perang dingin

1.4K 120 0
                                    


Sahabat, thanks a lot buat yg udah mampir dan yang kasih vote. Your vote make me more confidence. Yakin deh...😍😍

Happy reading, semoga ada hikmah yang bisa diambil.

Sssttt..kasih vote ya..🙏🙏

______________________________________

Kalau kamu pernah pacaran, kamu pasti pernah merasakan fase hubungan saling marah. Cemburu berlebihan dan mungkin endingnya antara baikan atau putus. Sedangkan kami, kami tidak pacaran. Kami baru belajar saling mencintai dan memahami setelah kami menikah. Saat ini kami mengalami fase itu. Fase yang bikin wajah tambah jelek seratus kali. Walaupun begitu harapan kami tetap endingnya baikan. Hanya saja kesalnya itu lho.

Kesal ngga sih, kalau lagi marah gara-gara cemburu yang udah di ubun-ubun tapi yang dicemburui bukannya minta maaf dan menjelaskan duduk permasalahannya malah melakukan hal konyol. Memang hal konyol itu menyangkut hajat namun sebelnya kok belum bisa diterima hati.

Reuni yang membawa efek buruk benar terjadi padaku. Tidak, bukan berarti reuni itu buruk. Bagus, untuk mempererat silaturahmi. Kata wong jowo sih, nglumpukne balung pisah*. Tapi jika tidak didasari iman yang kuat, maka akan meretakkan biduk rumah tangga. Entah apakah rumah tanggaku salah satunya atau bukan.

Faktanya, sepulang dari reuni aku dan Radit saling diam. Tak bertegur sapa. Aku terlalu gengsi untuk menyapa duluan. Dan Radit terlalu angkuh untuk meminta maaf duluan. Kami mengibarkan bendera perang dingin untuk waktu yang tak diketahui.

Aku marah karena melihat Radit dan Serena tadi yang sangat-sangat akrab. Juga marah karena setelahnya ia tak memberikan klarifikasi apapun. Dan malah mendiamkanku. Sedangkan dia mungkin marah karena lelah mencariku. Karena aku pulang tanpa memberitahu dirinya dan mengabaikan semua pesan dan panggilannya.

Sebab kami marah dengan alasan masing-masing dan tak ada yang mau mengalah, jadilah rumah kami seperti kutub utara. Dingin dan sepi. Mungkin masih mending kutub, ada pinguin dan beruangnya.

Aku menghabiskan sisa hari di dalam kamar. Membuat soal ulangan untuk muridku minggu depan. Namun konsentrasiku tak bisa penuh jika hatiku dongkol. Sedangkan Radit, seperti biasa bermesraan dengan istri keduanya di ruang tamu. Bisa-bisanya dia konsentrasi kerja padahal sedang perang dingin. Ngga peka!

Setelah dua jam corat-coret, buka buku dan googlingan aku baru dapat lima soal. Bayangkan, LIMA soal!! Padahal biasanya, waktu dua jam aku bisa dapat 20 sampai 30 soal. Betapa marah itu menurunkan produktivitas. Juga menguras energi. Terbukti sekarang aku lapar. Terpaksa aku keluar kamar menuju dapur untuk membuat makanan.

Langkahku terhenti di pintu dapur. Ada Radit di sana sedang menyalakan kompor dan memotong sayuran. Dia menoleh ke arahku. Mau masuk, males banget. Mau balik, perutku benar-benar lapar. Mana ngga punya makanan mateng. Tadi kupikir kami akan makan siang di luar jadi aku hanya masak nasi goreng buat sarapan saja. Untuk makan malam, rencananya sore nanti baru masak.

Kepalang tanggung, aku masuk dapur dan membuka pintu kulkas. Pura-pura ambil air untuk minum. Aku duduk di kursi untuk minum sambil melirik sekilas apa yang ia masak. Mi rebus kayaknya. Kulihat bungkusnya di dekat kompor.

Radit masih diam. Dia melanjutkan pekerjaannya. Males buka suara, aku kembali berdiri dan keluar dapur. Kutahan sebentar laparku sampai Radit selesai.

Aku menunggu di sofa depan tivi. Menggonta-ganti chanel tivi yang hari ini tidak ada yang menarik. Aku tak kembali ke kamar untuk melanjutkan pekerjaanku karena percuma. Aku tak bisa konsentrasi saat perut lapar dan hati dongkol. Yang ada nanti salah melulu.

Mr. WorkaholicTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang