Lupakan tentang dikecewakan Radit. I must be optimized. Dia sudah membayar lunas apa yang telah dilakukannya kemarin lusa. Apakah kini saatnya aku membuka hatiku? Ya, untuk apa aku mempertahankan egoku. Biar saja perasaanku mengalir apa adanya tanpa paksaan.
Seminggu berlalu sejak kami merasakan liburan berdua. Dan kami telah kembali ke rutinitas masing-masing. Radit kembali menjadi robot pekerja. Bahkan lebih gila. Kalau sebelumnya dia workaholic, ini naik statusnya menjadi edan workaholic. Dia berangkat jam 5 pagi pulang jam 10 malam. Entah apa yang dikerjakannya di kantor. Mungkin ngotak-atik grafik seperti yang pernah kulihat di kantornya.
Malam ini pun aku juga sendiri seperti malam-malam sebelumnya dan mungkin malam berikutnya. Tadi sore Radit ngirim pesan agar mengunci pintu karena dia akan lembur lagi. Hhhhh...dia serius ngga sih menanggapi pesan ayah untuk membuatku jatuh cinta padanya.
Dengan ditemani secangkir cokelat panas, aku nonton drakor dari lepi. Bagaimanapun aku belum bisa tidur kalau Radit belum pulang. Takut sih engga, cuma ngga tahu kenapa.
Jadi teringat malam beberapa waktu lalu di rumahku. Maksudku rumah orangtuaku. Hehe...ada yang penasaran kan, apa yang kami perbuat malam itu? Masak cuma tidur doang.
Faktanya aku nyaris tak bisa tidur waktu itu. Baru ketika jarum jam saling berhimpit mataku mulai memberat. Hingga esoknya kami blingsatan karena harus pulang pagi buta.
"Ihhhhh...kamu pura-pura tidur?????" Radit tertawa. Aku malu sekali. Seperti ketahuan membuat pengakuan.
"Tadi sih udah mau tidur. Tapi denger suaramu, aku jadi bangun lagi." Aku masih menyembunyikan diri di balik selimut. "Tak usah malu. Kita ini suami istri. Tak masalah untuk saling tahu isi hati."
"Kalau gitu aku boleh tanya apa saja?" Tanyaku seraya melongokkan kepala dari balik selimut. Radit mengangguk.
"Apa yang ingin kamu tanyakan?"
"Kenapa kamu mau dijodohin sama aku?"
"Pertanyaan itu lagi. Emang penting banget ya?" Dia balik tanya. Aku mengangguk dan menatapnya serius. Dia menghela napas, "Kalau aku bilang aku menyukaimu, kamu percaya tidak?" Aku menggeleng.
"Nah, kamu mau dijelaskan yang mana?"
"Ya,kita kan belum kenal sebelumnya. Kita belum pernah ketemu sebelumnya, kamu cuma dengar cerita tentangku dari ayah. Kenapa bisa langsung setuju, ngga nolak dulu?"
"Yakin belum pernah ketemu?"
"Emang kita pernah ketemu?"
"Terserahlah. Yang jelas ayah bangga sekali waktu menceritakan anak perempuannya. Seperti yang pernah kubilang dulu, ada keinginan bagiku untuk bisa menjadi keluarga ayah. Dan memang benar. Ada banyak warna di keluarga ini. Bapak bukan lah orang yang dekat dengan anak-anaknya seperti ayah. Ada jarak yang ia buat antara dirinya dan kami. Seolah itu bagian dari norma kesopanan. Apalagi setelah ia menikah lagi, rasanya semakin jauh. Ketika pertama kali aku dikenalkan ayah keluarga ini, aku merasa melihat sosok ibu pada ibumu. Lemah lembutnya, perhatiannya. Semua. Dengan Rizal, aku merasa tak canggung. Dia ramah dan bersahabat."
"Lalu bagaimana denganku?" Tanyaku karena Radit menghentikan ucapannya sebelum memberi testimoni tentangku.
"Kamu satu-satunya yang bermuka masam..." Aku melengos. Kesan pertamanya tentangku sangatlah buruk. Tapi memang demikian responku sejak pertama kali dengar akan dijodohkan oleh ayah dengan rekan kerjanya.
"Sekarang?"
"Tak jauh beda." Sahutnya kemudian tertawa karena melihat air mukaku berubah bete.
"Tahu ngga Mas? Dulu waktu pertama kali ayah bilang akan dijodohkan dengan teman kerjanya, aku ngambek. Bayanganku kalau teman kerja ayah berarti seumuran beliau. Amit-amit aku diumpankan pada orang yang usianya dua kali lipatku."
"Lalu? Setelah tahu aku yang ngga setua itu, kamu belum bisa menerimaku?"
"Aku orang yang tak percaya cinta pada pada pandangan pertama. Kupikir itu ungkapan bohong. Jadi karena kamu tak pernah mengatakan alasanmu menikahiku, kupikir kamu beralasan cinta pada pandangan pertama dan kupikir kamu bohong."
"Ge Er." Ledek Radit membuatku meninju pundaknya. Wajahku kembali merona."Dilanjutkan ngga nih ceritanya?" Aku mengangguk cepat.
"Jujur aku penasaran denganmu. Ayah bilang kamu belum pernah sekalipun pacaran. Seperti apakah wanita ini." Ucapan Radit kusela dengan deheman, dia melirikku sembari tersenyum, "Waktu ayah menunjukkan fotomu, aku merasa tak asing denganmu..."
"Oh ya? Jadi kita beneran kita pernah ketemu sebelumnya?" Potongku memiringkan tubuh ke arahnya. Dia diam sejenak kemudian mendorong dahiku pelan karena jaraknya terlalu dekat ke mukanya.
"Kamu tak mengingatku?" Aku mengerjapkan mata mengingat masa lalu kemudian menggeleng. Radit tampak kesal. "Kamu itu jutek tapi pelupa."
Aku bersungut. Kembali berbaring namun otakku masih mengingat. Kapan kami pernah bertemu sebelumnya.
"Kamu tak ingat di sebuah acara outing class sekolahmu di farming house setahun yang lalu?" Memoriku kuputar cepat, aku mengangguk setelah mengingatnya. "Aku juga di sana. Ada outbond karyawan."
"Tapi aku tak melihatmu." Sahutku polos. Kini gantian Radit yang melengos. "Tunggu dulu! Berarti benar kan? Kamu jatuh cinta pada pandangan pertama?!"
"Ngga."
"Halaaahhhh..." Aku semakin gencar menggoda. Dia kini yang merona membuatku semakin agresif meledeknya.
"Mau kamu kucium?" Ancamnya membuatku berhenti. Dia tersenyum menang, "mau dilanjutin ngga nih?"
"Jujur saja, waktu lihat kamu membimbing siswa itu aku sedikit memperhatikanmu." Aku berdehem-dehem membuat Radit terlihat ingin menjitakku. "Tapi tak lebih dari itu. Kupikir kamu sudah menikah..."
"Lalu saat tahu aku ternyata belum nikah, kamu seneng dong?" Potongku cepat, sekali lagi Radit ingin menjitak kepalaku. Aku meringis.
"Sekali lagi kamu potong ceritaku, kamu benar-benar aku cium nanti." Ancamnya membuatku menutup mulut dengan tangan sambil menggeleng cepat.
"Aku memang menyukaimu. Sejak pertama kali kamu bertemu denganku di rumah ini, dan semakin menyukaimu saat ijab qabul kuucapkan."
Ehhhhheeeeemmmmm...aku menggigit bibir bawahku karena menahan senyum. Aku masih menutup mulutku untuk menutupi senyuman dan rona di pipiku. Kenapa jantungku berdegup lebih kencang sih?
Aku semakin gugup karena dia menatapku intens. Ia tak berucap lagi membuat suasana semakin canggung. Apakah aku juga menyukainya? Yang jelas jantungku berdegup lebih kencang dari sebelumnya. Apakah ini tanda cinta? Bantu aku menjawabnya.
🌿🌿🌿🌿🌿
KAMU SEDANG MEMBACA
Mr. Workaholic
Fiction généraleKetika hidupmu terikat oleh ikatan yang tak kamu inginkan. Mengubah benci menjadi cinta, ambisi menjadi pengertian "Buat dia mencintaimu," pesan ayah kepada Raditya, si robot pekerja. Lalu... Lalu silakan dibaca,.😊😊 Alur cerita ringan tanpa drama...