I

11.7K 472 12
                                    

Bekerja sebagai salah satu budak korporat, membuat Latisya harus bisa mengatur waktunya agar tidak terbuang sia-sia. Mulai dari bagaimana dia harus bersiap di pagi hari dan memilih jalan yang singkat untuk ke kantor. Semuanya dia harus lakukan dengan perhitungan yang tepat agar dia tidak terlambat dan waktunya terbuang sia-sia.

Latisya Salsabila Rinjani adalah lulusan Manajemen di Universitas Ludwig Maximilians di Munich, Jerman. Dan sekarang dia punya pekerjaan yang tetap, di perusahaan kosmetik beau & éclat yang terkenal dengan gajinya yang bisa dipakai untuk menonton konser artis favoritnya atau membeli sepatu Salvatore Ferragamo kesukaannya.

Tapi tidak ada yang sempurna kan? Mungkin dia berhasil di pendidikan dan karir, tapi tidak dengan cinta. Untuk cinta, dia sudah membuang waktunya hampir satu dekade dengan orang yang sama. Satu dekade, bisa dibilang Latisya gagal untuk urusan waktu ini.

Pasalnya, terkadang urusan hati terlalu dimaklumi sampai-sampai hari-harinya itu hanya dia lakukan untuk menunggu. Menunggu notifikasi chat dan menunggu agar status 'teman' berubah menjadi 'pacar'.

Mungkin ini karena dia terlalu santai di zona nyaman, called friendzone. Meskipun Latisya bukan dari kalangan manusia yang bucin, tapi ia mampu bertahan selama itu karena ia 'terlalu nyaman, yang terlalu lama".

"Jadi gue nggak salah kan ya?" Tanya Latisya untuk kesekian kalinya.

Beberapa waktu belakangan ini Latisya selalu kepikiran tentang dirinya yang nggak berani bertanya untuk 'kepastian'. Kadang miris sendiri kalau mengingat hubungan seperti apa yang sedang dia jalani.

"Sya plis, gue nggak tau lagi mau gimana. Kalau menurut gue ya, kalian berdua tuh udah salah sejak awal. Kenapa memulai sesuatu yang nggak punya akhir gini sih? Don't give a shit about friendzone lah." Ini yang kata orang, sahabat lo yang sakit hati lo yang ikutan riwehnya.

"Bil, bisa nggak ngeliatnya jangan dari awal banget. Itu kan udah lama banget." Jawab Latisya yang mencoba untuk tetap mencari kebenaran disini.

"Nah itu, itu.. udah lama banget kan? lagian Sya, kalo nggak dimulai nggak akan ribet gini."

"Nabila Alyska, jadi menurut lo gue nggak boleh ngeresepon chat Ariq? Gue kan nggak tau kenapa dia chat gue waktu itu.. kirain kan cuma biasa-biasa aja."

"Udah telat, kalaupun lo mau respon harusnya lo lebih berani aja balas kode-kode dia, se-enggaknya." Jawab Nabila tegas.

Latisya merasa ini benar-benar bukan dirinya, yang harus pusing-pusing mengurusi tentang laki-laki. Bukannya apa-apa, Latisya ini terlalu malas untuk pacaran.. terlalu banyak dramanya dibanding seriusnya. Sudah cukup ia ikut lelah dengan hubungan antara sahabatnya dengan pacar mereka.

Setidaknya itu dulu pikirannya sejak SMA, sampai satu minggu yang lalu. Sampai Ariq bilang kalau kantor tempat dia kerja akan pindah ke gedung yang sama dengan kantornya Latisya.

Ariq Desnata Manggala, seorang arsitek lulusan dari Universitas of Queensland di Australia. Berteman baik dengan Latisya dan di tahun terakhir SMA mereka jadi dekat, bisa dibilang jadi crush dan sekarang... statusnya tidak berubah antara 'teman' dan 'crush'.

Mendengar rencana kepindahan Ariq membuat pikiran Latisya jadi bercabang-cabang. Mereka itu jarang banget ketemu, sesering-sering nya mereka chatting-an, tapi kalau sudah ketemuan.. rasanya kaku banget!

Membayangkan setiap hari bakalan ketemu Ariq rasanya Latisya mau garuk-garuk tanah. Apalagi setiap kali bertemu dengan Ariq, Latisya itu masih saja malu-malu berasa ABG.

Start with ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang