XXXVIII

2.1K 181 8
                                    

Salah satu hal yang menyenangkan bagi budak korporat adalah ketika mereka bisa pulang tenggo. Geng marketing tanpa menunggu lama langsung menuju lift dengan berjalan dipimpin oleh Bima, yang lain ngekor bak anak ayam.

Tepat sebelum pintu lift tertutup Adnan menahannya dan kemudian dia masuk ke dalam lift. Lift jadi lumayan sesak karena terlalu penuh.

Hi beautiful..” Arvin tiba-tiba bersuara, dengan kata-katanya yang mengandung makna ganda. Sontak Nabila dan Bima terkikik.

Latisya merasakan wajahnya panas, untung saja posisi dia ada dibelakang Adnan. Jadi, Adnan tidak bisa melihat wajahnya yang sudah memerah.

Nice potret bro!” Bima menepuk bahu Adnan, kemudian Adnan memandang tajam ke arah Bima.

“Gue refleks aja, waktu muncul di beranda langsung gue kabarkan pada dunia.” Bima sedikit berbisik tapi itu masih bisa didengar oleh yang lain. Sengaja tuh si Bima sakti.

“Saya emang suka foto potrait. Nanti kalau ada kesempatan foto kalian, saya post juga di Instagram. Jadi jangan dijadiin gosip.” Adnan memasang wajah datar, sedangkan yang lain hanya mengangguk sambil menahan senyum.

“Tapi kita nggak se-beautiful Latisya Pak.” Sahut Nabila. Adnan melirik sekilas kearah Latisya, kemudian dia meninggalkan geng marketing itu ketika lift tiba di lobby.
Adnan tahu, gosip ini tidak akan habis kalau terus diladeni.

Sepeninggalan Adnan, Latisya langsung menatap garang ke teman-temannya.
“Kalian tuh yaaaa! Sejak kapan sih gue jadi di bully gini. Lo juga Bil, ikut-ikutan lagi.”

“Sejak.. negara api menyerang.” Kemudian mereka langsung berhamburan berlari ke luar lift, untuk menghindari amukan Latisya dan menyisakan Nabila.

“Ehem.. modelan Jamie Dornan boleh juga tuh.” Nabila menggerling ke Latisya yang dibalas sentilan dijidatnya.

“Jangan ngaco deh lo, udah ah gue mau pulang.”

“Enak banget sih ada yang fotoin terus, gue juga mau nih! Hahahaha."
Latisya berjalan dengan menghentak-hentakkan kakinya, dia jadi kesal dengan Adnan. Tapi.. mau marah juga nggak bisa, syukur-syukur udah difotoin sama Adnan mana hasilnya bagus gitu.

Kuncinya punya teman-teman bermulut toa ya emang cuma Sabar.

***

“Latisya, ikut saya rapat ke pusat.” Adnan keluar dari ruangannya dengan membawa laptop dan beberapa berkas.

“Kok mendadak pak?” Latisya memunculkan kepalanya dari kubikel ketika namanya disebut.

“Nggak mendadak juga, saya lupa ngabarin kemarin. Bawa berkas revisi kemarin sama data analisis ya.” Latisya dengan sigap bersiap sesuai perintah Adnan.

Aku bukan jatuh cinta, namun aku jatuh hati.” Nabila tiba-tiba menyanyikan lagu milik Raissa-Jatuh hati.

Latisya tahu Nabila sengaja menyanyikannya, karena belakangan ini semua hal yang berhubungan dengan dirinya dan Adnan diberikan soundtrack oleh teman-temannya ini.

Misalnya seperti beberapa hari yang lalu, saat Adnan tanpa sengaja melewati kubikel Latisya, dan hari itu Latisya sedang menggunakan kemeja putih, tiba-tiba Arvin menyanyikan lagu Beautiful in White milik Shane Filan. Pernah juga saat mereka nggak sengaja bareng waktu selesai sholat zuhur, Bima dan Nabila langsung duet menyanyikan lagu 'Ketika Cinta Bertasbih'. Terserah deh, bebas!

“Anak-anak kenapa jadi suka nyanyi?” Adnan memecah keheningan di mobil.

“Nggak tahu Pak, emang jarang bisa normal kelakuannya.” Adnan tersenyum kecil mendengar penuturan Latisya. Adnan akui memang divisinya minim orang normal, apalagi mulutnya kalau udah menyangkut 'cie-cie' dahlah, abis kalian!

“Kamu suka gitu juga dong berarti, kan satu lingkungan.” Adnan masih menatap jalanan dengan mata tajamnya.

“Iya emang mereka toxic parah, sulit menghindar.”

“Maaf ya, gara-gara foto kemarin kamu jadi dibecandain gitu.” tadinya Latisya ingin mengomel setidaknya dalam hati saja kalau ‘maafnya telat’ tapi karena Adnan terdengar tulus dia mengurungkan niatnya.

“Iya nggak pa-pa pak, walaupun mereka suka bikin sebel. Tapi saya jadi banyak fansnya, yang request follow di Instagram saya jadi banyak gitu.” Latisya mencoba mengendalikan keadaan, jangan ada baper-baperan berkelanjutan. Sedangkan Adnan tertawa kecil mendengarnya.

“Bentar lagi bisa-bisa di endorse nih.” Latisya ikut tertawa kecil.

'Bisa bercanda juga ternyata titisan William Deandles ini.'

“Saya nggak mau di endorse pak, cukup jadi Brand Ambassador produk kita juga sudah cukup.”

“Wah ngelunjak juga ya hahah..” Latisya baru sadar, walaupun dia dan Adnan tidak begitu dekat tapi Adnan bisa membuat suasana lebih bersahabat.

Iya, karena Adnan memang tidak sekaku itu, memang Latisya selalu negative thinking dengan Adnan. Dikit-dikit sensi.

***

Adnan dan Latisya baru keluar dari kantor pusat pukul setengah tiga, membuat mereka melewatkan jam makan siangnya. Di mobil, Latisya hanya diam saja kepalanya jadi pusing karena dia terlambat makan.

Sebenarnya dia tidak memiliki maag yang parah, memang perutnya saja yang butuh asupan setiap saat, jadi kalau terlambat begini sudah pasti dia jadi lemah, lemas, letih dan lesu.

“Pusing?” Adnan bertanya  kemudian Latisya mengangguk.

“Kenapa, sakit?” Latisya menggeleng.

“Emang suka pusing, atau gimana?” Adnan terlihat khawatir, tentu saja kalau Latisya sakit bisa-bisa dia disalahkan karena membuat karyawannya sampai sakit. Latisya hanya menggeleng lesu, kepalanya terlalu pusing dan perutnya terlalu lapar bahkan hanya untuk menjawab pertanyaan Adnan.

Melihatnya Adnan semakin khawatir, ditambah dia tidak tahu penyebab Latisya yang mendadak diam seperti ini. Latisya juga tidak ingin mengatakan kalau dia pusing karena lapar, malu aja pikirnya.

“Kita makan dulu, habis itu kamu minum obat ya.” Tidak lama Adnan menepikan mobilnya ke salah satu restoran. Ketika berjalan, Adnan berada dibelakang Latisya untuk berjaga-jaga kalau Latisya pingsan.

Sejujurnya Latisya sedikit tidak enak hati dan ada rasa ingin tertawa melihat Adnan jadi khawatir seperti ini. Tapi dia memang sedang sangat pusing dan tidak bertenaga. Jadi yah.. apa boleh buat.

“Kamu ada alergi obat nggak? Saya ada persiapan obat dimobil.” Adnan masih saja khawatir, apa dia tidak sadar, sejak kapan orang sakit dengan lantang memesan cumi bakar untuk menu makan siangnya?

“Nggak usah Pak, saya nggak pa-pa kok.”

“Beneran?” Latisya mengangguk.

“Habis makan pasti sehat lagi kok.” Adnan menaikkan satu alisnya ketika mendengar jawaban Latisya.

“Kamu.. lapar?”

“Iya, saya nggak bisa telat makan pak.” Latisya tersenyum malu kemudian Adnan tertawa kecil, mungkin dia menertawakan kebodohannya yang terlalu mengkhawatirkan Latisya.

Doi cuma lapar boss!

“Saya pikir kamu sakit, ternyata karena telat makan.” Latisya tersenyum sambil terus mengunyah keripik kentang yang disediakan diatas meja.

“Kenapa nggak bilang dari tadi, kan bisa cari makan yang deket-deket kantor pusat aja.”

“Nggak punya tenaga buat bicara tadi Pak.” Adnan hanya geleng-geleng kepala, sedangkan Latisya jadi salah tingkah karena malu.

Latisya mendadak menolehkan kepalanya, matanya meneliti sudut restoran ini. Dia trauma, takut ada foto-foto seperti di konser waktu itu. Kan bahaya, bisa jadi gosip lagi di kantor.

***

See you next chapter!

Start with ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang