XXXXV

2.7K 202 10
                                    

Entah perasaan Latisya atau memang benar, sepertinya Adnan menjadikan pergi ke kantor pusat itu sebagai alasan saja. Beberapa hari ini Latisya jadi sadar akan satu hal, bahwa Adnan sedang melakukan usaha pendekatan dengan dirinya. Seperti hari ini, Adnan mengajak Latisya untuk ke kantor pusat. Lagi.

Apalagi semenjak pengakuan Adnan waktu itu tentang perasannya. Bukan hanya menjadikan kantor pusat sebagai alasan, terkadang lembur juga dijadikannya alasan. Alasan untuk mengantar Latisya pulang tapi sebelumnya mampir makan dulu, atau alasan untuk sekedar memberikan Latisya minuman atau es krim di sore hari.

Sedikit banyaknya Latisya sadar dengan apa yang Adnan lakukan, Latisya melakukan apa yang Adnan minta-untuk tidak menghindarinya. Karena Latisya juga ingin memastikan apakah Adnan serius dengan apa yang dikatakannya waktu itu. Mungkin, mungkin.. Latisya mencoba untuk membuka hatinya.

Tidak masalah kan kalau dia membuka hatinya untuk Adnan, ya well.. walaupun itu Adnan dan terlepas dari histori mereka dulu.. now they're fine. Walaupun, Adnan masih suka marah-marah dan ngomelin Latisya. Ya wajar.. dia atasannya disini.

Tapi kalau dipikir-pikir kenapa posisi Adnan selalu enak ya? Bisa marah-marahin Latisya mulu.. kan Latisya jadi sebel kalau gitu.

Adnan juga berbeda dengan Ariq. Adnan mengatakan perasaannya sejak awal yang membuat Latisya merasa bahwa, mungkin.. mungkin kali ini dia akan memiliki sebuah akhir yang menyenangkan. Fakta bahwa Adnan yang jujur dengan perasaannya cukup membuat Latisya bingung.. tapi juga bahagia tanpa dia sadari.

"Kata orang nggak boleh lama-lama ngeliatin saya, bawaannya pengen meluk nanti." Adnan bersuara ketika mereka sedang didalam lift. Latisya yang memang sedari tadi mencuri pandang ke Adnan buru-buru mengalihkan pandangnnya.

"Geer! Siapa juga yang ngeliatin. Saya tadi itu mau nanya tapi nggak jadi deh." Elak Latisya, walaupun dia tahu mengelak seperti ini pun tidak akan berguna, dia sudah membiarkan Adnan untuk mendekatinya.

"Ask me then, saya nggak suka sesuatu yang nggak jadi. Karena saya suka kalau yang jadi nya itu sampai jadian." Mendengarnya Latisya mencibir. Tidak bisa ada celah sedikit Adnan mulai bicara aneh-aneh.

Lagian itu tadi apa? Coba ngegombal gitu? Gagal banget sih pikir Latisya.

"Bapak sengaja kan, ngajak saya ke kantor pusat. Biar bisa berduaan gitu sama saya." Mendengarnya Adnan terbahak, mereka hanya berdua didalam lift jadi mereka bisa leluasa mengobrol.

"Iya, saya nggak mau jauh-jauh dari kamu soalnya." Jawab Adnan membenarkan. Latisya menyadari pasti muncul rona merah dipipinya sekarang ini, Adnan dengan sisinya yang seperti ini seringkali membuat Latisya jadi salah tingkah.

Latisya menggerutu dalam hati, digombalin receh gitu aja dia udah merona-rona. Memang jomblo terlalu lama itu nggak baik untuk harga diri, kalau diginiin aja udah langsung baper.

Bahkan, di dalam mobil Adnan masih tersenyum geli melihat Latisya tersipu karenanya tadi. Wajah dan telinga Latisya memerah kontras dengan wajahnya yang putih. Adnan semakin gemas melihat Latisya ketika di mobil, dia tidak mau melihat ke arah Adnan.

"Nggak usah senyam-senyum gitu!" Kata Latisya yang terkesan garang tapi justru mengundang tawa Adnan.

"Pak ih..!"

"Gemesin banget sih, baru digituin aja udah malu-malu gitu." Adnan mencubit hidung Latisya karena terlalu gemas, Latisya hanya cemberut ketika hidugnnya dicubit. Bukan hanya hidung sekarang, pipinya juga ditusuk-tusuk pelan oleh Adnan.

"Jangan pegang-pegang ihhh.. awas ya kalau bapak ngelewatin tengah-tengah ini." Latisya membatasi wilayahnya dengan Adnan seperti anak SD yang membatasi batas tengah meja.

Start with ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang