Oh?!

1.2K 133 1
                                    

Reuni SMA ku diisi dengan makan-makan, saresehan diiringi penampilan manusia-manusia yang nolak dibilang tuir. Mereka lupa kalau usia udah hampir nyentuh kepala tiga, masih saja jingkrak-jingkrak macam ABG. Beberapa anak mereka tampak menutup mata, malu lihat tingkah ortunya yang ajaib bin amit-amit. Kami tergelak dibuatnya.

"Kapan mereka tobat?" Desis Dimas seraya terkekeh menyaksikan Sony and the gank menyanyi ala the cangcuters. Cangsuters personelnya langsing-langsing. Pecicilan pun sae-sae aja. Lah mereka, gempal semua. Mega berkali-kali menjerit ketika Sony nekat melompat-lompat. Takut panggungnya ambrol. Kan uang patungan kami tidak termasuk asuransi panggung jebol.

Beberapa orang ikut menyanyi, membuat warung lesehan yang semula adem ayem mendadak geger penuh suara kumbang. Suasana ini mengingatkanku pada acara perpisahan SMA. Perpisahan yang biasanya identik dengan acara mengharu biru diiringi tangis dan kata-kata mutiara, tak berlaku di sekolahku. Perpisahan ya pesta kelulusan. Ngga ada tangis-tangisan. Bukan berarti kami tak sedih karena berpisah dengan sahabat tapi toh habis ini kita akan ketemu lagi di lain kesempatan. Misal bisa kerja bareng, kuliah bareng atau ketemu pas reuni ini. Perpisahan kan untuk menempuh kehidupan baru yang lebih menantang dan lebih baik harapannya. Benar kan?

"Kalian baca rundown acaranya? Katanya ada pengisian dari kakak tingkat. Tapi kok belum datang ya orangnya. Padahal ini udah hampir selesai acaranya." Tanya Leoni sekaligus memberi informasi. Iyalah. Siapa juga yang baca rundown acara. Tahu ada reuni saja baru minggu kemarin. Dan aku termasuk orang yang berpaham hanya MC dan sie acara saja yang tahu rundown acara. Yang lain tak perlu tahu, atau lebih tepatnya tak mau tahu. Yang penting acaranya apik, it's okey lah.

"Aku terlalu sibuk dengan bisnisku sampai tak melihat susunan acara." Jawab Dimas, langsung dapat balasan preeettt dari kami bertiga.

Tiba-tiba Leoni berbisik pada Diah yang tengah menyuapi anak keduanya.

"Siapa dia, kok baru datang?" Tanya Leoni seraya menunjuk pintu menggunakan dagu. Diah menoleh.

"Alumni kita bukan? Aku kok kaya pernah lihat." Diah ikut berkomentar.

Kasak kusuk mulai terdengar. Aku ikut menoleh ke arah pintu. Celingukan mencari sosok yang tengah dibicarakan teman-temanku. Aku membelalakan mata begitu menangkap sosok itu. Di sana, tengah berdiri seorang laki-laki bertubuh tegap, berpenampilan rapi, semi formil mengenakan kemeja berwarna navy dan celana cokelat muda ala oppa Korea. Mika yang duduk di belakangku semakin berkasak-kusuk. Pecinta drakor sejati yang suka baper ngga jelas itu sepertinya tak berubah meski sepuluh tahun berselang. Aku curiga malah tambah parah. Padahal kan menurut gosip, bulan depan ia akan menikah. Semoga suaminya nanti memaklumi. Eh, aku juga masih suka nonton drakor deng...ssstttt.

Kembali pada sosok yang membuatku membelalakkan mata. Mulutku sampai ternganga. Manusia itu, kenapa ada di sini? Tiba-tiba wajahku bersemu merah. Jadi dia datang juga setelah menolakku. Hmmm...dia mau buat kejutan gitu.

Dia memandang ke arahku. Tapi tunggu dulu. Aku harus sedikit jaga image. Aku pura-pura tak melihat dan kembali menghadap ke arah depan. Namun ia tak segera menghampiriku. Kuputar kembali kepalaku. Lah? Kok dia malah menghampiri Rendi di depan sih?? Dia kenal Rendi? Eh, bukannya dia kesini karena aku?

"Ehm." Rendi berdehem pelan, "Saya perkenalkan, mungkin ada yang masih ingat. Orang yang berada di sampingku ini adalah Raditya Kusuma. Mantan Ketos sekaligus senior kita waktu SMA."

Apaaaa?! Ketos? Ketua Osis? Senior? Aku kembali membelalakkan mata. Apa benar? Memoriku kembali memutar ulang rekaman waktu SMA, terutama saat MOS. Tapi sayangnya ingatanku tak terlalu bagus. Yang mana sih?

"Eh, kok sekarang dia ganteng. Dulu dia yang agak cupu itu kan?" Komen Laili yang duduk di dekat Mika, "Udah nikah belum sih dia. Kelihatannya udah mapan banget."

Mr. WorkaholicTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang