Extra Chapter: cium tangan Vano

2.5K 126 2
                                    

Yes, sesuai janjiku kalau sudah genap 500 vote bahkan lebih, akan ada extra chapter.

___________________________________________

PSBB masih diberlakukan namun Radit sudah masuk kerja. Hanya saja jam kerjanya sedikit berkurang. Sedangkan aku, karena pembelajaran masih daring maka aku hanya masuk secara bergiliran. Seminggu empat kali.

Awalnya rasanya seperti libur panjang. Tapi lama-lama stress juga. Pembelajaran Jarak Jauh atau PJJ malah bikin kepala pening. Iyalah. Kita tidak dapat mendidik dan mengawasi perkembangan anak secara langsung. Kita juga kerepotan memberikan penjelasan pada anak. Belum lagi terkendala media. Karena tidak semua anak berasal dari keluarga ekonomi menengah ke atas. Mungkin gadget ada, tapi duit buat kuota nya belum ada. Ada sih bantuan tapi namanya anak, kadang habis secara unfaedah.

Sebulan sudah aku WFH. Aku sudah mulai terbiasa dengan rutinitas baru. Kerja sepanjang hari. Iyalah, kalau hape nya milik ortu terus dibawa ortu kerja, otomatis anak baru bisa ngirim tugas saat ortu sudah pulang.

Aku menghembuskan napas panjang saat kerjaanku memonitoring anak selesai. Kulihat jam dinding, sudah jam lima. Sebentar lagi Radit pulang tapi aku belum masak apapun untuk makan malam. Radit pulang jam 5? Iya, serius kok. Selama pandemi ini dia pulangnya masih sore.  Kadang malah masih siang. Seneng? Emmm...

Aku segera membereskan peralatanku dan menuju dapur. Membuka pintu kulkas sambil memikirkan mau masak apa sore ini. Ada daging ayam beberapa potong. Dibakar enak kali ya...

Dengan segera aku mengolah bahan makanan. Tepat saat aku mulai membakar ayamnya, kudengar suara salam dari depan rumah. Dengan sedikit berteriak aku menjawab salamnya namun tak beranjak dari depan kompor. Itu Radit.

"Hmmm... Bau apa ini?" Tanya Radit masuk ke dapur.

"Ehhhhhh!!!! STOP!!!" Cegahku sebelum ia melangkahkan kaki lebih jauh. Dia memandangku bingung, " Lupa ya?? Cuci tangan dulu, mandi dulu...Oke? Air hangat sudah ada. Sebentar, kusiapkan. Baju kotornya taruh di ember biru, baju gantinya nanti aku ambilkan."

Radit tersenyum. Dia meletakkan tasnya di meja makan.

"Itu sudah disemprot desinfektan?" Tanyaku. Bukannya paranoid ya...tapi aku berpedoman mencegah itu lebih baik dari mengobati. Jadi aku berubah cerewet akhir-akhir ini.

"Sudah istriku sayang..." Jawabnya membuatku mengulum senyum. Aku kembali fokus pada masakanku.

"Masak apa sih?" Tanyanya seraya berjalan mendekat. Tapi lagi-lagi aku menggeleng dengan memandang wajah galak.

"Iya...iya...ndoro ayuuuu." Imbuhnya kemudian pergi ke kamar mandi. "Padahal aku sudah cuci tangan tadi di depan."

"Ngga usah ngomel. Yang penting sehat." Sahutku. Tapi akhirnya aku tersenyum juga.

Jika ingat awal kami saling berinteraksi. Kukira dia pendiam karena kenyataannya dia memang banyak diam. Tak tahunya itu cuma jaga image aja. Sekarang, setelah hampir setahun kami menikah baru ketahuan sifat aslinya.

Tak butuh waktu lama bagi Radit untuk mandi dan berganti pakaian. Dia langsung menyusulku di ruang makan. Semua hidangan sudah siap di atas meja makan.

"Wah, jadi tambah laper nih." Ucap Radit memandang ayam bakar yang masih mengepul. "Berat badanku bakalan naik lagi nih. Makasih ya...istriku..."

Dia berjalan mendekat hendak memelukku tapi tiba-tiba entah kenapa perutku bergolak. Mendadak aku mual mencium aroma tubuhnya.

"Pakai parfum apa sih mas?" Tanyaku dengan isyarat melarangnya mendekat. Aku menutup hidung karena baunya sangat menyengat.Dia tampak kebingungan.

"Parfum yang biasa kupakai. Kenapa? Bukankah kamu suka aroma ini?"

Mr. WorkaholicTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang