                    

"Kaia!!!! Tolong aku!!! Kaia!!!!!" Sosok Lulu berteriak nyaring dari balik kegelapan. Di sebelahnya, terlihat seorang wanita cantik yang memakai baju adat nuansa hijau tersenyum, memenjara Lulu yang tak berdaya. "Kaiaaaaaaa!!!!" Lulu menjulurkan tangan. Sosok Ratu di sebelahnya tersenyum mencakar-cakar tubuh Lulu yang tak tertutup apa pun, hingga berdarah-darah dan perlahan kulitnya mengelupas. "Kaia!!!!!" Mata Lulu menangis mengeluarkan air mata sampai kering hingga darah yang keluar.
"Bwaaahhh!!!!" Kaia terjungkal, langsung bangkit terduduk di atas kasur. Hah... Hah... Hah... Tubuh Kaia basah kuyup berkeringat banjir, seakan sehabis mandi hujan. Jantungnya masih menendang-nendang dan bahunya naik turun menarik nafas yang berhamburan. Gulp... Gadis cantik itu menelan ludah dan melihat sekeliling. Dirinya ada di kamar Septa, dan sekarang cowok itu terlihat masih tidur lelap di sebelahnya. Hah... Kaia menghembuskan nafas panjang. Mimpi buruk barusan benar-benar terasa nyata, sampai seakan-akan dirinya menyaksikan secara langsung.

Kaia menggigit bibir dan memeluk dirinya. Tubuhnya yang berkeringat itu juga merinding. Hik... Gadis itu kemudian perlahan terisak. Lulu.... Melihat Lulu ditarik ke kegelapan oleh Ratu benar-benar memukul Kaia. Rambut Kaia kusut dan bibirnya kering tak terusus. Di dalam gelapnya hari yang belum mencapai fajar, gadis itu terisak, teringat akan nasib Sang Sahabat. Apa yang terjadi dengan Lulu!? Mimpinya tadi terasa nyata, sampai seakan-akan sosok Ratu itu sengaja menunjukkan ke Kaia, kalau dirinya benar-benar menikmati menyiksa Lulu di alam lain. Hik.... Kaia kemudian berbalik menatap Septa dan kali ini ia teringat akan ucapan Lulu. Hal yang sama juga akan terjadi pada cowok itu. Mereka bertiga, mengalami nasib yang sama, terhutang nyawa dengan sosok makhluk halus penguasa lautan.

Setelah cukup tenang dan menyapu air matanya, Kaia kembali rebahan, tapi kali ini, gadis cantik itu menggeser tubuhnya mendekati Septa dan menyingkirkan guling yang menjadi pembatas mereka. Septa terlihat masih nyenyak, dengan mata terpejam dan dada kembang kempis menarik nafas. Cute.... Batin Kaia bergumam. Meskipun ekspresi Septa sedang sedikit menganga saking nyenyaknya, tapi bagi Kaia, itu lebih dari cukup membuat wajah Kaia tersipu merah. "Septa..." Kaia makin menggeser badan dan kemudian memeluk Septa layaknya guling. Dahi gadis itu menempel ke bahu Septa, menyenderkan bebannya. Mata Kaia yang masih lelah mulai terpejam kembali. Lulu.... Dia telah gagal menyelamatkan Sang Sahabat, karena ketidakberdayaannya. Andai saja aku bisa melakukan sesuatu.... Aku... Kali ini, tidak akan membiarkan nasib Septa akan berakhir seperti Lulu! Tangan Kaia mengepal erat disaat ia kembali terpejam, lelap dalam tidurnya.

******

Suasana di meja makan yang biasanya hanya diisi Kaia, Septa, dan Kakek Sanjaya bertiga menjadi sedikit canggung ketika hari ini jumlah mereka menjadi berempat. Tak ada suara yang saling bicara, hanya ada suara benturan sendok ke piring setiap kali tangan menyuap makanlah yang ada memenuhi ruang makan. Mbah Kasmirah yang belum terbiasa  duduk menunduk menatap makanannya, dan terkadang sedikit mengintip Kakek Sanjaya. Keduanya saling pandang, dan Kaia bisa melihat mulut mereka sedikit bergetar ingin mengucap kata, tapi mereka berdua tidak melakukannya. Apa pun yang ingin mereka katakan, kembali tertelan ke dalam diri mereka bersama makanan yang mereka suap.

Kaia yang biasanya banyak berceloteh juga tampak diam tak berniat mengusir hening dan canggung. Gadis cantik itu menatap Septa terus menerus karena masih teringat ucapan Lulu tempo hari yang terus mengganggunya. Hal itu juga membuat Kaia sadar sesuatu. Setelah tinggal bersama, bahkan tidur di kasur yang sama, masih ada banyak hal yang tidak diketahuinya tentang Septa. "Apa?" Sekarang cowok itu mengekerutkan alis, karena merasa aneh daritadi ditatap Kaia dengan dalam. Tapi setidaknya, pertanyaan Septa tadi menjadi ucapan pertama yang berhasil mengusir diam di meja makan.

Kaia menaruh sendoknya ke atas meja makan dan menelan sisa makanan yang telah ia kunyah. Gadis cantik itu bergantian menatap Septa, dan lalu menatap Kakek Sanjaya. "Apa benar... Kalau Septa juga terhutang nyawa dengan Ratu?" Kaia dan Kakek Sanjaya saling bertatapan. Sejak kedatangan gadis cantik itu dari study tour kemarin, Kakek Sanjaya tahu apa yang telah terjadi dengan Kaia, melihat ekspresi Kaia yang sedikit berbeda. Septa juga sudah menceritakan semuanya saat Kaia jatuh terlelap kelelahan. Kakek Sanjaya kemudian menatap Septa, seakan meminta izin cowok itu untuk bercerita, dan Septa hanya diam mengalihkan pandangannya. Hah... Kakek Sanjaya pun menghembuskan nafas.
"Benar." Jawaban Kakek Sanjaya tidak membuat Kaia kaget, gadis cantik itu hanya terdiam, menunggu Kakek Sanjaya untuk melanjutkan perkataannya. "Septa...." Sekali lagi Kakek Sanjaya menatap Septa, memastikan tak apa untuk menceritakan ini. Karena tak ada penolakan dari Septa, Kakek Sanjaya pun lanjut. "Septa dijual ke Ratu oleh orang tuanya sebagai tumbal pesugihan." Kaia yang mendengar itu langsung menoleh ke arah Septa dengan wajah terkejut sedikit menganga.

Panggilan Ratu Laut SelatanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang