Malam ini Latisya membuka folder foto masa SMA di laptop miliknya, dia senang melihat slide show foto dia bersama teman-temannya dengan diiringi instrumen lagu. Dia tertawa setiap kali mengingat cerita dibalik foto-foto itu, disaat seperti ini dia sangat merindukan hari-hari bersama teman SMA-nya, entahlah walaupun masa SMA sudah lama berlalu ditambah lagi itu adalah salah satu masa yang berat karena harus menjalani banyak ujian.
But when you with your friends and laughing off, all the burden feels good.Pernah Latisya sampai menangis karena merindukan teman-temannya yang konyol dan receh itu, sehari saja ingin rasanya dia kembali ke masa SMA.
Latisya berhenti disebuah foto yang memperlihatkan dia dan Ariq dihari penampilan seni angkatan, hari itu Ariq menggunakan sebuah hoodie berwarna pink dengan ikat kepala berwarna hitam.That pink hoodie become a simple thing Ariq choose to make Latisya happy, just by wearing something with Latisya’s favorite color.
Iya, karena Ariq tahu Latisya secinta itu dengan warna pink. Dia sengaja menggunakannya dan tentu saja tidak ada yang lebih menyenangkan hari itu bagi Latisya ketika dia tahu alasan dibalik pakaian yang dikenankan Ariq.
“Pantesan dipanggil dari tadi nggak denger, lagi ngeliatin foto pacarnya sih.” Ternyata sedalam itu ya Latisya mengingat masa SMA nya sampai Aya—Mbaknya Latisya datang, dia sampai tidak sadar.
“Lagi ngeliatin foto masa SMA, bukan pacar.” Ralat Latisya, Aya pun menarik kursi dan duduk disamping Latisya.
“Masa sih? Kok lo pacaran nggak cerita-cerita sih sama mbak?” Tuhkan, bilang saja terus kalau Ariq itu pacar Latisya.
“Nggak ada mbaak, orang emang nggak pacaran ih. Aci mana?Mbak tidur sini ya?” Aci itu anaknya Aya yang mirip banget sama Latisya umurnya hampir tiga tahun, lagi lucu-lucunya dan ngangenin banget.
“Aci dirumah, mbak cuma nganterin pempek titipan dari ibunya Mas Eggy. Mbak pulang ya udah malem.” Latisya mengangguk, seringkali dia bersyukur kalau keluarganya tidak punya drama, misalnya menantu yang tidak akur dengan mertua atau yang lainnya. Hanya dia saja yang punya masalah dengan Adnan, eh tapi sekarang udah nggak kok.
“Salam buat Ariq, bilangin kata mbak Aya, adiknya jangan digantung mulu kasian jadi jones..hahaha.” Aya memberikan pelukan singkat ke adik perempuan satu-satunya itu.
“Enak aja nggak jones ya!”
“Hahaha, iya deh adikku sayang statusnya nggak jones tapi friendzone aja ya. Eh main-main ke rumah gue, nggak kangen apa lo sama Aci.”
“Iya nanti atur waktu dulu, kerjaan gue ribet.” Setelah itu Aya keluar dan menutup pintu kamar Latisya.
Latisya membuka playlist-nya kemudian dia mencari lagu yang cocok untuk menemaninya bernostalgia malam ini ia memilih lagu dari Aerosmith – I Don’t Wanna Miss a Thing.
Latisya kembali melihat foto-fotonya, masih melihat fotonya bersama Ariq. Di foto itu mereka terlihat serasi karena memang semua siswa menggunakan baju dengan warna seragam dihari wisuda SMA mereka.
Hari itu, Latisya datang sedikit terlambat dengan teman-temannya, dia jadi tidak bisa bertemu Ariq lebih awal, ditambah lagi mereka harus duduk berdasarkan absen jadinya Ariq—yang absennya A duduk didepan sedangkan Latisya dibelakang.Di hari wisuda pasti semua orang terlihat berbeda, dari semalam dia sudah penasaran dengan Ariq walaupun dia yakin semua laki-laki akan mengenakan jas dan pasti modelnya tidak jauh berbeda, but her eyes still want to see him.
Ketika mereka menunggu giliran berfoto kelas, banyak yang memilih berfoto dengan teman atau keluarga, bahkan selama Latisya berfoto dengan yang lain dia tetap mencari keberadaan Ariq.
Bukannya kenapa, tapi dia setengah mati ingin berfoto dengan 'temannya' itu dan dia harus menahan karena waktunya belum tepat. Apalagi sekarang Ariq, sedang berfoto dengan teman-teman yang lain. Melihat Ariq dengan setelan jas silver dan rambutnya yang di tata lebih rapi bahkan jam tangan ditangan sebelah kirinya bisa membuat jantung Latisya berdetak sangat cepat dan mencoba untuk menyamarkan senyumnya.
Ternyata semesta benar-benar membantunya, ketika dia ingin kedepan—bergabung dengan teman-temannya dia justru berpapasan dengan Ariq. Di gedung seluas itu entah kenapa mereka memilih berjalan ditengah-tengah kursi tempat duduk siswa.Karena ruang untuk berjalan sangat kecil mereka harus menyingkirkan kursi-kursi itu—kesamping agar mereka bisa berjalan. Ingat, moment ini berlangsung hanya hitungan detik. Ketika jarak mereka semakin menipis Latisya berpikir untuk menyapa Ariq.
Because she just don’t want to miss a thing.
“Hi teroris!” Panggil Latisya dengan senyum dibibirnya.Serandom itu dia memanggil Ariq hanya karena semalam dia bercerita dengan Ariq bahwa kemarin malamnya, dia memimpikan Ariq menjadi seorang teroris. Tapi sejak malam itulah Ariq memanggil Latisya dengan sebutan ‘Dreamer’. Panggilan yang sampai sekarang masih Latisya suka.
Mendengarnya Ariq tertawa, tapi karena jarak mereka sangat dekat Latisya tidak berani untuk melihat Ariq.
“Lo cantik Sya.” Tiga kata yang membuat jantung Latisya rasanya mendadak berhenti, Latisya tersenyum sangat manis, selain karena dia senang tapi sebagai ucapan terimakasih. But it's only in seconds, bahkan Ariq tidak bisa melihat senyum Latisya, that’s little conversation such a magic in seconds.
Tahu kan rasanya ingin berfoto dengan gebetan, apalagi diumur-umur segitu. Begitu juga dengan Ariq dan Latisya.
“Sya foto yuk” That’s! another three words, yang Latisya nantikan sedari tadi.
“Yukk!!” kalau Ariq sadar waktu ktu Latisya jawabnya semangat banget, senyumnya kelihatan kalau lagi senang, she's just hope if Ariq can't hear her heartbeat.Hanya ada dua foto mereka berdua dihari itu, Latisya bahkan membuat banyak salinannya, biar kalau terhapus dia masih punya cadangan yang lain.
Because that photo was taken when both of them realized if they’re close more than friends.
***
Hola! Part ini nggak begitu panjang, karena ini sedikit flashback waktu Latisya-Ariq masih malu-malu kuchiiing.Tipikal friendzone anak SMA banget hihihi.
Enjoy next chapter!!
KAMU SEDANG MEMBACA
Start with A
Romansa[END] Hampir sepuluh tahun berada di hubungan tanpa status tentu bukan yang Latisya inginkan, tapi karena sudah terlalu lama membuat dia sangat nyaman saat bersama Ariq sehingga Latisya tidak ada pilihan lain selain hanya menunggu sampai hubungan me...