BAB 1

15.4K 481 3
                                    

Author pov

Valerie"

Wanita itu mengusap kasar air matanya dan langsung memasang senyum palsu saat melihat laki laki dihadapannya yang terlihat panik saat menyadari kehadiran dirinya. Lelaki itu menghampirinya sedangkan wanita yang tadi berciuman dengannya langsung merapikan bajunya yang berantakan.

"Sayang! Aku bisa jelasin"

Ia hanya tersenyum sinis saat mendengarnya, bahkan setelah kelakuannya ini dia masih berani memanggil sayang. Benar benar lelaki brengsek.

"Nggak ada yang perlu dijelasin, apa yang tadi aku lihat itu cukup untuk menjelaskan semuanya" ucapnya Berusaha agar tidak terlihat rapuh di hadapannya.

"Valerie ini salah fah.."

"Salah paham apa kak?" Valerie memotong ucapan wanita yang tidak lain adalah kakak kandungnya sendiri. "Aku jelas jelas lihat sendiri kakak dan Rafael berciuman, jika saja aku tidak datang aku yakin kalian melakukan yang lebih dari yang aku lihat sekarang" ucapnya. Bahkan air mata sudah jatuh mewakili perasaanku

"Leri, kakak bisa jelasin semuanya"

"NGGAK! Aku nggak butuh penjelasan dari penghianat. Apa yang aku lihat tadi sudah menjelaskannya" Jeda. Ia mengeluarkan benda berbentuk lingkarang dari jarinya dan langsung melemparkannya pada Rafael "Aku sudah tidak membutuhkan itu" ucapnya dengan melirik cincin yang telah tergeletak di lantai.

"Valerie, dengar dulu penjelasanku. Viona sendiri yang tiba tiba masuk ke dalam apartementnku dan menggodaku"

"Apa apaan kamu Raf, jelas jelas kamu yang memanggilku kesini"

"CUKUP! Aku nggak mau dengar penjelasan apapun dari kalian berdua. Dan buat kamu" tunjukku pada Rafael "Aku sudah anggap diantara kita sudah tidak ada hubungan apa apa lagi" setelah mengatakannya Valerie langsung keluar dari apartement Rafael dengan berlari, sekuat tenaga ia menahan agar tidak menangis tapi rasanya percuma.

"Lepas!" Ucapnya saat Rafael berhasil menyusulku dan memegang lengan kiriku

"Nggak! Aku nggak bakal lepasin kamu, sebelum kamu pakai lagi cincin tunangan kita"

"Kamu pikir aku mau hidup sama orang brengsek sepertimu. Sampai kapan pun aku nggak bakalan mau pakai cincin itu lagi" Rafael melepaskan pegangannya pada lengan Valerie dan langsung berlari memasuki Lift. Ia bersyukur karena lift tertutup sebelum Rafael sempat menyusulku.
.
.
.
Sepulang dari apartement Rafael. Valerie sama sekali tidak keluar dari kamarnya, hal itu membuat kedua orang tuanya khawatir.

"Mi, Valerie mana?" Tanya lelaki itu saat baru memasuki rumah dan menemukan orang tuanya di ruang keluarga.

"Adik kamu masih belum mau keluar Van, mami sama papi tadi udah coba bujuk tapi nggak ada jawaban. Mungkin sama kamu dia mau" ucap wanita paruh baya itu dengan raut wajah yang sama khawatirnya.

"Vano ke atas dulu" setelah mengatakannya. Vano segera berjalan menuju ke kamar Valerie yang berada di lantai dua.

Tok. Tok.

"Valerie buka pintunya, ini kakak"

Pintu terbuka dan memperlihatkan Valerie yang terlihat sangat kacau, rambut kusut, dan mata yang membengkak. Dan Evan sangatlah tau jika adiknya sedang ada masalah. Dengan cepat Vano membawa adiknya ke dalam pelukannya.

"Leri nggak kuat hiks Leri nggak hiks"

"Sttt sudah, ada kakak disini. Kamu bisa cerita sama kakak" Vano mengusap lembut kepala Valerie sambil mengamati kamar sang adik yang terlihat seperti kapal pecah. "Kita bicara di kamar kakak" Valerie mengangguk dan langsung mengikuti Vano.

ValerieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang