Radit? Bukankah ia mengatakan kalau akan pergi selama tiga hari? Seharusnya besok ia baru datang. Apa ada sesuatu? Namun tak bisa kusembunyikan rasa senangku atas kedatangannya. Dia pun demikian. Dia tersenyum dan tiba-tiba memelukku erat. Tubuhku mendadak kaku. Aliran darahku seolah membeku.
"Apa-apaan sih mas? Mandi dulu dong. Masa baru datang langsung peluk." Berontakku agar ia tak menyadari kalau detakan jantungku tak beraturan.
"Ngga sabar." Jawabnya singkat.
"Katanya tiga hari perginya kok sudah pulang?"
"Kangen." Singkat namun sukses membuatku lagi-lagi tersipu.
"Iya, tapi masuk dulu mandi dulu makan dulu. Masa malam-malam pelukan di luar. Nanti kita digrebek warga."
Radit terkekeh dan melepaskan pelukannya. Jadi ceritanya dia memang jadwal dinasnya tiga hari. Namun ia perpadat sehingga dua hari selesai. Tadi sore baru selesai dan dia segera memesan tiket balik. Untunglah masih ada satu kursi. Satu kursi? Berarti Serena tak ikut pulang?
"Kenapa kamu tak memberitahuku mas? Jadinya aku tak masak. Karena tadi cuma beli makanan." Omelku sembari mencari bahan makanan di kulkas yang siap olah.
"Aku ingin buat surprise." Sahut Radit menunggu air panas. "Kamu ngga usah repot-repot masak. Delivery order aja ya. Kamu pasti sudah capek seharian ini."
Baliklah. Bukan ide yang buruk. Sembari menunggu Radit mandi, aku mengorder sate ayam di ujung komplek.
Sebenarnya ada banyak hal yang ingin kutanyakan pada Radit tentang perjalanan bisnisnya. Namun kuurungkan karena ini sudah malam dan dia capek. Seharusnya dia istirahat bukannya diintrogasi macam tersangka kejahatan. Selain itu aku benar-benar menahan diri untuk tidak menjadi istri posesif.
Sebelum tidur, kubuka sebentar hape ku. Siapa tahu ada hal penting. Keningku berkerut mendapati selusin pesan dari Vano. Jadi sewaktu kutinggal tadi dia masih mengiriku pesan? Pesan terakhir dikirim 10 menit yang lalu. Kubaca besok saja lah. Sekarang sebaiknya istirahat. Lagipula tak enak jika nanti Radit melihat aku asyik chattingan saat dia kelelahan. Apalagi kalau sampai dia tau teman chattingku.
"Astaghfirullah!!!" Pekikku karena Radit tiba-tiba masuk kamar tanpa kulonuwun. "Mas Radit kebiasaan deh! Masuk kamar main nyelonong aja. Ketuk pintu kek! Salam kek! Gimana coba kalau masuk pas aku ganti baju?"
"Ahaaa!!! Seharusnya aku masuk pas itu!" Seru Radit. Aku melotot.
"Dasar mesum! Sekarang mau apa kemari?"
"Mau tidurlah. Masa mau ngajakin petak umpet." Jawabnya enteng dan langsung merebahkan tubuh di ranjang.
"Eh, ngapain tiduran di situ? Kamarmu kan bukan di sini!"
Tiba-tiba Radit menarikku hingga aku terjatuh tepat di atas tubuhnya. Baik diriku maupun dirinya sama-sama terdiam. Kami gugup bukan main. Kami sama-sama merasakan deru napas yang tak beraturan.
"Katanya kamu mau 'itu'?" Tanya Radit pelan setelah hampir semenit kami diam.
"Hah? Itu apa?" Aku balik tanya dengan wajah tak mengerti.
"Kamu yang minta lho kemarin di WA. Yang jangan ngelakuin 'itu' sama Serena tapi denganmu dulu." Hadeeehhh...kenapa daya ingat makhluk satu ini tinggi sekali. Wajahku memerah karena malu.
"Oh, maksudku, itu...emmm...jangan cerita tentang cita-citamu sama orang lain dulu, aku yang akan menjadi pendengar pertama." Ngarang! Iyalah. Jawabanku ngasal banget. Radit tersenyum dan bukannya melepaskanku tapi malah memeluk tubuhku lebih erat. Wawawawaw....aku panik ingin memberontak namun enggan. Hihihihi...munafik memang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mr. Workaholic
General FictionKetika hidupmu terikat oleh ikatan yang tak kamu inginkan. Mengubah benci menjadi cinta, ambisi menjadi pengertian "Buat dia mencintaimu," pesan ayah kepada Raditya, si robot pekerja. Lalu... Lalu silakan dibaca,.😊😊 Alur cerita ringan tanpa drama...