Suara itu, Dervin sangat mengenalnya. Suara terakhir kalinya yang ia dengar dari gadis kecil yang sangat ia sayangi yang baru saja menginjak usia 5 tahun. Tapi, itu tidak mungkin.
"Kak Dervin! Tungguin Nay, Kak!"
Suara itu kian jelas begitu dekat di telinga Dervin. Dervin ingin terbangun tapi tidak bisa, hanya kegelapan yang ia lihat di sana dan suara anak kecil yang sangat ia kenal.
"NAY!"
Teriak Dervin spontan terbangun dengan posisi duduk dari tidurnya. Keringat menetes dari pelipisnya, nafasnya naik turun. Matanya bergerak gelisah menatap sekitar yang hanya menampakan kamarnya yang temaram dan hanya ada dirinya. Tadi itu hanya mimpi, ternyata ia ketiduran dan tak terasa waktu begitu cepat berlalu. Suara anak kecil itu seolah menariknya dari alam mimpi.
Ia melirik ke arah jam tangannya yang menunjukan bahwa hari sudah petang, dan mengapa ia masih ada di rumah orang tuanya? Astaga bisa gawat ini.
Dengan cepat Dervin menutup jendela dan tirainya, membiarkan kamarnya gelap tanpa penerangan. Ia dengan cepat keluar dari sana dan tak lupa kembali menguncinya.
Matanya jatuh ke arah kamar Dervan. Sial, ia tak membawa motornya makanya ia meminta Dervan supaya mengantarnya pulang ke kostan.
Seperti biasa, rumah besar itu selalu sepi dan saling sibuk dengan dunianya masing-masing. Itu bukanlah keluarga yang sehat lagi seperti dulu. Dervin sempat berpikir, mungkin orang tuanya sudah kembali ke rumah dan itu pasti akan membuatnya tak karuan."Dervan!" panggilnya sambil membuka pintu kamar itu.
"Njing, sialan tolol! Bikin kaget aja! Lo bukannya udah balik?" umpat Dervan begitu kaget dengan kehadiran Dervin yang ternyata masih ada di rumahnya.
"Ga usah so' tolol, lo yang bawa gue ke sini. Lo juga yang harus anterin gue balik, seenaknya nyulik anak orang! Buat acara yang lo bilang tadi... gue iyain," ucap Dervin datar. Ia terpaksa menyetujui.
Senyuman miring itu muncul dan langsung saja Dervan mengambil kunci motor beserta helmnya. Lantas ia berjalan lebih dulu, "Ya udah buru! Gue anterin lo balik!" balas Dervan setengah kesal.
"Van, Dervan tolol! Anying, tunggu dulu bego!" ucap Dervin dengan suara pelan namun heboh sambil menarik hoodie Dervan ketika mereka akan berjalan menuruni tangga.
"Apa lagi sih, bangsat?" kesal Dervan seraya melepas cekalan Dervin pada hoodienya.
"Mama sama Papa udah pulang?" tanya Dervin sedikit meringis.
"Udah, lagi di ruang tengah tadi gue liat," jawab Dervan ketus.
"Lewat halaman belakang aja deh Van, gak enak gue kalau nanti bikin mereka risih karena ada gue di sini," balas Dervin pelan dengan raut wajah yang berubah sedih.
Dervan berdecak jengah, ia menarik begitu saja kembarannya itu sambil mengunci lehernya dengan sebelah tangan agar tak banyak menolak. Dervan selalu saja heran, meskipun itu adalah akibat dari kesalahan pada usia mereka 7 tahun dan mengapa masih saja diungkit sampai sekarang umur mereka sudah 17 tahun.
Bayangkan saja selama 10 tahun ditelantarkan dan diasingkan oleh orang tuanya sendiri sejak usia 7 tahun. Sedangkan Dervan, ia seperti angin, kadang bersahabat kadang membinasakan membuat Dervin sejak dulu hanya dekat dengan para pembantu yang bekerja di rumahnya, dan justru malah menjadikan Dervin menjadi sosok baik dan berpikiran bijak karena ia banyak belajar dari setiap kejadian dan perlakuan orang lain terhadapnya. Dengan satu kunci sabar dan menyerahkan semuanya pada Tuhan, Dervin ikhlas menjalani hidupnya.
Mereka menginjakkan kaki pada lantai bawah yang terhubung dengan ruang tengah. Benar, di sana ada kedua orang tuanya. Dervin menurunkan pandangannya, tak berani berhadapan langsung dengan mereka. Ia selalu merasa terlalu kecil. Menyedihkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
No Leader! || ✔️
Teen FictionAwal yang buruk menjadi bagian dari ujian hidup yang begitu berat ia rasakan. Dervin yang dibesarkan disebuah keluarga yang tak sehat, hal itu tak membuat dirinya menjadi sosok anak yang nakal ataupun pembangkang. Namun sebaliknya, ia menjadikan sem...