END

12.3K 594 118
                                    

Legenda Ratu Laut Selatan...

Hanya ada satu kisah mistis yang paling terkenal sepulau Jawa dan tidak ada yg bisa mengalahkan kesakralannya, yaitu kisah tentang seorang Ratu yang menguasai Laut Selatan.

"Jangan memakai warna hijau kalau ke pantai itu! Nanti kamu bisa hilang diambil Ratu!" Begitulah petuah yang muncul untuk mengingatkan siapa pun pengunjung yang ingin menikmati indahnya Pantai Selatan.

Indah memang. Tapi, ombak di Pantai Selatan yang langsung terhubung dengan Samudra itu kadang datang begitu tinggi, menyapu apa pun yang ada di sana. Menggulung lalu menarik jiwa malang ke dalam lautan. Itulah yang membuat mitos jika ada yang meninggal di Pantai Selatan, pasti karena diculik sebuah sosok "Ratu" untuk dijadikan bala tentaranya.

Beberapa ada yang menganggap itu semua hanyalah takhayul. Semua fenomena misterius alam bisa dijelaskan secara sains. Para pemakai logika itu mengatakan, warna hijau tidak ada hubungannya dengan sosok Sang Penguasa Laut Selatan. Melainkan, warna hijau membuat tubuh manusia yang hanyut menjadi sulit ditemukan sehingga proses evakuasi menjadi terhambat hingga kadang tidak menemukan mayat korban sama sekali.

Tapi, bagi mereka yang diberikan penglihatan lebih, logika tidak bisa membatasi mereka. Bagi mereka yang mampu melihat ke dimensi alam lain, apa yang dikatakan sains itu hanyalah alibi-alibi tipis yang jauh berbeda dengan kenyataannya. Di Laut Selatan sana, memang terdapat sebuah istana megah milik sosok penguasa yang sejak zaman dahulu meminta tumbal manusia. Baik melalui laut, ataupun dari darat melalaui para pengikut setianya di Keraton.

"Septa!" Kaia tercekat. Gadis cantik itu kebingungan harus melakukan apa kepada Septa yang sekarang berada menjadi salah satu pasukan Ratu yang menghadangnya. Sekilas barusan, ingatannya tentang isi buku legenda Ratu yang sempat ia baca tempo hari datang menjelaskan semua apa yang terjadi. Lalu, perlahan, wajah-wajah tak asing mulai bermunculan menjawab pertanyaan Kaia yang kedua.

Wajah-wajah dari teman sekelasnya yang tadi ia temukan tak bernyawa seperti patung batu di depan Istana mulai tampak menjadi bagian pasukan Ratu. Sungguh, apa pun yang dikatakan legenda itu benar adanya. Tumbal-tumbal yang ditarik Ratu sungguh menjadi budak bala tentara yang mengabdi tanpa pertanyaan kepada sosok itu!

Apa yang harus kulakukan!? Kebimbangan membuat tangan Kaia yang sebelumnya megepal erat dan mantap, menjadi gemetaran. Andai yang menghadangnya bukanlah Septa dan teman-teman sekelasnya, tanpa pikir panjang, gadis itu akan mengerahkan semua pasukannya untuk menyerbu Ratu. "GAHAHAHAHAH! Ada apa Kaia!? Kenapa kamu diam seperti itu!? Kamu ingin menyerah dan mengakhiri ini semua saja langsung saat ini!?" Ratu tersenyum, mengetahui ombak kemenangan ada di pihaknya, seperti selama ini.

Ratu menceleng lalu mengagkat tangan, menunjuk ke arah Kaia. Pasukannya pun segera menyerbu Kaia tanpa ampun. "Nnnghhhh!" Tak punya pilihan, "Maaf!" Kaia terpaksa mengerahkan pasukannya juga untuk membendung bala tentara Ratu. Peperangan dua kubu makhluk ghaib dengan Ratu mereka masing-masing pun tak terhindarkan.

Ombak makin tinggi. Puting beliung menggulung awan hitam yang memancarkan petir ke sana ke mari. Tak ada lagi manusia yang masih nekat tinggal di pantai. Semuanya ketakutan akan cuaca yang sangat buruk di tengah laut. Meningginya ombak perlahan membuat capaian air laut makin jauh ke daratan. Tsunami kecil berkali-kali sampai menghantam rumah warga yang biasanya tak tersentuh. Daun-daun dari pepohonan di pinggir pantai rontok dan berterbangan. Benar-benar buruk. Peperangan dua kubu makhluk ghaib di Istana Ratu mengacaukan dua dunia.

"Ggggaaaaa!" Sosok Septa mengayunkan pedang tanpa keraguan ke arah Kaia.
"Septa!" Beruntung Kaia masih sadar kalau yang ada di depannya ini memang Septa, tapi kesadarannya telah berganti menjadi sesuatu yang lain. "Ugghh! Septa! Henti-!" Wussh! Nyaris saja tebasan pedang itu mengenai badan Kaia. Di saat pasukannya sibuk melawan serbuan pasukan Ratu, Kaia yang diserang Septa pun makin mundur dan mundur. "Septa!" Tidak peduli betapa kerasnya Kaia menyeru, Septa tak bergejolak dan tetap membabi buta menyerangnya.

Panggilan Ratu Laut SelatanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang