XXXIII

1.9K 184 7
                                    

Setelah kejadian beberapa hari lalu dengan Ariq, pikirannya terus-terusan ke laki-laki itu. Tapi sekarang, Latisya memilih untuk fokus dengan pekerjaannya, thanks to Adnan karena membuatnya harus lembur.

Entah ada berapa produk yang akan mereka kembangkan, yang jelas keluar masuk ruangan Adnan sudah menjadi kebiasaanya, tidak jarang juga mereka sering rapat ke kantor pusat. Efek patah hati, lebih tepatnya efek kecewa, Latisya jadi lebih suka menghabiskan waktunya untuk tenggelam dalam pekerjaan.

Seperti malam ini, deadline pekerjaanya memang masih lama tapi dia memilih untuk menyelesaikannya lebih dulu. Selain karena dia ingin mengalihkan rasa kecewanya, dia harus memiliki waktu kosong di kantor untuk ikut war tiket konser Westlife nanti.

Because Westlife is more important than Ariq.

Karena lebih lama nunggu Westlife konser lagi di Indonesia dari terakhir mereka datang, dibanding nungguin perubahan status hubungannya sama Ariq.

Masyallah.. Saya kira apaan Sya, ngapain masih dikantor? Gelep gini lagi.” Dilihatnya Adnan menyalakan lampu kantor kemudian berjalan kearah kubikelnya, dia tidak tahu kalau laki-laki itu juga masih dikantor.

“Emang ada kerjaan lain Pak kalau lagi dikantor?” Mata Latisya tetap menatap layar laptopnya tidak berniat sama sekali menatap Adnan.

“Ada, streaming music video K-pop mungkin?” Mau tidak mau Latisya mengalihkan pandangannya ke Adnan, minta dikubur di lubang buaya nih! Dan Adnan justru terkekeh.

“Gitu dong, kalau ngomong sama orang itu dilihat orangnya. Saya tahu kamu lagi suka lembur tapi nggak gitu juga.”

“Saya streaming Korea cuma lima menit, dan itu nggak akan merugikan perusahaan ya Pak.” Latisya belum apa-apa sudah kesal sama Adnan.

“Hahaha.. emosian banget sih? Belum makan ya kamu makanya jadi emosian gini, makan yuk..” Kebaikan di masa lalu apa yang Latisya lakukan sampai-sampai Adnan mengajaknya makan? Tapi dia tidak menggubris Adnan, terlalu malas. Dari ekor matanya bisa dilihat Adnan duduk di sebelahnya.

Sepuluh menit, dua puluh menit..

“Ngerjain apasih kamu?” Adnan beranjak dari tempatnya dan melihat kearah laptop Latisya.

“Itukan deadline nya masih lama, ngapain sampe malem-malem gini? Besok kan bisa?” Sambung Adnan. Latisya menghembuskan nafasnya kasar, belakangan ini dia gampang sekali tersulut emosi. Efek patah hati. Mungkin.

“Saya mau ngerjainnya sekarang Pak, lagian kenapa sih? Bapak ngapain daritadi duduk disebelah saya, nggak kerja? Atau jangan-jangan bukannya saya tapi bapak yang suka streaming youtube di kantor.”

“Enak aja, tadi saya ngerjain kerjaan juga tapi udah kelar. Udah besok aja itu ngelanjutinnya, saya udah lapar daritadi nungguin kamu nggak kelar-kelar.” Latisya mengerutkan dahinya.

Wah kerasukan nih!” Latisya bergumam dalam hati.

“Pak, saya nggak minta bapak nungguin saya. Kalau bapak mau makan ya silahkan.”

“Kan saya mau ngajak kamu makan, lagian emang berani kamu sendirian di kantor?” Adnan ingat malam itu, dimana Latisya lari-lari karena takut gelap.

“Tapi kan saya nggak bilang saya mau makan bareng bapak, bapak duluan aja deh. Tumben juga baik gini, yang ada saya lebih takut ngeliat bapak ngajakin saya makan dibanding sendirian dikantor.” Latisya sudah menekuk mukanya dan sudah kehilangan mood untuk bekerja.

Setelah mematikan laptop dan membereskan tasnya, Latisya berjalan mendahului Adnan.

“Pak ngapain sih ngikutin saya?” Latisya mulai risih, ngapain Adnan pake ngikutin ke lift sekarang? Tadi kan dia sudah menolak ajakannya.

Start with ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang