Kaia berusaha bangkit dari kasur. Tubuhnya serasa remuk dan sobek-sobek. Sakit. Nyeri di dadanya seperti ditusuk ribuan jarum. Tetapi, gadis itu menilik ke bawah dan tidak mendapati tubuhnya terluka. Tak ada sama sekali luka fisik yang nampak di tubuhnya. "Uugghhh...." Kaia merintih, sambil berusaha mengangkat dirinya yang terbaring. Sudah berapa lama ia terbaring di sana? Kaia tidak tahu dan tidak mengerti. Gadis itu setelah bangun membuka mata tadi, jelalatan melihat sekeliling dan mendapati dirinya ada di rumah, di kamar Septa, tempat biasanya ia tidur. Kaia masih ingat dengan jelas, terakhir, sebelum kesadarannya menghilang ditelan kegelapan, dirinya masih berada di ruang kelas.
Mata Kaiapun sontak terbelalak teringat momen itu. Bulu kuduknya merinding sekujur tubuh. Wajah mengerikan Ratu masih bersemayam di dalam benaknya, dan hanya mencoba mengingat wajah mengerikan itu saja, rasanya Kaia sudah tercekik.
"Nnnggghhh..." Bruk!! "Aakh!" Kaia merintih. Tubuhnya lemah. Bangkit untuk duduk di kasur saja ia gagal dan sampai terjatuh. Kenapa!? Kenapa tubuhku jadi lemah begini!? "Ugghh..." Kaia merasa ada sesuatu di dalam dirinya yang terluka tapi ia tak tahu itu apa. Gadis cantik itu padahal yakin sekali kalau tubuhnya tak ada luka.Mendengar suara Kaia yang terjatuh membuat Septa buru-buru balik ke kamarnya. "Hei...." Sapa Septa yang mendekati Kaia dan membantu gadis itu menyender di samping kasur.
"Se- Septa..." Melihat cowok itu mengingatkan Kaia akan ucapannya terkahir kali. Mata Kaia tak mampu melirik ke arah mata Septa yang membantunya menyender itu. Aku sudah mengatakan.... Bibir Kaia mengkerut. Gadis itu juga mengepalkan tangan, menyesali perkataannya. Andai saja perkataan bisa ditarik, mungkin Kaia akan meremasnya kuat dan membuang perkataannya kemarin itu. Gulp... Kaia menelan ludah. Sekarang, akibat lisannya tempo hari, jangankan mau mengucap kata ke Septa, menatap cowok itupun Kaia menghindar."Kamu jangan banyak gerak dulu. Mata batinmu sedang terluka." Septa kemudian mengambil kacamata Kaia yang sudah lama tidak dipakai gadis cantik itu. "Ini, kamu bakal butuh ini lagi." Septa berniat menyerahkan kacamata yang awalnya tersimpan di lemari kamarnya itu ke Kaia yang duduk menyender.
"Mata batinku terluka?" Gadis itu menerima kacamatanya kembali sambil berkedip-kedip tidak mengerti memangnya apa yang sudah terjadi.
"Kemarin... Kamu masih ingat kesurupan masal yang terjadi di sekolahkan?" Kaia yang sedang memasang kacamatanya itu mengangguk, mengiyakan pertanyaan Septa. "Sepertinya kemarin itu Ratu membuka paksa mata batinmu biar terbuka lagi. Makanya, seperti luka yang belum kering, mata batinmu yang terluka karena dibuka paksa itu sedang terbuka lebar." Septa lalu mengangkat tangan, menunjuk kacamata Kaia yang sedang dipakai gadis cantik itu. "Kalau kamu enggak mau lihat makhluk-makhluk aneh, sementara ini, sebelum mata batinmu sembuh, kamu perlu kacamata itu lagi."
Trek... Kaia membenarkan posisi kacamata di hidungnya. Terasa aneh memang memakai kacamata lagi setelah cukup lama tidak memakainya. Hidung Kaia jadi sedikit gatal-gatal karena ada benda itu menempel.Membicarakan Ratu, Kaiapun mencoba mengingat apa yang sudah terjadi sebelum ia pingsan. Benar memang ucapan Septa. "Nghhh..." Kaia meremas pertengahan dadanya. Waktu itu, ketika sosok Ratu yang merasuki Lulu itu menusuk dadanya dengan kuku-kuku tajam, rasanya Kaia seperti disobek. Mungkin... Itulah rasanya ketika mata batin dipaksa terbuka. Tapi.... "Eh!!!?" Kaia sontak melotot dan wajahnya perlahan memerah mendidih. Gadis itu ingat hal lain sebelum mata batinnya dibuka paksa Ratu. "Se- Septa...." Panggil Kaia terbata-bata sambil meremas piyamanya.
"Apa?" Tanya cowok itu berdiri tegap di depan.
"Mmmm..." Kaia terlihat menggigit bibir dan menatap lantai, terhambat rasa malu untuk menanyakan pertanyaan di benaknya. "Wa- Waktu aku pingsan di kelas... Si- Siapa yang nemuin aku?"Septa terdiam sejenak dan jadi teringat bagaimana kondisi Kaia waktu itu. "Aku." Jawab Septa singkat. Menatap Kaia yang terdiam membuat Septa mengerti, Kaia sedang kepikiran dengan kondisinya yang waktu itu dilucuti Ratu sampai tak bersisa. "Semua yang kesurupan di kelas ikut pingsan saat kamu pingsan, dan orang-orang lain sibuk melihat kesurupan masal di lapangan. Enggak ada yang ke kelas selain aku." Septa mengalihkan pandangannya, menyembunyikan sedikit wajahnya yang jadi ikutan memerah seperti Kaia gara-gara mengingat kejadian tempo hari itu. "Setelah itu kamu kupakaikan seragam lagi dan kubawa ke UKS."
"O- Oh..." Kaia mengangguk mengerti dan menghembuskan nafas panjang, lega bukan main. "Syukurlah kalau cuma kamu yang melihat..."
KAMU SEDANG MEMBACA
Panggilan Ratu Laut Selatan
Horror(21+) Setelah kematian orang tuanya, Kaia mengalami kejadian ketindihan yang sampai membuatnya bangun dalam keadaan telanjang. Pilihan gadis itupun hanya satu, yaitu menemui seseorang yang bernama Kakek Sanjaya sesuai dengan isi surat wasiat dari ke...