flash back

1.3K 112 0
                                    

Radit satu SMA denganku? Berarti dia mungkin pernah melihatku. Tapi seharusnya aku pernah melihatnya karena dia ketua osis. Bagaimanapun ketua osis adalah orang paling terkenal di seantero jagad SMA ku. Apalagi buat siswa baru. Ketua osis adalah panutan. Meski belum tentu bener.

Sony, adalah mantan ketua osis di angkatanku. Sosok panutan? Amit-amit deh. Entah bagaimana dulu dia bisa terpilih. Satu-satunya keahlian yang dia miliki adalah public speaking. Lebih tepatnya sih pinter ngomong jago gombal. Mungkin rakyat SMA ku dulu terlena sama gombalannya.

Sejak reuni tadi siang aku jadi penasaran. Seperti apa sosok Raditya itu dulu, kenapa aku tak mengenalinya. Atau mungkin aku mengenalnya tapi lupa.

"Sebenarnya...." Ucap Radit menggantung. Aku bisa merasakan hembusan napasnya yang memburu. Entah perasaanku saja atau memang benar, jarak antara hidung kami semakin dekat.

Ya Allah... Bagaimana ini? Aku kesulitan menelan ludah. Kupejamkan mataku dan....

"Kamu ngapain merem?" Tanya Radit membuat status malu ku naik siaga satu, "Ahaaa!! Kamu pikir aku mau cium kamu kan?"

Waduuh, ketahuan isi kepala gueeee!! Kepalang malu, aku pura-pura tidur aja. Ngga kuat mataku terbuka dan melihat tawanya yang mengejekku.

"Eh, kamu tidur?" Dia menjauhkan wajahnya dariku. " Beneran tidur. Ya, sudah. Ngga jadi cerita deh."

"Tidak! Aku belum tidur!" Seruku segera membuka mata dan menghadap ke arahnya.

"Idiih...yang pengin dicium." Ledeknya membuat wajahku kian memerah. Tapi kesampingkan keinginan untuk menimpuk kepalanya dengan bantal sekarang. Rasa penasaranku sudah memuncak.

"Kamu harus ceritakan, siapa kamu sebenarnya? Sudahkah kamu ketemu denganku saat SMA? Ada berapa banyak rahasia yang tak kuketahui? Atau jangan-jangan kamu sudah jatuh cinta padaku sejak SMA, bukan sejak di farming house?"

"Kepo." Sahutnya terkekeh. Aku menjitak kepalanya. "Aduuuh!"

"Sukurin!" Sahutku melihat dia mengusap kepalanya.

"Bisa begadang kalau aku ceritakan semuanya. Sebagian-sebagian dulu ya. Toh kita nikahnya juga masih lama. Ngga segera pisah."

Aku kembali bersemu. Dia menyindirku tentang insiden cerai itu tadi. Ah, bisa-bisanya aku berpikiran pendek seperti itu. Hwaaaaa....
.
.
.
.
.
Senin, 19 Juni 2006

Masa Orientasi Siswa Baru SMA Negeri 1.

Radit yang saat itu kelas XII sudah bersiap dari rumah. Dia telah menyiapkan pidato untuk dibacakan di depan adik kelasnya. Semoga semua berjalan lancar.

Di ruang OSIS, Radit memimpin briefing panitia sebelum acara dimulai. Dia adalah tipikal Ketua OSIS yang perfeksionis. Jadi semuanya harus sempurna. Misal ada kekurangan, tak banyak. Dan dapat diminimalisir.

"Sie acara bagaimana? Ada masalah?" Tanya Radit dengan suara nge-bass nya. Eko yang jadi sie acara menggeleng cepat.

"Aman, boss."

"Perlengkapan?"

"Lengkap."

Satu per satu Radit mengecek persiapan bawahannya. Semua sudah melaporkan lengkap. Ia melihat jam tangannya. Pukul 06.55. Lima menit lagi apel pagi sekaligus pembukaan MOS dimulai. Saatnya panitia standby.

"Dengar dan ingat. Saya tegaskan lagi, MOS di sekolah kita beda dengan sekolah lain. Saya tidak mau ada bullying. Buat adik kelas kita nyaman bersekolah di sini. Beri kesan pada mereka bahwa kita bersahabat. Tidak ada senioritas. Mereka bukan jelmaan senior kita sehingga menjadi sasaran balas dendam. Jika ada yang berbuat demikian, langsung saya adili bersama pembina osis. Kalian paham?!"

Mr. WorkaholicTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang