XIII

2.2K 157 0
                                    

***
Latisyas Rinjani : Hi! Sorry banget baru bales ya. Btw, mending lo suruh kucing lo minum Pil KB deh, ribet banget beranak mulu wkwk.

Latisyas Rinjani : thank you banget ya untuk sarapannya kemarin, maaf baru bilang makasih hari ini. I owe you today, Ramen?

Setelah dia merenungkan tingkahnya kemarin, kenapa juga dia harus marah dengan Ariq? Seharusnya dia sudah sadar dengan konsekuensinya selama ini.

Jadilah dia merasa sangat bersalah dengan Ariq, ditambah lagi dia sudah merasa rindu ingin mengobrol dengan Ariq. Tapi Latisya ragu, mungkin Ariq tidak akan membalas pesannya. Mungkin dia kesal, dia sudah berbaik hati mengirimkan sarapan tapi tidak ada pesan apapun dari Latisya setelah itu, mungkin.

Ariq Desnata : I'm in! tunggu di lobi aja, baru kelar meeting nih gue. Bada Zuhur yaaaa.

Senyum Latisya mengembang. Emosinya kemarin sudah meluap entah kemana.

Latisyas Rinjani : okay!

"Bil, gue makan bareng Ariq hari ini. Lo join abang-abang itu aja ya, bye!"

"Eh, sampein makasih dari gue buat sarapannya kemarin ya." Latisya mengacungkan jempolnya sebagai jawaban. Setelah sholat Zuhur, Latisya menuju lift dengan senyum yang mengembang tentu saja seragu apapun dia tentang hubungannya dengan Ariq dia masih bahagia setiap ingin bertemu dengan Ariq.

Ting..

"Mampus lo Latisya." Latisya merutuki sebuah kebetulan yang sedang dihadapannya ini. Mau balik lagi sudah kepalang, mau maju tapi gimana.

"Mau berdiri disitu aja atau mau masuk? Buruan." Tanpa jawaban sepatah kata Latisya masuk kedalam lift walaupun sebenarnya ingin sekali dia berlari dari hadapan Adnan. Otak dan kaki nya tidak sinkron lagi untuk membantah perkataan Adnan yang sekarang ini sudah menjadi atasannya. Nasib cungpret!

Iya betul, didalam lift ada Adnan sendirian dan sekarang Latisya juga masuk ke dalam lift. Latisya tidak menyangka bahwa suasana lift bisa semencekam ini. Latisya mencoba sesantai mungkin saat ini, tapi sekarang dia kembali merutuki, kenapa lift harus berhenti disetiap lantai? Walaupun dia tahu orang-orang bergiliran masuk ke lift.

Itu membuat Latisya harus berada dalam waktu yang lebih lama terjebak di lift bersama Adnan.


Untuk kesekian kalinya Latisya harus dibuat kesal, beberapa orang didepannya ini terus mundur, membuat lengan Latisya harus bersentuhan dengan lengan Adnan. Untungnya mereka sama-sama menggunakan kemeja lengan panjang, jadi tidak ada kontak langsung.

Latisya melirik ke arah Adnan, dia bisa melihat wajah Adnan yang tampaknya kurang nyaman karena lift penuh seperti ini.

Ting..

"Duluan ya pak, selamat siang." Latisya mengangguk sopan dan dia tidak perduli dengan respon atau jawaban Adnan, yang dia lakukan berjalan cepat langsung keluar lift.

Tanpa harus lama mencari dia bisa langsung melihat seseorang yang sudah membuat janji dengannya tadi.

"Sya, lama banget lo lumutan gue nungguin." Latisya memutar bola matanya, yang benar saja menunggu saja tidak sampai sepuluh menit darimana bisa lumutan.

"Lift nya lama tuh jadinya gue ikutan lama, langsung makan aja yuk laper banget gue."

"Yuklah, gue juga udah laper banget dari rapat tadi." Latisya pun berjalan menuju keluar gedung, tanpa dia sadari ternyata dia berjalan sendirian karena ketika Latisya menoleh kebelakang untuk mencari keberadaan Ariq, dia melihat Ariq sedang mengobrol dengan Adnan.

"Salah waktu banget." gumam Latisya. Cacing diperut Latisya sudah demo sedari tadi tapi terpaksa dia harus menunggu Ariq selesai berbicara dengan Adnan. Untungnya Latisya tidak harus menunggu lama karena dia bisa melihat sekarang Ariq berjalan kearahnya.
Tatapan matanya bertabrakan dengan Adnan, tapi setelah itu Adnan langsung memutar balik badannya dan berjalan menjauh.

"Songong banget boss!" gumam Latisya lagi. Rasanya sekarang ini Latisya merasa dosanya sedikit demi sedikit menjadi bukit, dia terus-terusan mengumpat dalam hati setiap melihat Adnan.

"Kaget sih gue tau kalo Kak Adnan manajer baru lo." Ariq datang dengan wajahnya yang menahan tawa, tentu saja siapapun yang tahu cerita Adnan dan Latisya, dia pasti akan tertawa melihat keadaan ini.

"Iya apes banget gue, lebih parah dari bossman di My Stupid Boss." Jawab Latisya dengan ekspresi ngeri.

Bahkan sampai makanan datang, Ariq terus-terusan menertawakan takdir Latisya yang harus menjadi bawahan Adnan.

"Udah deh Riq, puas banget kayaknya lo ngetawain gue. Mood makan gue hilang bisa-bisa kalau lo bahas dia terus." Kata Latisya sambil cemberut. Tolong apapun yang berhubungan dengan Adnan itu benar-benar menangganggu kenyamanan.

Ariq tertawa, "Iya ampun boss, kita makan aja ya sekarang."

"By the way, makasih ya sarapannya kemarin. Bila juga nyampein makasih buat lo." disela-sela makan Latisya ingat dia belum mengucapkan terimakasih langsung ke Ariq, sedangkan Ariq hanya mengangguk karena mulutnya penuh dengan ramen.

"Kerjaan lo udah selesai yang di Medan?"

"Masih lama, gue masih harus bolak-balik ke Medan."
"Lo gimana, udah direpotin apa aja sama manajer baru?" pertanyaan macam apa itu, seakan-akan Latisya akan terus dibuat repot oleh Adnan.

"Belum direpotin apa-apa, baru beberapa hari juga sih. Sekarang kerjaan gue masih normal kayak biasa."

"Emang nanti bakal nggak normal ya? Atau lo bakal dimarahin lagi setiap kamis? Oh.. atau sekarang bukan kamis lagi tapi tiap hari." Lagi-lagi ini pertanyaan sekaligus hinaan, Ariq kembali tertawa melihat Latisya yang memasang tampang bete.

"Jangan gitu dong, enak aja kerja gue selama ini bagus ya. Pak Zahid nggak pernah tuh marahin gue gara-gara kerjaan gue berantakan, jadi kalau sampe sekarang gue dimarahin.. udah pasti yang nggak bener itu Pak Adnan." jawab Latisya tidak terima.


Ariq kembali tertawa, dia tertawa karena melihat kekesalan Latisya yang justru menggemaskan baginya.

"Lo masih dendam banget kayaknya sama kak Adnan, dia kan baik gituu."

"Iya, sama kalian emang baik, tapi nggak sama gue."

"Nggak boleh benci banget gitu, benci bisa jadi cinta loh." Ini Ariq kenapa bawa-bawa cinta coba, cinta sama dia aja udah repot apalagi cinta sama Adnan makin repot pasti.

Emang Latisya cinta sama Ariq?
Siapa yang mampu menjawabnya?

"Nggak ada cinta-cintaan sama dia ya Riq."

"Terus cinta-cintaannya sama siapa?" Ariq menatap Latisya, dan itu membuat Latisya terdiam. Ini lemparan kode dari Ariq, Latisya tahu. Tapi dia tidak pernah berani untuk berbicara, dia juga bingung kenapa sesulit itu baginya untuk menjawab Ariq padahal semuanya sangat mudah ketika dia sedang dirayu teman-temannya.

Dia sadar diumurnya yang lebih dari seperempat abad ini sungguh bukan hal yang susah untuk mengetahui perasaan suka, nyaman dan sebagainya.

Tapi.. ah sudahlah.

Latisya mengangkat kedua bahunya, "Sama kucing lo yang baru lahiran kali ya."

Ariq menatap Latisya kemudian dia tersenyum kecil, "Ngomong macam berani sama kucing aja."

Latisya menunduk "Iya gue nggak pernah berani Riq." Latisya menjawab pelan dan nyaris tak terdengar.


***************
Gemes ga dengan ketidak-beranian Latisya-Ariq?

Itulah Friendzone!

See you next chapter!!:)

Start with ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang