XVII

2.2K 153 4
                                    

Latisya terburu-buru masuk ke kantornya, hari ini dia ada rapat untuk pengembangan produk baru. Tapi sial, pagi-pagi mobilnya harus pecah ban ketika dia sedang dijalan menuju kantor,  Latisya jadi harus menunggu orang bengkel datang dan harus menunggu orderan taksi onlinenya, ditambah lagi dia harus dua kali cancel driver.

Latisya melihat pergelangan tangan kirinya, sudah jam sembilan lewat sepuluh menit dan hari ini adalah hari Kamis. Tanpa rencana, dia mengulangi kesalahan yang menjadikan permusuhan jangka panjang antara dirinya dengan Adnan.

Dia harus terlambat ikut rapat di hari Kamis, walaupun hanya sepuluh menit tapi manusia seperti Adnan mana mau mentolelir keterlambatan.

“Eh lo telat sih telat, tapi penampilan lo rapiin dikit kali Sya.” Harisa membantu Latisya merapikan penampilannya yang berantakan karena harus berlari mengejar waktu.

Thanks Sa, plis doain gue yaaa.. serem nih sama Pak Adnan.” Ujarnya dengan wajah memelas. Latisya menenangkan dirinya, kemudian segera memasuki ruang rapat.

Tolong hamba Ya Allah, masih mau kerja masih mau kerja.” batinnya. Jantungnya berdetak sangat kencang, selama menuju ke ruang rapat tidak habis-habisnya Latisya merutuki nasibnya pagi ini

tok..took..

Tolong, Latisya rasanya mau izin tidak masuk kantor hari ini, dia sempat berniat kabur dan memberikan keterangan sakit. Tapi justru yang dia lakukan sekarang adalah membuka pintu ruangan dimana rapat tengah berlangsung. Dan bersamaan dengan terbukanya pintu itu, semua orang melihat kearahnya, tepat saat itu juga matanya menangkap ekspresi Adnan yang sangat datar, cenderung dingin malah.

“Permisi pak, ma..maaf pak saya terlambat.” Adnan hanya diam, dia kembali menatap kearah laptopnya.

Karena tidak ada perintah dari Adnan untuk duduk ataupun keluar ruang rapat Latisya hanya berdiri kikuk dan menatap teman-temannya dengan tatapan minta tolong.
Dia bisa melihat Bima yang menahan tawanya sama seperti Bila, tapi baiknya Bila masih berusaha untuk membantu Latisya.

“Ngapain berdiri disana? Mau duduk atau keluar?”

Mati kutu nggak tuh? keluar ruangan atau keluar kantor langsung pak?

“Sini Sya duduk sini.” Bila langsung mengajak Latisya duduk, sontak Latisya berjalan cepat, dia segera duduk dan membuka laptopnya.

“Saya rasa kamu paling paham kalau saya nggak suka dengan keterlambatan.” Bicaranya tidak ada intonasi sama sekali, mukanya datar. Latisya merasa suhu ruangan seperti di suhu minus.
Kalau Adnan seperti ini, bagaimana Latisya? Jangan tanya lagi, dia sampai pucat, tidak bisa mengeluarkan suara dan hanya bisa menunduk.

Kemana Latisya yang dulu garang menghadapi Adnan? Oh Man! Dunia ini berputar, keberanian Latisya tidak bisa digunakan diposisinya kali ini. Tapi Adnan akan tetap sebagai orang yang harus dia hormati dari waktu ke waktu.

“Maaf pak, saya nggak akan mengulanginya lagi.” Sebisa mungkin Latisya menjaga suaranya agar tetap terdengar oleh Adnan.

No respond, No expression.

Tanpa melanjutkan tegurannya untuk Latisya, Adnan memilih untuk kembali memimpin rapatnya, untungnya Latisya bisa mengikuti rapat ini dengan baik. Bahkan dia sering memberikan saran dan pendapatnya--setidaknya Latisya menunjukkan integritasnya disini.

“Setelah ini saya nggak mentolelir siapapun yang datang terlambat, khususnya saat rapat.” Adnan kembali mengingatkan dengan matanya yang menatap tajam kearah Latisya, membuat nyali Latisya menciut.

***

“Wuahahahahaha.. muka lo pucet banget tadi waktu dikasih Adnan peringatan. Lagian lo ngapain aja sampe telat? Lo sadar nggak hari ini hari apa?” Setelah memastikan Adnan sudah jauh dari ruang rapat, akhirnya krucil-krucil ini bisa menertawakan Latisya.

Start with ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang