"Itu... Aku tak tahu. Dia tiba-tiba memelukku." Jawaban Radit membuatku menyeringai. Seperti dugaanku. Itu pasti jawabannya. Aku menatap jengah ke arahnya.
"Katakan sebenarnya!"
"Itu sudah benar."
"Tapi aku tak percaya.Tak mungkin dia tiba-tiba memelukmu tanpa alasan. Atau jangan-jangan apa yang dibicarakan temanmu itu benar?"
"Temanku? Tentang apa?"
"Kalian dulu pacaran dan kini perasaan kalian muncul kembali." Entah akting atau tidak tapi Radit tampak ternganga.
"Tunggu, darimana mereka mendapat rumor itu?"
"Katanya sepupu wanita itu adalah teman SMA Serena. Ah, aku agak ingat. Dulu waktu kami akan naik ke kelas 11 ada gosip yang menyebar kalau Serena sudah punya pacar. Pacarnya mantan ketua osis. Jadi itu kamu?"
"Gosip itu." Sahutnya terkekeh. Ia masih bisa tertawa di situasi seperti ini? "Sebentar. Sewaktu kalian naik ke kelas 11? Berarti aku lulus ya?"
Radit berpikir sejenak kemudian menatapku penuh selidik.
"Saat itu juga, apa kamu jadian sama Vano?" Hah? Apa-apaan dia itu? Kenapa dia malah balik tanya sama aku.
"Kenapa malah bahas Vano sih? Mau mengalihkan pembicaraan lagi?"
"Ngga, ini penting soalnya. Aku merasa ini akar masalah itu."
"Ngga. Aku ngga pernah jadian sama Vano maupun sama siapapun juga. Ayah pernah bilang kan, kalau aku ngga pernah pacaran."
"Beneran? Ngga ada yang terlupakan?"
"Benar. Emang sih, dulu aku sempat suka sama Vano tapi seingatku kami ngga pernah jadian. Bahkan dia ngga tahu kalau aku suka dia." Jawabku seraya mengingat-ingat mungkin ada memori yang terlupakan.
"Kamu suka Vano?" Ulang Radit. Aku membelalakkan mata. Oh my God!! Aku keceplosan lagi. Sekuat tenaga aku merahasiakannya dan sekarang meluncur tanpa sengaja. Suasana macam apa ini. Seharusnya aku yang marah atas kejadian tadi bukan malah aku yang terpojokkan.
"Itu kan dulu. Lagian Vano juga ngga suka sama aku. Rasa sukaku itu hanya sebatas kagum seperti seseorang pada artis idolanya."
"Vano bukan artis." Sahut Radit dingin. Aku merinding mendengarnya. Baru kali ini dia tampak marah di depanku. Biasanya mungkin kesal tapi tidak seperti ini.
"Kenapa sih kita bahas masa lalu?"
"Kamu yang memulai Shafa. Kamu yang mempermasalahkan hubunganku dengan Serena." Ucap Radit tertahan. Dia mungkin sedang berusaha menahan diri agar pertengkaran kami tak sampai terdengar ke luar.
"Tapi kan kalian memulainya lagi sekarang!" Potongku tak kalah sengit namun seperti halnya Radit, aku juga tak ingin suara kami terdengar keluar.
"Oke...oke. Kita cukupkan sekian. Bisakah kita hidup tenteram tanpa bayang-bayang mereka berdua?"
"Kamu masih sekantor dengannya."
"Kamu juga satu sekolahan dengan Vano."
Kami diam. Oke impas. Entah kebetulan macam apa ini, kenapa kehidupan rumah tangga kami dikelilingi oleh mereka.
"Oke, bisakah kita saling percaya? Apapun yang kita alami tentang Vano dan Serena, kita lupakan. Kita mulai hidup kita yang baru. Kita mungkin seharusnya lebih saling mengenal. Dan untuk masalahku dengan Vano, mungkin aku tahu penyebabnya." Ucap Radit mulai melunak. "Ini hanya kesalahpahaman."
"Bukankah mang demikian?"
"Tapi aku tak tahu sebelumnya. Jadi Vano berbohong padaku waktu itu. Dia marah karena mengira aku menerima pernyataan cinta dari Serena sehingga mengatakan padaku kalau kalian jadian. Yang disukai Vano adalah Serena. Bukan kamu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Mr. Workaholic
Ficción GeneralKetika hidupmu terikat oleh ikatan yang tak kamu inginkan. Mengubah benci menjadi cinta, ambisi menjadi pengertian "Buat dia mencintaimu," pesan ayah kepada Raditya, si robot pekerja. Lalu... Lalu silakan dibaca,.😊😊 Alur cerita ringan tanpa drama...