nak, ibu ingin cucu...

1.5K 120 2
                                    

Sayup-sayup kudengar suara adzan shubuh dari kejauhan. Bukan dari masjid dekat rumah. Aku membuka mata sambil menguap. Ah, aku kesiangan ini. Kutegakkan tubuhku kemudian meregangkan otot-otot yang kaku. Namun saat akan bangun, aku menjerit seraya melompat dari tempat tidur karena ada seseorang di sampingku. Dia tidur membelakangiku.

Dia bergerak, agaknya terbangun karena jeritanku. Aku mengedarkan pandangan ke sekeliling dengan panik. Mencari benda untuk melindungi diri.

Orang itu kemudian menggeliat. Lalu membalikkan badan membuatku menurunkan tingkat kewaspadaan. Keregangkan genggamanku pada kursi. Kalau-kalau dia macam-macam aku berniat mengangkat kursi ini tadi.

"Mas Radit? Kenapa ada di sini?" Tanyaku dengan napas masih memburu.

"Hoaaaaahmmmm... Tidur lah."

"Kok di sini? Emang kamarmu kenapa?"

"Ngga kenapa-kenapa." Aku mengernyitkan dahi. "Pengen aja. Toh kita juga sekamar waktu di rumah ayah."

"Tapi bagaimana kamu masuk? Kapan?"

"Ya lewat pintu lah. Pintunya kan ngga kamu kunci." Aah, aku menyadari kesalahanku, "Untung aku yang masuk, coba kalau ada maling. Kamu semalem tidurnya pulas banget  sampai ngga sadar aku datang."

"Kamu ngapa-ngapain aku ngga?" Aku kembali panik seraya memeriksa pakaianku. Tak ada yang berubah. Masih lengkap seperti sebelum aku tidur. Radit menyeringai.

"Kira-kira?" Dia balik nanya dengan senyum misterius. Aku menutup mulut dengan kedua telapak tanganku. Ngga mungkin?!

"Mas Radiiiiitttt... Apa yang kamu perbuat padaku semalem?" Radit hanya bersiul membuatku semakin panik. "Kamu ngga macam-macam kan??"

Aku melompat ke tempat tidur dan mengguncang-guncangkan badannya dengan barbar. Radit sampai pusing. Tapi aku tak puas sampai dia jawab.

"Eeemmm...apa ya?" Radit pura-pura mengingat membuatku semakin gemas."Aku merasakan seseorang memelukku erat..."

"Mustahil! Aku tak melakukannya!" Potongku cepat.

"Kamu kan tidur lelap, ngga ngrasain. Aku juga merasakan sesuatu yang manis di sini." Ucap Radit seraya mengusap bibirnya dengan telunjuk. Mukaku benar-benar memerah kini. Aku menggigit bibirku atas bawah bergantian.

"Tak mungkin!!! Hwaaa...Mas Radit...kamu mencuri ciuman pertamakuuuuuuu.." rengekku seraya memukul bahunya berkali-kali. Spontan Radit memegang kedua tanganku kemudian mendekapku erat. Aku meronta, dia semakin mempererat dekapannya hingga aku merasakan denyut jantung yang tak berirama, berlomba. Entah punyaku atau punyanya. Aku terdiam.

"Aku kan suamimu. Emangnya ciuman pertamamu mau kamu beri buat siapa?" Bisiknya. Aku tertegun. Iya, benar juga. Tapi kan...

"Tapi kita sepakat untuk tidak melakukan kontak fisik jika belum menyukai." Aku masih membantah dengan sisa kosakata yang ada. Aku hampir kehabisan kata-kata karena degupan jantungku memenuhi otak. Apa iya begitu?

"Itu hanya perjanjian tanpa materai dan aku ingin melanggarnya." Aku benar-benar speechless kini, dia menghela napas pelan. "Ternyata nyaman seperti ini."

Aku yakin wajahku sekarang sudah semerah tomat siap disambal. Rasanya panas sekali. Dan aku benar-benar tak berkutik. Karena kenyataannya aku juga merasa nyaman dan aman dalam dekapannya.

"Kamu menikmatinya kan?" Tanyanya jahil. Dan aku tahu itu hanya untuk meledekku. "Kita begini sebentar."

"Tapi kita harus sholat shubuh. Hari ini kamu tidak masuk?"

"Kan weekend. Weekend kan buat libur."

"Tumben." Desisku. Dia tak menjawab tapi kurasakan dia tersenyum.

Mr. WorkaholicTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang