#20. Tragedy

14.4K 938 17
                                    

"Aku selalu meyakinkan diri, bahwa rasa ini hanya sekedar rasa khawatir pada sahabat."

~Carnation~

***

Hari baru datang lagi bersama ceritanya yang baru juga. Tapi tidak dengan orangnya, masih sama, yaitu tentang Moza dengan kesehariannya bersama Rafa.

Dua manusia berbeda jenis itu sekarang seperti tak bisa dipisahkan. Di mana ada Rafa, pasti ada Moza bersamanya, begitu pula sebaliknya.

Terbukti dengan keadaan yang sekarang. Karena free class satu sekolahan, Rafa mengajak para siswa untuk berkumpul di lapangan basket. Rafa akan mengadakan tanding basket tim putra melawan tim putri. Bukan pertandingan serius, hanya untuk bersenang-senang.

Rafa dan Moza saling berhadapan. Rafa sebagai ketia tim putra, dan Moza sebagai ketua tim putri. Keduanya saling bersedekap dada dan menatap sengit satu sama lain.

Kali ini, Radit yang akan menjadi wasitnya. Ada peluit di mulut pria itu, siap untuk memulai pertandingan yang tampaknya akan sangat sengit.

"Jangan curang, heh! Bolanya jangan diangkat tinggi-tinggi!" baru saja pertandingan dimulai, tapi Rafa dan Moza sudah cek-cok.

"Lo aja yang pendek!" ejek Rafa masih terus membawa bola menjauh dari Moza.

"Moza gak pendek! Rafa aja yang ketinggian kayak tiang listrik!" kekesalan Moza membuat larinya semakin melaju untuk melawan Rafa.

"Ini mah namanya cuma tu orang berdua yang tanding," gerutu Radit.

"Shoot!" seru Rafa saat bolanya berhasil masuk ke ring.

"Curang!" Moza dengan geram menendang bokong Rafa, iya, bokongnya Rafa.

Rafa meringis sakit, namun ada kekehan yang pria itu lontarkan, "Curang dari mana? Lo aja yang gak bisa main,"

"Rafa gue sekarang jadi sering senyum sejak ada Moza,"

"Anjir, senyum jodoh gue manis banget,"

"Senyumnya aja udah bisa buat rahim gue anget,"

"Gak ikhlas gue, senyum jodoh gue keumbar,"

Suara-suara dari murid yang menonton membuat Moza semakin kesal. Entah apa yang membuatnya kesal, tapi Moza tak suka namanya dibawa-bawa dalam sesuatu yang menurutnya tidak penting.

Berbeda dengan Moza yang kesal, Rafa justru tertegun dengan satu kalimat murid yang menurutnya ada benarnya. Ia jadi sering tersenyum sejak Moza hadir dalam kehidupannya.

"Dasar, baperan!" sekarang gantian Moza yang mengejek Rafa. Gadis itu sudah membawa bola menjauh dari jangkauan Rafa.

Rafa tersadar dari ketertegunannya dan mengejar bola tersebut, mencoba mengabaikan sesuatu yang mengganjal di hatinya.

Moza mengoper bola pada Fitri, yang menjabat sebagai ketua tim basket sesungguhnya, saat Rafa mendekat ke arahnya.

"Cih, takut!" Rafa tak mau kalah.

Moza mendelik, "Bukan takut kalah, tapi harus ada kekompakan dalam ti—"

Duk!

"Awsshh!!" Moza meringis saat bola tiba-tiba saja mengenai kepalanya. Tubuhnya langsung jatuh terduduk di lapangan.

Rafa berlutut di hadapan Moza yang masih meringis kesakitan. Rasa khawatir tak mampu lagi ia sembunyikan, "Mana yang sakit?"

Moza menjauhkan tangannya dari kening, menunjukkan keningnya yang begitu kentara memerah memar.

"Pusing?" tanya Rafa lagi.

"Iya, sedikit. Tapi mata Moza buram,"

"Ke UKS?"

Moza menggeleng, "Gak mau, bau obat. Di sini dulu sampai pusingnya ilang,"

Rafa mengangguk, "Ambilin air!" titah Rafa entah pada siapa, tapi tak berselang lama Fishya, Silvi, Jihan, Nisa dan Nathan datang dengan air dingin.

Rafa membuka segelnya dan menyerahkanya pada Moza, Moza pun menerima dan meminumnya hingga sisa setengah.

"Lo gimana sih, Pit?! Lo gak liat tadi Moza lagi ngobrol sama Rafa?! Kenapa malah lo lempar bolanya ke Moza tanpa bilang?!" Kai berujar kesal pada Fitri. Ia melihat dengan jelas tadi kalau Fitri melemparnya dengan sengaja.

Fitri menatap Moza sinis, "Salah dia sendiri, udah jelas lagi tanding, malah ngobrol. Dasar, Bitch!"

PLAAK!

Tanpa perasaan, Rafa langsung menampar pipi Fitri. Ia panas sendiri saat Fitri menjelekkan Moza. Anggap saja sekarang itu karena meraka yang bersahabat dan Rafa berkewajiban melindungi Moza.

"Kenapa gak sekalian gue yang lo lempar bola?! Moza ngobrol sama gue, kan?!" sarkas Rafa.

Fitri menyentuh pipinya yang terasa begitu panas hingga sudut bibir, "Lo belain dia?" Fitri tak juga mengaku.

Rafa terkekeh sinis, "Terus gue harus belain lo gitu?! Yang bitch itu lo, bukan Moza!"

Rafa tanpa pikir panjang mengendong Moza ala bridal. Terlebih saat melihat gadis itu hanya diam saat dihina. Pasti pusing semakin menyerangnya.

"Lo gue keluarin dari tim basket!" ujar Rafa langsung berlalu dari lapangan basket.

"Lo gak adil Rafa! Harusnya dia yang lo keluarin dengan tingkah bitch-nya!" seru Fitri yang mampu membuat Rafa berbalik.

"Gak adil lo bilang?! Setelah yang lo perbuat?! Siapa yang lo bilang bitch?!" Rafa bertanya dengan suara rendah, namun terkesan menyeramkan.

Fitri mengambil ponselnya dan menunjukkan sesuatu pada Rafa, bahkan seluruh murid. Video di mana malam Rafa dan Moza melakukan misi di club.

Senyum sinis Rafa berikan, "Peringatan dari gue kayaknya belum bisa buat lo jera, Jessy,"

Rafa tahu hal ini pasti akan terjadi, tapi ia tak tahu kalau Jessy akan menyeret Fitri dalam keributan yang terjadi. Terlebih lagi sampai menyakiti Moza.

"Lo dalam masalah," peringat Rafa dan benar-benar berlalu dari lapangan, tak berminat lagi melanjutkan pertandingan, semua karena ulah Fitri.

Rafa membaringkan Moza dengan perlahan di brankar UKS. Ringisan masih saja terdengar dari gadis itu. Bahkan kini kedua matanya sudah terpejam.

"Fishya ambilin es sama obat dulu," ternyata bukan hanya Rafa yang khawatir, adik perempuannya pun juga.

Rafa melihat jam yang ada di pergelangan tangan kanannya. Helaan napas langsung hadir Rafa, "Lo diobatin Fishya, gue pergi dulu," Rafa tidak lupa dengan janjinya untuk ke sekolah Indi.

"Mau ke mana?"

"Ada urusan. Kalau pusingnya gak reda, minta Nathan atau yang lain antar ke rumah sakit," setelah mendapat anggukan dari Moza, Rafa langsung melenggang dari UKS.

"Lo mau ke mana?" cegah Radit.

"Ada urusan, mungkin gak balik lagi," Rafa menepuk singkat bahu Radit dan meninggalkan Radit bersama rasa penasarannya.

Radit atau pun keluarganya memang tidak ada yang tahu tentang Salma dan Indi. Entahlah, Rafa hanya tak ingin ada yang tahu. Tak tahu entah sampai kapan ia merahasiakan hubungannya dengan kedua perempuan itu.

Setelah mengambil tasnya, Rafa langsung menuju parkiran dan melesat pergi. Ia harus bergegas, Indi pasti sudah menunggunya sejak sepuluh menit lalu. Untuk kesekian kalinya, Rafa mengumpati Fitri.
















Tbc...

Duri,
Rabu/18-Januari-2023

#as.zey


CarnationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang