Prolog

2.6K 211 134
                                    

(n): Cerita ini hanya cerita fiksi yang dikembangkan dari sumber pemikiran penulis. Isi cerita, alur, latar dan plot tidak bermaksud untuk menyinggung pihak mana pun, menyudutkan atau pun memihak salah satunya. Jika ada kesamaan dari segi apa pun, mungkin itu sebuah ketidaksengajaan. Cerita ini bukan hasil plagiat, dan saya tegaskan cerita ini tidak ada satupun yang menirunya. Beberapa adegan kekerasan, beberapa pengucapan kasar, dan tindakan yang kurang menyenangkan harap untuk tidak ditiru. Mari jadilah pembaca yang bijak dengan mengambil poin positif dari cerita ini, dan tidak perlu meniru poin negatif. Semoga cerita ini dapat menghibur, saya ucapkan terima kasih dan mohon maaf bila cerita ini masih terdapat kekurangan. Happy Reading...

═════  ࿇  ═════

"Jadinya kita ngapain? sumpah gabut bener!" keluh seorang lelaki bertopi sambil berkacak pinggang menatap kedua temannya yang malah sibuk dengan game masing-masing dengan begitu berisik, dan mengabaikan pertanyaannya.

"Yeu, si kampret! Dervin! Dery!" serunya kesal.

Daffa Rafzan Pradipta, lelaki berwajah manis menjurus imut itu memang selalu menjadi bahan bully-an kedua temannya ataupun teman-temannya yang lain. Benar, moodnya memang seperti perempuan. Namun, Daffa seseorang yang begitu dingin kepada orang lain kecuali teman dekatnya.

Salah satu temannya menatapnya sesaat dan kembali sibuk dengan game. "Daffa, lo kalau gabut ya gabut aja sendiri gak usah ganggu gue sama Dery. Sorry ye, kita lagi ga gabut," kata Dervin dengan nada yang menyebalkan.

Daffa merasa tertohok dengan respon Dervin, ia mendelik tajam lalu ia menyambar kunci motornya dan mengambil helm.
"Gue ke markas aja dah, lo berdua kalau mau nyusul ya nyusul aja," kata Daffa datar.

Dervin Gevandrio, lelaki dengan tingkat keramahan di atas rata-rata serta humoris dan murah senyum sering kali membuat para gadis baper dengan sikapnya. Namun di sisi itu, Dervin sosok paling handal dalam membungkam setiap orang dengan perkataan pedasnya. Jika sudah menceramahi teman-temannya dengan ampuh, tak ada pun yang berani melawannya.

"Yo, yo, siap Daff!" balas Dery dan Dervin disertai anggukan.

Daffa berlalu meninggalkan kostan milik Dervin. Ia berjalan menghampiri motornya di garasi dan langsung saja menancap gas menuju markas kumpulan anak motornya.

"Vin, tumben ye si Daffa gak ganggu kelewatan. Biasanya tuh bocah gacor amat kalo lagi gabut," kata Dery heran.

"Yaelah Der, biarin aja. Lagi ga mood kali. Mood si Daffa kan kayak anak perawan. Naik turun gak jelas, kayak yang gak tau aja lu," balas Dervin acuh tanpa mengalihkan fokus dari gamenya.

"Haha iya juga bener. Ya udah deh, gue mau ke markas juga. Lo gimana?" Dery menaikan sebelah alisnya menatap Dervin, ia menyelesaikan gamenya begitu saja dan segera bersiap untuk pergi.

"Dih anjir, bilang aja kalau lu mau nyusul si Daffa terus balikin moodnya. Cieee udah kayak lagi pdkt aja lo berdua," kata Dervin dengan tawanya.

PLETAAAK

"Njing! Sakit, goblok!" umpat Dervin ketika Dery memukul kepalanya dengan telapak tangan.

"Lu yang goblok! Sembarangan aja lo kira gue sama Daffa gay?!" balas Dery kesal.

"Ya kali aja kan," kata Dervin acuh.

"Sabar, sabar gue sabar punya temen bacotannya kayak setan," gumam Dery lalu ia pergi dengan menenteng helm juga kunci motornya.

Deryan Aldriano atau sering dipanggil Dery, lelaki berkulit putih bersih dengan mata sipit layaknya turunan Chinese tetapi Dery asli dari suku Sunda. Entah ia mewariskannya dari siapa. Di antara Daffa yang paling berisik, dan Dervin yang paling ancur tingkat humornya, maka Dery adalah yang paling tenang. Ia cenderung memilih jalan aman dalam hidupnya, dan terlalu masa bodoh dengan sekitarnya.

No Leader! || ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang