XXII

2.1K 151 15
                                    

“Bilaaaa.. nanti mau ikut makan siang bareng nggak?” Latisya datang dan memeluk Nabila dari belakang karena hari ini moodnya sedang baik.

“Aaaaa.. Latisya akuhh juga mau dong dipeluk dari belakang gituu!” Arvin mengedipkan matanya ke Latisya.

“Sini sayaang abang peluk..” Recky datang dan memeluk Arvin dari belakang dan menempelkan kepalanya dibahu Arvin.

“Najis.. najiss banget Ky! Aelah harus mandi wajib lagi deh gue! Huss..huss..”

“Sesama najis nggak usah saling jijik gitu Vin!”

“Woyy mulut lo kalo ngomong tajem bet yak Bil!” Arvin menunjuk-nunjuk Nabila seakan-akan ingin mengajak tawuran.

“Hahaha mampooss. Lagian lo godain dua cewek ini. Mana mempan!” Recky kembali ke kursinya.

“Lo nggak boleh jahat gitu sama gue Bil. Nanti nggak gue ajak makan promo all you can eat lagi lo!” Bisa banget si Arvin ngancemnya gitu, mentang-mentang dia dapet sms promo terus.

“Kerja Vin kerja, jangan perut mulu yang dipikirin. Noh dipanggil Adnan.” Bima datang dari ruangan Adnan.

“Ngapain lo kak keluar masuk ruangan Adnan mulu?” Tanya Latisya. Latisya heran ngapain dia betah banget bareng Adnan.

“Nih ngurusin berkas-berkas ininih nggak kelar-kelar, gue curiga jangan-jangan setiap gue laporan sama dia kerjaan gue diapa-apain sama dia deh. Keluar ruangannya kerjaan gue beranak mulu.” Latisya hanya mengangkat kedua bahunya, Bima dan pikirannya yang aneh.

“Emang sama siapa lo lunch?” Nabila menyenggol lengan Latisya.

“Ariq, mau join nggak?”

“Mauuu.. tapi gue mau membiarkan kalian berduaan aja deh. Siapa tahu balik-balik ntar udah ada status.” Nabila mencolek-colek dagu Latisya. Latisya sih senyum-senyum saja.

***

Ariq bilang dia lagi pulang karena ada urusan di kantor tapi tidak bisa lama. Kesempatan dalam kesempitan itu harus dimanfaatkan, kalau bisa makan siang bareng kenapa nggak.

“Tumbenan banget mau makan geprek? Emang udah tahan pedes?” Hari ini Latisya bilang kalau dia pengen makan ayam geprek yang ada disekitar kantor, mereka cari yang dekat jadi bisa jalan aja. Make a sense sih, kalau jalan frekuensi ngobrol selama dijalan bisa lebih sering dibanding mereka naik kendaraan pribadi.

“Tahan dong!” Latisya menyeruput es teh nya, tidak lama menunggu pesanan mereka datang.

“Behh pantesan tahan, ayamnya di geprek tapi sambelnya dipisah.” Latisya hanya membalas dengan cengiran.

“Yang penting ayamnya di geprek, masalah sambelnya dipisah atau nggak bukan perkara besar kan?”

“Iya iya terserah Tisya deh.” “Oh iya Sya, westlife mau konser di Indo kan, lo sebagai westlife mania garis keras nonton nggak?” Tanya Ariq.

“Yaaa.. gue sih pengen banget, nonton barenglah kita. Lo suka dengerin lagu-lagunya juga kan?”

“Boleh boleh, di Jakarta kan ya?”

“Ada di Jakarta, Palembang sama Yogya. Mendingan di Jakarta sih tapi, nggak jauh.”

“Boleh deh, nanti kabarin lagi aja.” Latisya menganggukkan kepalanya.

“Lo kapan balik ke Medan lagi?”

“Nanti malam, penerbangan terakhir.” Jawab Ariq yang masih menikmati makan siangnya.

“Lo naik pesawat kalau nggak penerbangan yang awal banget, ambil yang terakhir ya Riq?” Latisya yang pada dasarnya memang menyukai mengobrol dengan Ariq sebisa mungkin mencari bahan obrolan untuk mereka.

Start with ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang