A lot of thanks kuberikan buat yang udah baca dan yang meninggalkan vote..
Love u readers..._
____________________________________
Aku mungkin satu-satunya orang yang tak menyetujui pernikahan ini. Tapi bukan berarti aku ingin menghancurkannya. Bagaimanapun aku juga ingin pernikahanku bahagia sampai ke surga seperti lagunya Edcoustic. Ada yang belum tahu, coba cari di google atau youtube deh. Yang judulnya Duhai Pendampingku. Pasti baper deh...Jadi sebenci apapun aku pada Radit, aku tak ada niat sekecil pun untuk berpisah dengannya. Siapa juga yang punya cita-cita jadi janda. Ngga ada kan? Ngga ada juga yang ingin menikah untuk bercerai.
Sampai menjelang maghrib aku mengurung diri di kamar. Pikiranku terus berkecamuk. Air mataku juga tak berhenti mengalir. Membuat mataku sembab bahkan hampir lengket.
Aku juga merasakan sakit jika mengingat kejadian tadi siang. Aku mungkin berlebihan dan itu yang membuatnya tak senang. Haruskah aku mengabaikan semuanya dan minta berdamai?
Lama aku merenung. Bertahan adalah sikap egois. Selama ini aku telah membiarkannya hidup bersama wanita yang belum mencintainya. Pasti berat baginya. Dia seharusnya bahagia dengan wanita yang mencintai dan dicintainya. Tapi...benarkah aku belum mencintainya? Kenapa dadaku terasa sesak mendapati kenyataan kami akan berpisah?
Selepas sholat maghrib aku keluar kamar. Kudapati Radit sedang bekerja mengenakan baju koko. Dia baru pulang dari masjid tapi langsung buka kerjaan. Kuberanikan mendekatinya. Aku telah menyiapkan mental baja. Semoga keputusan ini adalah yang terbaik. Kami tak akan menyesal nantinya.
"Mas." Panggilku tertahan. Dia mendongak, mengabaikan pekerjaannya untuk sesaat. Aku menahan isakan sedemikian rupa agar tak keluar.
"Ada apa?" Tanyanya datar. Aku menggigit bibir. Di bawah sana tanganku sibuk memilin cincin pernikahan kami. Aku menghela napas berat.
"Aku ikhlas Mas." Ucapku seraya melepas cincinku dan meletakkannya di meja depan Radit. Radit tampak terkejut, tatapannya penuh tanda tanya. Kenapa? Bukankah itu keinginannya.
"Apa maksudmu Fa?"
"Maafkan aku selama ini Mas. Aku tidak bisa menjadi istri yang baik seperti yang kamu inginkan. Aku selalu membantah ucapanmu. Tak pernah mau mengalah. Kamu mungkin sudah lelah denganku." Aku bicara dengan suara serak. Bulir air mataku menetes tanpa mampu kutahan. "Tentang Serena, aku memang berlebihan tadi. Aku terlalu posesif. Tapi jujur, hatiku merasa sakit melihat kalian bicara. Padahal sebelumnya kamu telah membuatku melambung saat mengatakan pada semua orang bahwa aku istrimu. Aku ikhlas, aku ikhlas jika kamu ingin kita berpisah."
Tanpa kuduga, Radit berdiri dan mendudukkanku di kursi. Kemudian ia mengambil cincin di atas meja lalu ia berlutut di depanku. Ia menggenggam kedua tanganku. Aku tak kuasa menatapnya karena pandanganku telah merabun oleh air mata.
"Kamu bicara apa to, Fa?" Tanyanya lembut nyaris berbisik."Siapa yang mau pisah?"
Aku tergugu. Kalimat lembutnya menusuk hatiku. Aku mungkin telah jatuh cinta pada robot pekerja ini tanpa sadar. Dan hatiku semakin sakit saat sekilas kulihat matanya berair. Apakah dia juga menangis?
"Ka...kamu tadi bilang kan, mau mengakhiri semua ini."
"Maksudmu cerai?" Aku mengangguk, "Lalu apakah kamu mau bercerai denganku?" Aku menggeleng cepat, tak sanggup berucap.
Tangan Radit tiba-tiba terulur menghapus air mata di wajahku. Membuat pandanganku yang tadinya buram menjadi jelas. Jelas menatap senyum di wajahnya. Bisa-bisanya dia tersenyum di saat seperti ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mr. Workaholic
General FictionKetika hidupmu terikat oleh ikatan yang tak kamu inginkan. Mengubah benci menjadi cinta, ambisi menjadi pengertian "Buat dia mencintaimu," pesan ayah kepada Raditya, si robot pekerja. Lalu... Lalu silakan dibaca,.😊😊 Alur cerita ringan tanpa drama...