minggu sore

1.9K 171 1
                                        

"Kita nontonnya nanti sore saja ya." Ucap Radit sebelum menyalakan mesin motornya." Kita malam mingguan biar seperti ABG."

"Kamu sudah pulang?"

"Sudah, pekerjaanku tidak banyak hari ini nanti. Sebagian sudah kukerjakan kemarin."

Aku mengangguk. Kusembunyikan senyumku sebelum benar-benar tergurat di wajahku saat dia meninggalkan rumah.

Kenapa aku seperti berharap banget dengan kencan pertama kami nanti sore? Ya, karena aku kurang piknik. Itu saja tak lebih. Mungkin jika ada orang lain mengajakku, sikapku juga demikian.

Hari Sabtu yang biasanya cepat sekali berlalu, kini menjadi sangat lama. Seolah jarum jam malas berputar. Berkali-kali aku melihat arloji, masih jam 10. Kupandang jam dinding, siapa tahu arlojiku ternyata mati. Jamnya sama jam 10. Padahal tinggal sejam lagi waktu pulang. Tapi lamanya...

"Ada apa Bu Shafa? Dari tadi gelisah sambil lihat jam terus?" Tanya Bu Diah yang ternyata memergoki tingkahku.

"Ndak apa-apa Bu." Jawabku tengsin.

"Nanti ikut acara tasyakuran rumah barunya Bu Ratih kan?"

"Em, sepertinya tidak bisa bu. Saya ada acara."

"Dengan suami?" Aku mengangguk malu, wajahku memanas, "Wah, malam mingguan. Pengantin baru..."

Jika saja Bu Diah tahu ini kencan pertama kami, mungkin dia lebih banyak menggodaku. Aku diam-diam saja menahan sipu malu.

Begitu bel panjang terdengar dan memastikan anak-anak sudah pulang dijemput orangtuanya, aku bergegas beres-beres untuk pulang. Aku ijin Bu Ratih untuk tidak hadir dalam acaranya. Juga absen dari acara ibu-ibu yang mau bahas rencana rihlah.

"Saya ngikut aja ya Bu..."seruku seraya pergi.

"Mau kemana?" Tanya Bu Sofia.

"Mau malam mingguan." Sahut Bu Diah. Aku yang masih sempat mendengarnya hanya tersenyum dengan malu.

⭐⭐⭐

"Pake baju apa ya?" Gumamku sembari membuka lemari. Tapi kemudian, aku menggeleng kepala. Kenapa aku se-excited ini. Ini kan cuma nonton biasa. Pake baju apa aja yang penting sopan kan.

Akhirnya aku memilih gamis hijau muda tanpa motif dengan jilbab hijau tua. Sengaja biar kesannya tak glamour. Berdandan secukupnya. Ya walaupun aku belum mencintai Raditya sepenuh hati, dia tetaplah suami sahku. Dan aku berkewajiban berdandan dan berpenampilan bagus di depannya.

Jam 04.00 sore aku sudah siap. Tapi Radit belum datang. Kupikir -pikir apakah aku terlalu bersemangat? Nanti kalau dia datang kan tidak langsung berangkat. Pastinya mandi dulu atau ngaso dulu. Kulepas kembali kaos kaki ku.

Kulihat hape. Tak ada tanda-tanda ia kirim pesan atau telepon. Seharusnya jam segini dia sudah pulang. Apa ada sesuatu di jalan yang menghambat perjalanannya? Ya Allah, semoga baik-baik saja.

Terbesit niat untuk menghubunginya. Tapi urung. Aku seperti mengharapkan banget hingga memintanya segera pulang. Kesannya kan kalau aku tanya, berarti nungguin banget secara implisit.

Jam 05.00. Dia belum juga muncul. Aku melihat jalanan dari balik jendela. Tak mau menunggu di teras. Takutnya...Ah, normal saja sebenarnya seorang istri melakukan itu. Tapi tak normal bagiku untuk Raditya.

Jam 06.00. Apa dia pikir kita ketemuan di bioskop jadi tidak pulang dulu? Tapi kenapa tidak kabar-kabar. Sebentar lagi adzan maghrib berkumandang. Tak mungkin keluar saat maghrib tiba.

Mr. WorkaholicTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang