Druduk! Druduk! Bunyi petir di langit mendung bergemuruh. "Mau hujan kayaknya ya?" Druk... Kaia menaruh Hpnya setelah selesai membaca ramalan cuaca. "Hmmmm..." Gadis cantik itu lantas meregangkan badan sambil duduk di bangku sekolahnya. Sudah berapa minggu? Benak Kaia mencoba menghitung dari tanggal dirinya dan Septa mengantarkan surat Kakek Sanjaya untuk dikirim ke seseorang bernama Mbah Kasmirah, tetapi, sampai hari ini juga, mereka sama sekali belum menerima balasannya. "Kenapa orang tua tidak punya whatsapp saja sih...." Gerutu Kaia yang meregangkan tubuh hingga dadanya membusung, membuat sedkit kancing seragam sekolahnya tertarik dan memberi sedikit celah di antaranya yang sekilas menampilkan pakaian dalam gadis itu. "Nnngghh!!"
"Hei..." Lulu yang duduk di sebelah Kaia memanggil. Sahabat Kaia itu menopang dagunya dan menghadapkan wajahnya ke arah Kaia.
"Hmmmm? Apa Lu? Ngghhh..." Sahut Kaia yang sudah selesai meregangkan badan. Mereka sedang dalam sela-sela antar mata pelajaran. Guru sejarah mereka, yang sekaligus merupakan wali kelas mereka entah kenapa belum datang, padahal pelajaran beliau seharusnya dimulai 5 menit yang lalu.
"Kamu enggak sadar ya Kaia?" Lulu tampak cekikikan menatap Kaia yang kemudian memiringkan kepala dan berkedip-kedip.
"Sadar apa?" Gadis cantik yang biasanya berkacamata itu menggeleng tidak mengerti, dan melihat ekspresi Kaia yang seperti itu membuat Lulu jadi semakin cekikikan gemas."Gara-gara kamu lepas kacamata, jadi banyak cowok yang nanyain kamu lo!" Seru Lulu begitu semangat sampai-sampai gadis berponytail itu mau melompat dari kursinya memeluk dan mencubit Kaia.
"Apa sih Lu!" Gerutu Kaia tampak memerah malu dan memalingkan wajahnya. "Hmph!" Nafas Kaia terdengar mendengus seraya kepala cantiknya memiring memilih menghadap dinding, daripada ke arah Sang Sahabat yang menggodanya.
"Eeeehhhh!!! Ini serius Kaia! Bukan cuma cowok-cowok kelas! Tapi cowok-cowok dari kelas lain juga pada nanyain kamu ke aku! Ke aku tahu enggak!? Mereka pada nanyain kontakmu!" Bibir Kaia memanyun. Sebagai manusia, tentu wajar kalau gadis cantik itu senang ketika mengetahui banyak lawan jenis yang tertarik dengannya. Mata Kaiapun melirik ke arah cowok-cowok di kelasnya, dan beberapa tertangkap basah sedang menatapnya dan langsung memalingkan muka begit ketahuan.Bicara soal kontak.... Kaia ingat di aplikasi chatting Hpnya, memang akhir-akhir ini jadi banyak cowok-cowok yang mengiriminya pesan. Beberapa dari mereka adalah teman-teman sekelasnya ini yang akhir-akhir ini jadi begitu perhatian, sering mengingatkan Kaia kalau ada tugas atau semacamnya. Hah.... Kaia menghembuskan nafas panjang. Meski banyak yang menghubunginya, entah kenapa begitu Kaia masuk ke dalam rumah Kakek Sanjaya sekarang, gadis itu seperti sudah meninggalkan Hpnya tidak seperti ketika ia masih di rumahnya. Entah, ada-ada saja yang membuatnya sibuk sekarang. Seperti membantu memasak, atau membersihkan rumah, selalu ada saja yang membuat Kaia melupakan waktu, walaupun kadang ia merasa kesal karena tingkah Septa. "Nnghhh!" Gara-gara itu, Kaia jadi teringat Septa dan tidak sengaja melihat cowok itu. Dia terlihat sedang menyendiri, dan Kaia yang sering melihat Septa di kelas jadi tahu kebiasaan cowok itu, kalau ada waktu senggang, biasanya dia memilih untuk mendengarkan musik daripada bergaul, seperti sekarang.
"Oke anak-anak!" Tiba-tiba datang seorang wanita menepuk pintu, memberi tahu kedatangannya yang dadakan kepada Kaia dan teman-temannya yang ribut. Tentu saja, kalau tak ada guru, ya jelas semuanya pasti ribut. Guru Sejarah sekaligus wali kelas Kaia itu datang sambil berdeham dan memasang wajah cekikikan, melihat murid-muridnya tampak kaget dan kelabakan karena dikagetkannya. Wanita yang disebut Ibu Heni itu berdiri di antara kursi dan meja gurunya, sambil menatap wajah anak-anak muridnya, mengabsensi kelengkapan. Sebelum memulai pelajaran, wanita itu tampak mengeluarkan sesuatu dari tas tentengnya. "Hmmmm.... Sebelum mulai, Ibu mau ngucapin selamat dulu kepada seseorang di kelas ini yang mendapatkan kesempatan untuk study tour ke situs wisata yang ada di Pantai Selatan."
Mata Kaia lantas terbelalak mendengar kata Pantai Selatan itu disebut. Sudah beberapa minggu ini semenjak mata batinnya ditutup, gadis itu jadi hampir melupakan masalah hidupnya yang satu itu. "Ibu ucapkan selamat buat Septa dan Lulu yang terpilih dari kelas kita untuk pergi ke sana." Ibu Heni tersenyum dan kemudian bertepuk tangan. Prok! Prok! Prok! Tepuk tanganpun disambut dan disahuti oleh yang lainnya, termasuk Kaia.
"Selamat ya Lu!" Seru Kaia memberi semangat kepada Sang Sahabat. Kaia memang tahu, kalau Lulu, sahabat sekaligus ketua kelasnya itu memang menyukai pelajaran sejarah, sehingga pantas untuk terpilih, tetapi kalau Septa..... Kaia yang melirik ke arah cowok itu tidak tahu kalau ternyata Septa bisa terpilih. "Meh...." Wajah Kaia lantas langsung malas, melihat reaksi Septa yang datar seperti biasanya, walaupun banyak orang menepuk tangani cowok itu. Mungkin juga, karena melihat respon Septa yang datar, orang-orang jadi malas memberinya selamat dan sekarang, semuanta bertepuk tangan untuk Lulu.
"Hehehe... Makasih-makasih." Lulu tersipu dan manggut-manggut menggaruk hidung.
"Oke, sekarang kita mulai pelajarannya ya!" Semuanya mengganguk mengikuti arahan wali kelas mereka untuk membuka buku pada halaman tertentu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Panggilan Ratu Laut Selatan
Horror(21+) Setelah kematian orang tuanya, Kaia mengalami kejadian ketindihan yang sampai membuatnya bangun dalam keadaan telanjang. Pilihan gadis itupun hanya satu, yaitu menemui seseorang yang bernama Kakek Sanjaya sesuai dengan isi surat wasiat dari ke...