Kian hari hubunganku dengan Radit kian berwarna. Tak hanya hitam putih seperti dulu. Kini ada warna merah kuning hijau bahkan abu-abu. Jantungku kian hari juga kian keras berpacu saat dekat dengannya. Apakah ini gejala aku mulai menyukainya?
"Kenapa kamu Bu, kok senyum-senyum sendiri?" Suara Bu Diah mengagetkanku yang sedang menikmati waktu istirahat sendirian di kantor. Aku tersipu malu.
"Ngga papa." Jawabku sekenanya.
"Eh,Bu. Udah baca undangan di grub alumni belum?"
"Undangan? Undangan apa?"
"Undangan reunian." Jawab Bu Diah. Bu Diah ini teman seangkatan dan sealmamater denganku. Kami bahkan berada di kelas yang sama. Kelas IPA 3.
Aku segera memeriksa WA grub. Undangannya sudah tertumpuk banyak sekali pesan, tentu saja komentar tak penting dari makhluk mantan IPA 3. Kubaca dengan teliti.
"Ngga lebaran kok ngadain reunian? Ide siapa ini?" Tanyaku. Maklum, biasanya reuni diadakan saat lebaran. Biar semua bisa datang karena pasti cuti dan bisa pulang kampung.
"Genk nya Sony."
"Ini kok ada ketentuan harus bawa pasangan segala. Lha yang masih single gimana?" Protesku.
"Itu buat menghindari keretakan rumah tangga gara-gara reuni. Tahu sendiri kan, banyak kasus terjadi perceraian atau perselingkuhan setelah pulang dari reuni karena ketemu mantan. Atau ketemu cinta pertamanya dulu." Aku manggut-manggut mendengar penjelasan Bu Diah. Bener juga.
"Aku juga pengen tahu seperti apa suamimu. Masak disembunyikan terus."
"Pas nikah kan udah pernah lihat."
"Beda lah. Kamu juga ga pasang foto berdua buat profil akun medsos mu." Aku hanya nyengir.
Kubaca pelaksanaan reuni. Hari Minggu. Mungkin Radit bisa meluangkan waktu namun aku juga ragu. Setelah dia ijin setengah hari beberapa waktu lalu, dia kerja lebih gila dari biasanya. Lebih mengerikan pokoknya. Jangankan hari biasa, hari libur pun dia lembur sampai malam. Padahal masuk di hari libur itu sudah dihitung lembur ya.
"Kamu datang sama siapa? Kan suamimu lagi tugas di luar kota?"
"Sama anak-anak lah. Mereka kuajak semua. Biar rame. Dan ngga galau kalau ngga ada temen ngobrol."
Aku tertawa. Selama kami lulus sekitar 10 tahun, kami telah mengadakan reuni sebanyak 5 kali. Awalnya aku rajin datang tapi dua kali yang terakhir aku absen. Tahu kan alasannya? Tentu saja menghindar dari pertanyaan nan ngga penting. Sudah nikah belum?
Dan sekarang aku sudah menikah. Bisakah aku datang?
"Kamu datang kan? Dua kali kamu ngga datang. Ditanyain mulu."
"Siapa yang tanya?"
"Dimas." Jawab Bu Diah singkat. Aku diam. Mungkin aku akan kepo jika saat ini aku belum menikah. Tapi karena kini aku telah bersuami, kusimpan rasa kepoku dan berganti sikap acuh tak acuh.
Ketika Radit pulang pada malam harinya, segera kuberitahu tentang undangan reuni itu. Harapannya sih, dia mengagendakan waktunya untuk itu.
"Minggu depan ya?" Tanyanya seraya mengingat sesuatu. Mungkin jadwalnya. "Kok mendadak? Biasanya undangan reuni itu berbulan-bulan"
"Iya, aku telat bacanya. Sudah dishare di grub beberapa minggu lalu tapi karena kupikir itu ngga penting maka tidak kubuka. Biasanya kan teman-teman ngirim foto atau video aneh-aneh."
"Minggu depan sepertinya aku ada acara. Ada meeting dengan kolega dari India."
"Di hari Minggu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Mr. Workaholic
Ficción GeneralKetika hidupmu terikat oleh ikatan yang tak kamu inginkan. Mengubah benci menjadi cinta, ambisi menjadi pengertian "Buat dia mencintaimu," pesan ayah kepada Raditya, si robot pekerja. Lalu... Lalu silakan dibaca,.😊😊 Alur cerita ringan tanpa drama...