Percaya Padaku Septa!

7.9K 282 4
                                    

Sepulang sekolah, sesuai rencana Kaia, gadis cantik itu bersama Septa sama-sama mengendap-endap mencoba membuntuti Lulu. Tapi, ada satu hal yang aneh. Tidak biasanya Lulu pulang berjalan kaki seperti itu. Kaia tahu betul di mana rumah Lulu. Jaraknya cukup jauh, dan Kaia juga ingat akan kebiasaan Lulu yang seharusnya setiap berangkat dan pulang sekolah selalu menaiki mobilnya sendiri. "Bagaimana ini?" Tanya Septa yang padahal sudah siap menghidupkan motornya. Kaia yang berdiri di sampingnya masih tertegun berpikir menatap sosok Lulu berjalan keluar pintu gerbang sekolah.

"Aneh. Enggak biasanya dia pulang jalan kaki begitu! Kalau begini, kita enggak bisa mengikutinya pakai motor dong?" Kaia bergumam yang kemudian menatap Septa, meminta pendapat cowok itu.
"Ya sudah." Septa mencabut kunci motornya dan memastikan kedua helmnya dan helm Kaia terikat rapat. "Ayo, kita ikuti dia."
"Hm!" Kaia mengangguk.

Keduanya pun memutuskan untuk berjalan kaki, mengikuti Lulu. Jika menggunakan motor, akan sangat mencolok dan pastinya akan ketahuan sosok Lulu itu. Sambil tetap menjaga jarak, Kaia dan Septa benar-benar berkonsentrasi membuntuti punggung Lulu. Beberapa anak sekolahan lain yang berlarian karena memang jam pulang sempat menghalangi pandangan mereka berdua, namun mereka segera bergerak cepat untuk tetap mengunci Lulu di dalam jarak pandang mereka.

Lulu terus berjalan menyusuri trotoar, dan menurut Kaia memang saat ini gadis itu sedang berjalan ke arah rumahnya. Tapi ini tetap aneh. Rumah Lulu itu jauh. Masa iya dia jalan kaki? Tapi dari arahnya memang mengarah ke rumahnya. Atau mungkin, dia menuju ke tempat lain? Kaia dan Septa sesekali harus menghentikan langkah dan menyembunyikan hawa keberadaan mereka dengan memanfaatkan benda-benda di sekitar. Tiang listrik yang menjulang, atau pun mobil-mobil yang terparkir sembarangan di pinggir jalan mereka manfaatkan untuk bersembunyi kalau-kalau sosok mereka sudah terlalu dekat dengan Lulu, atau kalau Lulu terlihat ingin menoleh ke belakang.

"Ayo cepat!" Tiba-tiba saja Lulu berbelok ke sebuah gang kecil. Septa menyeru dan menarik tangan Kaia. Keduanya yang tertinggal cukup jauh pun tak bisa berlari karena harus tetap menyembunyikan diri, mereka lantas hanya bisa berjalan cepat menyusul Lulu yang tiba-tiba saja berbelok.
"Huh?"
"Ke- Kemana dia?" Tapi, ketika Kaia dan Septa sudah berhasil sampai ke tikungan gang kecil itu, sosok Lulu sudah tidak ada di sana.

Keduanya lantas masuk menyusuri gang kecil itu, memeriksa lebih lanjut. Jalannya merupakan jalan buntu yang di ujungnya ada sebuah tembok tinggi. Di kiri dan kanan juga tidak ada jalan persimpangan. Hanya ada jendela rumah kecil dan bak sampah. Tidak ada. Sosok Lulu tidak ada di mana-mana, menghilang seperti debu ditiup angin. "Bagaimana ini?" Kaia dan Septa saling berpandangan. Kehilangan jejak Lulu membuat keduanya bingung tidak bisa melanjutkan rencana. Tapi, rasa penasaran di benak mereka justru semakin meningkat. Ada yang tidak beres. Tidak mungkin Lulu bisa menghilang begitu saja.

"Kamu tahu rumahnya di mana?"
"Mmmm!" Kaia mengangguk. Setelah cukup lama bersama dengan Septa, pikiran Kaia dan cowok itu pun seakan mengalir di dalam satu frekuensi yang sama. Kaia mengerti apa yang ingin dilakukan Septa. Lalu, keduanya pun berjalan kembali ke sekolah untuk mengambil motor Septa yang tadi mereka tinggal. Brum! Mesin pun hidup, dan gas ditarik Septa, mengantarkan mereka berdua ke rumah Lulu sesuai instruksi Kaia yang mengetahui jalannya.

Begitu tiba di rumah Lulu, sekilas tidak ada yang tampak berbeda dengan ingatan Kaia saat terakhir kali gadis cantik itu ke sana. Rumah tingkat dua itu diapit dua tanah kosong di kiri dan kanannya, yang sampai sekarang hanya dihuni semak belukar. "Itu rumahnya?" Tanya Septa yang memarkir motornya cukup jauh di depan rumah tetangga, karena memang niat mereka bukan berkunjung melainkan memata-matai Lulu.

"Iya. Terakhir aku ke situ saat orang tuaku masih ada." Gulp... Kaia menelan ludah dan sekali lagi memperhatikan rumah Lulu dengan seksama. Sesuatu di dalam dirinya bergetar. Perasaan intuisi manusianya bergejolak seakan berteriak memberitahu Kaia kalau ada yang aneh dengan rumah Lulu itu sekarang.

Panggilan Ratu Laut SelatanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang