XIV

2.2K 155 1
                                    

“Nabila, bisa saya minta laporan penjualan bulan lalu?” suara Adnan membuat Latisya kaget, yang dipanggil Nabila yang kaget Latisya, tidak heran sih karena kubikelnya berseberangan dengan Nabila.

“Bisa pak, nanti saya antar ke meja bapak karena ini masih di print ulang.”

“Tolong sama laporan tentang strategi pemasaran produk terakhir itu, saya butuh untuk dianalisis.”

“Oke pak.” Adnan kembali menuju keruangannya, tapi setelah itu dia keluar lagi.

“Latisya, bisa kamu buat list produk apa saja yang jadi favorit konsumen, yang grafik penjualannya terus meningkat dan pasti jadi produk andalan kita. Buat juga produk yang kurang dari segi penjualan, kualitas, pokoknya kamu urutkan saja dari yang paling jadi andalan.” Kata Adnan yang berdiri tidak jauh dari kubikelnya.

“Lampirkan grafiknya juga ya, saya harus analisis produk.” Sambung Adnan.

“Oke pak.” Latisya menjawab dengan mantap, tentu saja karena dia harus menyanggupi semua perintah Adnan kalau perihal pekerjaan.

“Saya minta sore ini selesai ya, saya tunggu. Laporan tadi juga Bil.” setelah mengatakan itu Adnan benar-benar kembali keruangannya.

“Nah kan! enak banget kalau Latisya bicara baik-baik sama Adnan, nggak pake ngegas. Kakak Adnan udah jadi baik ya sekarang.” Bima memutar kursinya untuk menghadap ke arah Latisya dengan memainkan kedua alisnya. Berniat untuk menggoda Latisya.

“Mudah-mudahan akan terus dan selalu baik ya.” Latisya menanggapi dengan memberikan senyuman terpaksanya.

***

Sudah beberapa minggu setelah Adnan bergabung, Latisya bisa merasakan betapa profesional Adnan. Walaupun setelah SMA mereka tidak memliki masalah apapun, tapi karena sejak SMA itu juga mereka tidak pernah saling sapa bahkan saat mereka dulu kuliah di Jerman.

Padahal orang tua mereka berteman, bahkan dari SMA sampai kuliah di Jerman orang tua Latisya meminta agar Adnan mau membantu dan menjaga Latisya walaupun masing-masing orang tua mereka tahu kalau mereka itu tidak berhubungan baik.

Adnan tidak menjawab ‘iya’ sebagai jawaban untuk menyanggupi permintaan orang tua Latisya, yang Adnan katakan adalah bahwa dia akan membantu siapapun selagi dia bisa. Justru selama di Jerman, hubungan Latisya dan Adnan semakin buruk, tidak pernah saling sapa, benar benar seperti orang asing. Yang jelas sebisa mungkin Latisya akan menghindar kalau bertemu Adnan. Alasannya simple, dia terlalu malas untuk bertemu Adnan.

***

Latisya membawa laporan yang diminta Adnan keruangannya, tapi ketika dia masuk, ruangan itu kosong. Ini pertama kalinya dia masuk ke ruangan ini setelah Adnan yang menempatinya Latisya mengamati sekeliling, tidak banyak yang berubah dari ruangan yang sebelumnya ditempati oleh Pak Zahid. Tapi disana dia bisa melihat beberapa foto hitam putih disatu sisi dinding yang tidak terbuat dari kaca. Ruangan ini terkesan minimalis, tidak banyak printilan, hanya beberapa barang yang benar-benar dibutuhkan.

“Ada perlu apa?” Latisya terperanjat ternyata tadi dia benar-benar memperhatikan ruangan ini detail. Dilihatnya Adnan yang baru masuk ruangannya dengan rambut yang masih basah, Latisya tebak Adnan baru selesai sholat Ashar.

Latisya menyerahkan laporannya kepada Adnan dengan sopan,
“Ini pak laporan yang bapak minta tadi.”

Adnan mengangguk sambil membuka laporan itu,
“Oke, nanti saya periksa. Makasih ya.”
Latisya terperangah, selama dia berbicara dengan Adnan baru kali ini dia mendengar Adnan bilang terima kasih, untuknya.

“Ada perlu lagi?”  Latisya menyadari keberadaannya yang masih berdiri didepan meja Adnan.

“Eh..nggak pak. Saya permisi dulu pak.” 

***
“Serem juga sih kayaknya, temen lo suka marah-marah nggak jelas gitu ya Bim?” Latisya yang baru keluar ruangan Adnan langsung bergabung ke sesi obrolan sore sambil bersiap untuk membereskan barang-barangnya.

“Nggak jelas gimana?”

“Recky, nih ya gue kasih tau kalau lo mau tanya gimana marahnya Pak Adnan. Lo tanya Latisya aja, pawang nya dia tuh.”  Jawab Nabila yang juga sudah bersiap untuk pulang. Mendengarnya Bima jadi tertawa.

“Dia kalau marah kayak induk singa, serem pake banget! Ini kalian lagi ghibahin pak Adnan ya?" Jawab Latisya.

"Nggak kok, nebak-nebak doang gimana kalau doi marah."

"Udah ah, mau pulang gue. Duluan ya guys.” Latisya sambil membawa tasnya keluar ruangan bersama Nabila.

“Gue bilangin Adnan ya lo ngatain dia!” Latisya langsung memutarkan badannya dan menatap Bima kemudian dia membuat gesture untuk mentup mulut, yang dibalas dengan tawa bima.

***

Ini chapter baruuu!

Aku excited banget sih waktu nyelesain cerita ini di ms.word, karena seneng bisa lanjut update di wattpad xoxo.

Enjoy next chapter yaa!

Start with ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang